PADANG, forumsumbar —Egoisme di panggung diperlukan, namun kadang butuh dipertimbangkan untuk diturunkan agar penonton mau kembali ke ruang pertunjukan.
Ada pendapat, jangan pedulikan penonton, main saja semaksimal mungkin. Penilaian penonton, baik buruk, positif negatif, biarkan saja berkembang dengan sendirinya.
“Kuasa panggung telah membuat kebutuhan penonton tidak terpenuhi. Penonton cuma dianggap benda pasif yang tidak diperlukan, atau dimanjakan,” ujar Dr Abdullah Khusairi, MA, Dosen UIN Imam Bonjol/Penulis, ketika menjadi pemateri dalam Diskusi Budaya dengan tema; Seni Pertunjukan, yang digelar oleh Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar, di Gedung Galeri Taman Budaya Sumbar, Jl Diponegoro, Padang, Sabtu (25/5/2024).
Doktor Khusairi yang membawakan materi dengan tema; Egoisme di Atas Panggung ini, mengingatkan bahwa ego inilah yang kadang menjadi pangkal balanya. “Mempertimbangkan siapa penonton bagi sebagian seniman seni pertunjukan memang sedikit terabaikan,” tuturnya.
Sehingga, lanjut Khusairi, beberapa kasus ditemukan dalam pertunjukan teater yang ekspremental mengutamakan estetika dari pesan. Pada konteks ini, Khusairi menegaskan komunikasi estetis yang dimaksudkan itu gagal menyampaikan pesan.
Tapi, ungkap Khusairi, adakalanya mereka yang datang hanya sekadar penonton yang pasif, yakni sedikit yang datang dengan pengetahuan seni pertunjukan dan tema yang dihadirkan dalam pertunjukan tersebut.
“Alih-alih mendapatkan pesan secara utuh. Yang ada justru interpretasi yang kian menjauh dari maksud,” tukas mantan wartawan Harian Padang Ekspres dan presenter Padang TV ini.
Kemudian Khusairi mengungkapkan pengaruh seni pertunjukan terhadap kehidupan bermasyarakat. “Pada masa Orde Baru terasa melalui beberapa sutradara terkenal dengan besutan karya yang mampu memerahkan telinga penguasa,” bebernya.
Pesan-pesan yang disampaikan saat itu disukai, dan diamini. Bahkan mampu menggerakkan arus protes lebih besar dalam beberapa gelombang. Pada konteks ini, Khusairi menilai seni pertunjukan teater sebagai sebuah gerakan sosial politik yang sukses menyampaikan pesan.
Mengenai masalah yang melingkupi Taman Budaya Sumbar, Khusairi menekankan bahwa gerakan yang dilakukan FPS Sumbar harus mempunyai “daya ledak” yang lebih besar. Sehingga apa yang menjadi aspirasi seniman bisa dipenuhi segera.
Selain Abdullah Khusairi, turut menjadi pemateri Nasrul Azwar, Wartawan Senior/Sastrawan, dan dimoderatori Dr Andria C Tamsin, Dosen UNP yang juga Presidium FPS Sumbar.
Turut hadir dalam diskusi tersebut, para budayawan dan seniman, di antaranya; Maestro Tari Minang Ery Mefri, Syarifuddin Arifin, Prof Ermanto, Dr Sheiful Yazan, Dr Hermawan, Viveri Yudi (Mak Kari), Rizal Tanjung, Fauzul el Nurca, Sastri Yunizarti Bakry, Yeyen Kiram, dan lainnya.
(Ika)