JAWA BARAT, AmanMakmur.com — Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengapresiasi pelaksanaan Bandung Fair 2022, di Ubertos Mall Bandung, Minggu (30/10/2022).
Menurut LaNyalla, Bandung Fair 2022 tidak saja mempertemukan pengusaha pameran dengan pengunjung pameran, tetapi juga mempertemukan insan-insan kreatif, seniman dan budayawan Jawa Barat dalam satu arena. Sehingga potensi market semakin besar, karena daya tarik multi sektor ini.
Pada saat yang sama, LaNyalla juga menyinggung peran pemerintah dalam memperkuat posisi UMKM, utamanya dalam menghadapi resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun 2023.
Pemerintah, kata LaNyalla, memang telah mendorong agar semakin banyak lahir UMKM atau UKM, melalui beragam skema bantuan dan pelatihan yang diberikan.
“Tetapi stimulus tersebut tidak dibarengi dengan kehadiran pemerintah dalam memastikan keberadaan eksisting market atau angka pasti jaminan ketersediaan pasar. Ini penting untuk kita pikirkan, terutama dalam menghadapi ancaman resesi global yang sudah di depan mata,” katanya.
Menurut LaNyalla, catatan ini penting sebagai masukan bagi pemerintah pusat dan daerah. Sebab, kebangkitan ekonomi selalu ditandai dengan adanya aktivitas ekonomi.
“Salah satu aktivitas ekonomi adalah pameran dagang. Di dalam pameran dagang terjadi pertemuan antara buyer dan seller. Itulah pasar. Dan diharapkan terjadi transaksi. Itulah ekonomi. Itulah ukuran keberhasilan sebuah pameran,” tutur LaNyalla.
LaNyalla mengaku bangga dengan penyelenggara Bandung Fair 2022 yang mengoptimalkan produk UMKM serta memadukan dengan beragam festival budaya rakyat.
Selain itu, calon-calon pelaku UMKM pun harus diberi pelatihan untuk berani terjun sebagai pengusaha UMKM.
“Tetapi, kita tidak punya data yang pasti dan riil tentang berapa jumlah market yang dapat menyerap produk mereka, atau berapa besar serapan marketnya. Yang ada hanya proyeksi-proyeksi,” ujarnya.
Padahal, kita sedang menjalankan hukum ekonomi. Artinya, jika supply terlalu banyak, sementara demand tidak ada, maka yang terjadi adalah penurunan harga atau pelaku usaha itu akan gulung tikar.
“Inilah yang sering saya sampaikan sebagai kritik kepada pemerintah di daerah-daerah yang gencar membangun sentra-sentra lokasi untuk pedagang, tetapi tanpa ada data market size di lokasi tersebut. Bahkan, market tidak didesain untuk datang ke sentra-sentra tersebut,” tutur LaNyalla.
Menurutnya, sebagian modal pedagang adalah dengan menjual aset yang dimiliki sebelumnya atau dengan meminjam modal perbankan. LaNyalla menegaskan hal ini persoalan serius di pemerintahan.
“Kita tidak punya data konkret dan riil berapa jumlah UMKM yang gulung tikar dalam tiga bulan. Dalam enam bulan atau dalam satu tahun. Dan kita juga tidak punya data serta informasi yang secara spesifik menjelaskan mengapa mereka gulung tikar,” papar LaNyalla.
Dikatakan LaNyalla, memastikan market ada adalah salah satu tugas penting pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Karena itu, LaNyalla menilai perencanaan dalam pembangunan di daerah menjadi sangat penting. Terutama pembangunan infrastruktur seperti sentra-sentra bisnis dan pasar-pasar baru.
“Catatan berikutnya adalah maraknya platform e-commerce, yang ternyata mayoritas diisi barang impor dari Tiongkok. Padahal, nilai transaksi marketplace di Indonesia di tahun 2020 lalu, mencapai Rp266 triliun. Artinya uang Rp266 triliun itu mayoritas kita belanjakan untuk produk impor,” beber LaNyalla.
Faktanya, anak bangsa hanya menjadi penjual di marketplace. Dan mereka hanya mendapat sedikit keuntungan dari penjualan. Nilai tambah utama tentu ada pada produsen di negara asal barang itu didatangkan.
Namun, belakangan ini mulai terjadi pengurangan tenaga kerja yang dilakukan sejumlah marketplace yang beroperasi di Indonesia, terutama marketplace besar seperti Shopee, JD.ID, dan lain-lain.
“Mereka mulai menutup sejumlah gudang dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Artinya, mereka sudah membaca dari Big Data, tentang produk-produk apa yang diminati pembeli di Indonesia. Sehingga yang tidak laku, mereka hapus,” beber LaNyalla.
Sebagian dari marketplace ini, yang berkantor pusat bukan di Indonesia ini juga sudah melakukan IPO ke lantai bursa. Sehingga, modal awal yang mereka tanamkan sudah kembali dan bisa dialihkan ke bisnis yang baru lagi, yaitu bisnis energi terbarukan, yang menjadi tuntutan masa depan global.
“Inilah pekerjaan besar kita sebagai bangsa, untuk kembali membangun kekuatan ekonomi kerakyatan. Dan membangun ekonomi kerakyataan dengan mazhab ekonomi liberal dan kapitalistik, tidak akan pernah berhasil,” tegas LaNyalla.
Oleh karena itu, di berbagai kesempatan kita selalu menawarkan gagasan agar kita kembali ke sistem ekonomi yang sudah didesain para pendiri bangsa kita.
“Yaitu Ekonomi Pancasila. Sehingga Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, berikut naskah Penjelasannya mutlak diberlakukan kembali,” demikian LaNyalla.
Hadir pada kesempatan itu Senator asal Jawa Barat, Eni Sumarni, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Sekretaris Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM AH Novieta, Kasdim 0618 Kota Bandung, Letkol Inf Muksit, Pangeran Sumedang Larang Rd Lucky Johari Soemawilaga, Tokoh Budaya Jawa Barat Wak Deden, Uyut Yahya Jaya Santika dan Ki Sena Adi Jaya Kusuma Jati serta Tokoh Budaya Suka Pura Uyut Yani dan Ki Pamanah Rasa dan sejumlah tamu undangan lainnya.
(Rel/dpd)