
PADANG, AmanMakmur —Nasrul Azwar, seorang Wartawan Senior/Sastrawan, menyampaikan ada tiga omong kosong yang dilakoni oleh pemerintah, khususnya Pemprov Sumbar, terhadap kebudayaan.
Tiga omong kosong ini disampaikan Mak Naih, demikian Pemred/Penanggungjawab sumbarsatu.com ini akrab disapa, saat menjadi pemateri di acara Diskusi Budaya dengan tema; Seni Pertunjukan, yang digelar oleh Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar, di Gedung Galeri Taman Budaya Sumbar, Sabtu (25/5/2024).
Omong kosong pertama itu, dalam dokumen RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Provinsi Sumbar 2025-2045 tertera kebudayaan itu di nomor 13 dari 16, yaitu; “Beragama Maslahat dan Berkebudayaan Maju”.
“Di sini sudah kelihatan bagaimana budaya tidak menjadi hal penting bagi pemerintah, kendati dalan visi menyertakan ‘berkebudayaan maju’. Kita mengetahui bahwa RPJPD itu memiliki fungsi yang sangat strategis untuk menentukan tujuan dan sasaran pembangunan daerah,” ujar Mak Naih.
Menurut Mak Naih, sepanjang yang ia tahu dalam penyusunan perencanaan pembangunan tersebut, tidak ada melibatkan para budayawan, seniman, pengamat seni, aktivis seni, pelaku seni, komunitas-komunitas seni, yang ada di Sumbar.
Mencermati kondisi itu, disebutkan Mak Naih bahwa nasib seni dan budaya di Sumbar tak akan maju-maju, karena kesenian itu telah diabaikan.
“Padahal dalam pengertian yang sederhana, hasil cipta seni adalah bagian dari usaha manusia merawat dinamika kultural yang dialektis yang dimuarakan kepada upaya transformasi nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lain,” tukasnya.

Omong kosong yang kedua itu, dimana sejak gedung pertunjukan di Taman Budaya Sumbar dilenyapkan pada tahun 2015, maka sejak itu pula seni pertunjukan di Taman Budaya itu mati.
Maka, lanjutnya, sudah layak dikatakan bahwa bicara seni pertunjukan di Sumbar, seperti menghisap gulo-gulo tare saja. “Lalu, janganlah kita bicara pula ekosistem kebudayaan, kerja-kerja lintas disiplin seni, kolaborasi, jika ruang-ruang kesenian tak ada,” tukasnya.
Kemudian omong kosong yang ketiga itu menyangkut eksistensi Dewan Kesenian Sumbar, yang mana semenjak 2010 sudah mati suri.
“Semenjak 14 tahun itu pula, Pemprov Sumbar tak punya mitra berdiskusi untuk pengambilan kebijakan-kebijakan yang tersangkut dengan kebudayaan dan kesenian,” katanya.

Mak Naih menilai, Dinas Kebudayaan Sumbar yang sudah ada semenjak 8 tahun silam pun tidak mampu memfasilitasi kehadiran Dewan Kesenian secara permanen.
Padahal kehadiran lembaga-lembaga kesenian penting karena bisa menstimulus berkembangnya komunitas, kantong-kantong budaya di tengah masyarakat.
Selain Nasrul Azwar, turut menjadi pemateri lainnya Dr Abdullah Khusairi, Dosen UIN Imam Bonjol/Penulis, dan dimoderatori Dr Andria C Tamsin, Dosen UNP yang juga Presidium FPS Sumbar.
Turut hadir dalam diskusi tersebut, para budayawan dan seniman, di antaranya; Maestro Tari Minang Ery Mefri, Syarifuddin Arifin, Prof Ermanto, Dr Sheiful Yazan, Dr Hermawan, Viveri Yudi (Mak Kari), Rizal Tanjung, Fauzul el Nurca, Sastri Yunizarti Bakry, Yeyen Kiram, dan lainnya.
(Ika)