
PADANG, AmanMakmur.com — Ombudsman Perwakilan Sumbar menerima hasil kajian sistemik dari Ombudsman RI pusat tentang “Reformasi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi: 5 Potensi Maladministrasi dan Upaya Perbaikannya”, tertanggal 30 November 2021.
Yefri Heriani selaku Kepala Perwakilan menyampaikan bahwa Ombudsman RI pusat melakukan serangkaian permintaan keterangan dari bulan Agustus – Oktober 2021 terhadap kementerian dan instansi di antaranya Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, PT Pupuk Indonesia, Bank Himbara, Dinas Pertanian, Dinas Pedagangan, distributor pupuk bersubsidi, pengecer resmi, penyuluh dan petani, serta permintaan keterangan ahli.
Ombudsman RI mengidentifikasi beberapa temuan tata kelola pupuk bersubsidi di Indonesia. Pertama, penentuan kriteria dan syarat petani penerima pupuk bersubsidi saat ini tidak diturunkan dari rujukan Undang Undang yang mengatur secara langsung pupuk bersubsidi yaitu UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan UU No 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, serta UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kedua, pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan berujung dengan ketidakakuratan data. Hal ini berdampak pada buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran pupuk bersubsidi.
Yefri melanjutkan temuan ketiga, terbatasnya akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi serta permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi.
Keempat, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan prinsip 6 tepat (tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu).
Kelima, belum efektifnya mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi, sehingga belum tertanganinya secara efektif berbagai penyelewengan dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
“Hasil dari kajian sistemik tersebut telah disampaikan oleh Ombudsman RI kepada para pihak melalui virtual oleh Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, kepada Ketua Komisi IV, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Keuangan dan Direktur Utama PT. Pupuk Indonesia, pada hari Selasa, tanggal 30 November 2021,” ujar Yefri.
Sementara itu Yunesa Rahman, selaku Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Maladministrasi Kantor Perwakilan menyebutkan bahwa dari sudut pelayanan publik, petani itu konsumen, dan konsumen itu adalah raja.
“Sebagai raja, petani itu harus dimuliakan, dilayani dengan baik, dan dipermudah. Segala perkara yang membuat rumit petani harus dihilangkan,” tutur Yunes.
Subsidi itu seharusnya mudah diawasi. Kata kuncinya adalah penggunaan dan optimalisasi teknologi informasi. Penerapan kartu tani, T-Pubers merupakan random act of digital yang akan menghambat proses digital transformation, sehingga diperlukan utilisasi teknologi dengan keharusan proses integrasi data yang serba mudah.
Sehingga ke depannya, Kartu Tani harus didorong menjadi Kartu Tani Digital. subsidi itu harus mudah dipertanggungjawabkan, sehingga harus mendorong partisipasi publik untuk bersama sama mengawasi dalam proses panyalurannya.
“Musyawarah desa sebagai instrumen dalam menetapkan RDKK dan perlunya lembaga khusus pengawas pupuk bersubsidi, merupakan hal baru yang akan disarankan dalam perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi ini,” ujar Yunes, berdasarkan rilis narasi yang diterimanya dari Ombudsman RI Pusat.
Yunes juga menyampaikan berkaitan kajian sistemik tersebut, Ombudsman sudah menyampaikan saran perbaikan dalam tata kelola reformasi pupuk bersubsi tersebut.
Ombudsman akan memberikan waktu kepada intansi untuk mempelajari ataupun melakukan komunikasi dalam pelaksanaan saran perbaikan.
“Ombudsman akan melakukan monitoring pelaksanaan sesuai waktu yang diatur oleh peraturan perundang-undangan”, tutup Yunes.
(Rel/Ad)