JAKARTA, AmanMakmur —Kelompok DPD RI di MPR RI gelar dialog bahas perubahan ketiga konstitusi sebagai jawaban atas kebutuhan sebuah lembaga yang dapat menjadi katalisator terhadap kepentingan-kepentingan daerah.
Perlu adanya pengakuan konstitusi terhadap eksistensi DPD RI dalam sebuah lembaga MPR RI yang memiliki kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UU, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta menghentikan Presiden dan Wakil Presiden.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua III Kelompok DPD RI di MPR RI Alirman Sori pada Dialog Kebangsaaan, di Lobi Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/12).
“Perlu adanya pendalaman terkait isu-isu yang sedang berkembang antara lain terkait penataan kewenangan MPR RI, Penataan Kewenangan DPD RI dan penataan sistem presidential threshold,” jelasnya.
Ahli Peneliti Utama/Profesor BRIN (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan konstruksi berbangsa dan bernegara di Indonesia sejauh ini belum mencapai bentuknya yang ideal dan final karena negara ini masih dalam tataran on going precess of becoming Indonesia, proses menjadi Indonesia.
“Keberadaan DPD RI sebagai representasi dearah seharusnya diperkuat. Hal-hal yang berkaitan dengan daerah harus menjadi concern bagi DPD RI melalui kolaborasi dengan kampus-kampus dan membangun sinergi dengan Pemerintahan Daerah,” ungkapnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Center for Election and Political Party (CUPP) Fisip UI Chusnul Maríyah mengatakan bahwa DPD RI perlu melakukan langkah elitis untuk memperjuangkan fungsi dan kewenangannya. Ia mengatakan, seharusnya DPD RI tidak hanya perwakilan dari perseorangan saja tetapi memasukkan kepentingan partai politik didalamnya, karena dengan perseorangan DPD RI lemah dengan hanya memiliki 136 fraksi.
“Jika memang ingin mengembalikan peran DPD RI di MPR RI, maka DPD RI perlu speak up untuk perjuangkan kebutuhan rakyat, dengan mengangkat isu-isu kedaerahan dengan memanggil Presiden,” imbuhnya.
(Rel/dpd)