JAKARTA, AmanMakmur.com — Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika DPD RI menolak wacana penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, Pemilu setiap 5 tahun merupakan amanat kebangsaan yang harus ditepati.
Hal itu disampaikan oleh LaNyalla saat menerima audiensi Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/3).
Ketua DPD RI didampingi anggota DPD RI Tamsil Linrung (Sulsel), Alirman Sori (Sumbar), Bustami Zainudin (Lampung) dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Togar M Nero dan Brigjen Pol Amostian.
Hadir dalam kesempatan itu Dewan Pengurus PNKN, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara dan Jenderal TNI (Purn) Sunarko; Guru Besar Universitas Indonesia yang juga pegiat UI Watch, Taufik Bahauddin; Dewan Pengurus Pusat Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, Eggy Sudjana dan Habib Muchsin Alatas serta sejumlah elemen masyarakat lainnya.
“Bangsa ini sudah sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun, dan maksimal 2 periode. Bahwa pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap 5 tahun
sekali. Ini prinsip. Sehingga meskipun Konstitusi bisa diubah, tetapi prinsip
ini adalah amanat kebangsaan, dimana bangsa ini telah belajar dari dua Orde dimana masa jabatan presiden tidak dibatasi,” katanya.
LaNyalla menyampaikan dirinya bukan dalam posisi sebagai Oposisi Pemerintah. Namun dalam konteks tersebut harus adil sejak dalam pikiran dan melihat semuanya secara jernih dengan akal dan hati serta mendengarkan aspirasi rakyat.
“Soal wacana penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden memang harus kita tolak dengan menggunakan kerangka berpikir seorang Negarawan. Karena penolakan itu adalah prinsip kebangsaan yang dikehendaki rakyat kebanyakan,” ucapnya lagi.
Dilanjutkannya, bahwa akar persoalan bangsa ada di sektor Hulu, bukan di sektor Hilir. Sehingga pembenahan bangsa ini harus fundamental. Tidak bisa bersifat Kuratif atau Karitatif.
“Sejak dilantik sebagai Ketua DPD RI, sebagai wakil daerah, hingga hari ini, saya sudah keliling ke-34 Provinsi dan hampir separuh dari Kabupaten/Kota di Indonesia. Saya menemukan permasalahan yang hampir sama, yaitu kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan, dan kegelisahan masyarakat di daerah yang tidak dapat ikut merasakan kekayaan sumber daya alam di daerahnya. Ini persoalan fundamental yang harus dibenahi,” papar dia.
Dalam mengentaskan kemiskinan, LaNyalla mencontohkan, negara tidak bisa hanya melakukan intercept dengan bantuan-bantuan sosial. Sementara kebijakan di Hulu memberi ruang sebesar-besarnya kepada Oligarki untuk menguasai ekonomi dan menguras sumber daya alam.
Oleh karena itu, LaNyalla mengajak kembali kepada Falsafah yang telah dibuat dan disepakati oleh para pendiri bangsa yaitu Pancasila. Dimana tujuan
hakiki dari lahirnya bangsa ini adalah mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Kita jangan jadi bangsa yang murtad terhadap jati dirinya. Jangan menjadi generasi durhaka kepada para pendiri bangsa dan jangan bangga menjadi bangsa yang tercerabut dari akar
budayanya sendiri. Karena bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai
sejarah peradaban, menghargai pemikiran luhur para pendiri bangsa. Dan hanya bangsa yang besar yang berani
menyingsingkan lengan untuk berdaulat, mandiri dan berdikari tanpa campur tangan negara lain,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu LaNyalla berterima kasih, karena DPD RI untuk kesekian kalinya dipercaya oleh elemen civil society, dalam menitipkan aspirasinya. Meskipun hasil Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, memberikan ruang kekuasaan yang cukup besar kepada Partai Politik. Sementara peran DPD RI tidak diberi ruang yang cukup sebagai peserta Pemilu Perseorangan.
“Tetapi DPD RI, sebagai wakil daerah, wakil dari stakeholder yang ada di seluruh daerah, tetap akan berusaha maksimal meresonansikan apa yang disampaikan seluruh elemen masyarakat. Posisi saya sebagai Ketua DPD RI, yang juga Senator, memang meminta seluruh anggota DPD RI untuk tidak tersekat dalam kelompok tertentu. Tetapi mewakili dan menerima seluruh elemen. Sejatinya seorang Senator harus berpikir dan bertindak sebagai seorang Negarawan yang berada di dalam wilayah legislatif,” ujar dia.
(Rel/dpd)