Oleh: Isa Kurniawan
SEORANG kawan mengirimkan ke saya melalui WhatsApp (WA) video dengan durasi 32 detik sebuah videotron yang sedang mengiklankan/mempromosikan rokok yang lokasinya di Simpang Kandang Padang. Kira-kira jaraknya 150 m dari SMPN 1 Padang Jl Sudirman.
“Selamat datang di kota ramah anak,” tulisnya dengan emotion senyum-senyum.
Kemudian, diiringi dengan foto kliping berita dari sebuah media online dengan judul ; Terkesan Biarkan Iklan Rokok Marak di Padang, Ini Jawaban Bapenda.
****
Minggu lalu, Walikota Padang Hendri Septa menerima Tim Verifikasi Lapangan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemen-PPA RI), yang dipimpin Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kemen-PPA RI, Elita Gafar, di Rumah Dinas Walikota, Jl A Yani Padang, dalam rangka melakukan penilaian Kota Layak Anak (KLA) tahun 2023.
Adapun dari penilaian Kemen-PPA RI itu nantinya akan diberikan penghargaan KLA, yang terdiri dari 4 predikat, yakni; Pratama, Madya, Nindya, dan yang paling puncaknya Utama.
Menurut Walikota Hendri Septa, saat ini Kota Padang sedang mengejar untuk meraih KLA dengan predikat Utama. Karena lima tahun ke belakang selalu meraih predikat Nindya.
****
Sebuah KLA harus lah memiliki lingkungan yang aman dan nyaman untuk tumbuh kembang anak, memberikan pendidikan yang berkualitas, serta memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kesehatan, pangan, dan air bersih.
Ada 24 indikator penentu layak tidak suatu daerah menjadi KLA, dimana salah satu di antaranya menyinggung tentang iklan, promosi dan sponsor rokok.
****
Mencermati maraknya iklan rokok di Kota Padang, maka dapat saya pastikan Padang Kota Tidak Layak Anak (KTLA). Jadi KLA dengan predikat Nindya yang selama ini disandang patut dipertanyakan. Patut dievaluasi.
Hal ini mengingat permasalahan iklan, promosi dan sponsor rokok masuk dalam indikator penentu layak tidaknya diberikan KLA.
Apanya yang dilihat/dinilai oleh Tim Verifikasi Lapangan Kemen-PPA RI selama ini? Ini menandakan bahwa penghargaan KLA predikat Nindya terhadap Kota Padang itu abal-abal. Tidak melihat kenyataan yang sebenarnya di lapangan.
Saya cermati, di jalan protokol, dari Jl Bagindo Aziz Chan, Jl Sudirman, Jl Rasuna Said, Jl Khatib Sulaiman, ada beberapa videotron yang kontennya mengiklankan/mempromosikan rokok. Sementara videotron tersebut jaraknya dekat dari sekolah.
Hal ini, sedikit banyaknya tentu berpengaruh terhadap anak-anak. Apalagi ditambah letaknya di jalan protokol yang menjadi bagian dari kawasan tanpa rokok (KTR).
KTR bukan sekadar tidak boleh merokok —pada lokasi tertentu, tetapi termasuk tidak boleh mengiklankan /mempromosikan rokok.
Mengenai KTR di Kota Padang, sudah ada Perwako No 25 Tahun 2016 dan Perda No 24 Tahun 2012 yang melarang iklan rokok —walaupun revisi perda ini masih terbengkalai di DPRD Padang.
****
Semua sepakat bahwa di dalam membangun Kota Padang itu butuh dana, PAD (Pendapat Asli Daerah). Salah satu sumber dana itu yakni dari pajak —termasuk pajak reklame.
Tetapi dengan adanya iklan/promosi rokok yang dekat dengan sekolah mereka, berarti Pemko Padang sudah mengorbankan anak-anak demi mengejar/mendapatkan cuan, atau PAD.
Kemudian hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan Pemko Padang dalam upaya meraih KLA predikat Utama.
Adanya kontradiksi. Di satu sisi berjuang untuk KLA, di sisi lain ikut serta mengiklankan/mempromosikan rokok.
Pertanyaannya, apakah harus rokok? Bukankah banyak lagi produk lain, seperti consumer goods, minuman suplemen, obat-obatan, otomotif, dan lainnya, yang bisa beriklan/berpromosi?
Sebaiknya hal ini menjadi perhatian Walikota Hendri Septa. Jangan sampai ada yang minta/menyurati Kemen-PPA RI untuk mencabut KLA predikat Nindya, dan/atau untuk tidak memberikan KLA predikat Utama kepada Kota Padang di tahun 2023 ini. *)
Penulis adalah Warga Padang