JAKARTA, AmanMakmur.com — Persetujuan RCEP atau entry into force pada 1 Januari 2022, dimana 12 negara anggota RCEP (7 Negara anggota ASEAN dan 5 Negara mitra) telah menyelesaikan proses ratifikasinya termasuk Indonesia yang ditandai dengan adanya Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dan Kementerian Perdagangan membahas Pengesahan Persetujuan Regional ini pada tanggal 13 Desember 2021 lalu.
Anggota Komisi VI DPR RI, Hj Nevi Zuairina pada rapat kerja tersebut meminta kepada pemerintah agar Perjanjian perdagangan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) tidak menjadikan negara Indonesia sebagai obyek pasar belaka.
“Yang paling krusial adalah, setiap perjanjian perdagangan internasional kita dimana ada persetujuan regional jangan sampai mengorbankan pelaku usaha kecil menengah dalam negeri. UMKM justru diberikan ruang yang leluasa agar mampu bertahan dan membesar di dalam negeri sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan skala usaha mereka. Peran pemerintah di sini akan sangat signifikan pada proses pendampingan maupun pelatihan agar ada program yang memberi ruang bagi mereka”, tutur Nevi.
Saat ini, lanjut Nevi peran pemerintah sangat penting pada peran UMKM dan akan terus memperkuat daya saing UMKM, antara lain melalui program 1500 UKM Go Ekspor; UMKM on board ke platform digital; Kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GNBBI); Pendirian Rumah Kreatif BUMN dan Klinik Ekspor; Fasilitasi pusat logistik bagi IKM; dan engembangan sistem database industri terintegrasi melalui program e-Smart IKM.
Sementara itu, tambahnya, untuk penguatan e-Commerce, sedang dilakukan percepatan infrastruktur digital, mendorong adopsi teknologi, peningkatan SDM dan talenta digital, dan dukungan regulasi pendukung termasuk mendorong penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi yang tertuang dalam Peta Jalan Ekonomi Digital Indonesia (2021-2030).
Terkait Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement/IK-CEPA), Nevi mengatakan akan tujuan dari perjanjian ini adalah penurunan/penghapusan tarif impor.
sedangkan ATISA memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pengurangan hambatan perdagangan; mendukung Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA); menjadi peluang usaha yang makin luas bagi pelaku jasa Indonesia di ASEAN; serta mendorong kerja sama antar pelaku usaha sektor jasa di ASEAN, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, serta diversifikasi pasokan dan distribusi jasa
“Kami di Komisi VI, telah sepakat bahwa rencana pengesahan persetujuan perdagangan jasa antara negara anggota ASEAN (ATISTA) akan secara teknis memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional baik secara mikro dan makro, sehingga ratifikasi persetujuan tersebut dapat dilakukan melalui peraturan presiden. Namun demikian, Komisi VI DPR RI meminta kepada Kementerian Perdagangan agar setiap tahapan dalam perundingan perjanjian perdagangan internasional agar memperjuangkan kepentingan nasional secara optimal”, urai Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini meminta kepada pemerintah agar setiap tahapan perjanjian perdagangan internasional, perlu dilakukan konsoltasi dengan DPR agar ada pembaharuan situasi dan informasi yang nantinya dapat dilakukan keputusan bersama.
“Intinya semua perjanjian perdagangan internasional kita, jangan sampai mengorbankan UMKM dan jangan jadikan negara kita hanya sebagai obyek pasar belaka” tutup Nevi Zuairina.
(Rel/nzvoice)