Oleh: Gusdiana Oktavia
KEKUATAN hati perempuan Minang dapat kita lihat dari simbol yang dari dahulunya ialah “tingkuluak tanduak”, yang mana di sini dapat kita ketahui tingkuluak ini adalah penutup kepala wanita, bentuknya yang menyerupai tanduk.
Jenis penutup kepala ini terbuat dari kain yang dibentuk selendang panjang, kemudian dibentuk menyerupai tanduk dengan dua sisi kiri dan kanan berbentuk lancip seperti tanduk kerbau.
Biasanya yang menggunakan tingkuluak ini ialah perempuan dalam pertunjukan tari adat, upacara adat, penyambutan tamu, dan pengiringan pengantin dalam acara pernikahan.
Kenapa dikatakan tingkuluak ini dilambangkan sebagai kekuatan hati perempuan? Karena mempunyai kemauan yang tinggi dalam mencapai sesuatu yang baik, gigih dan tidak pernah putus asa.
Makna filosofi dari tingkuluak yang menyerupai rumah gadang adalah bahwa perempuan si pemilik rumah gadang atau rumah bundo kanduang bagi kaumnya.
Pada ujung tingkuluak itu sendiri dibuat tumpul yang artinya bersifat berani, ramah tamah dan tidak ingin melukai hati orang lain.
Panjang tanduk atau kedua sisi pada tingkuluak harus sama, yang artinya seimbang bersifat adil sesuai kebutuhan dan kebaikan masyarakat.
Tingkuluak ini juga banyak macamnya, dan banyak namanya. Dapat kita lihat dari namanya, yaitu:
1. Tingkuluak Tanduak
Dinamakan tingkuluak tanduak karena bentuknya yang menyerupai tanduk kerbau. Tingkuluak tanduak biasanya terbuat dari kain songket tenunan yang dikombinasikan dengan benang emas khas Minang .
Pada bagian belakang, tingkuluak tanduak ini biasanya diberi hiasan berupa kain yang terurai.
Tingkuluak ini dipakai dengan cara kain yang dibentuk menjadi selendang panjang yang kemudian di kreasikan menyerupai tanduk dengan dua sisi kiri dan kanan berbentuk lancip seperti tanduk kerbau.
2. Tingkuluak Balapak
Tingkuluak ini dinamakan tingkuluak balapak atau tingkuluak kambang balapak. Tingkuluak ini merupakan pakaian bundo kanduang yang biasanya digunakan ketika upacara perkawinan sunatan atau batagak panghulu.
Tingkuluak balapak menggunakan kain songket atau kain basahan hitam. Kain basahan hitam terbuat dari benang katun dengan warna dasar hitam dan hijau lumut, bidang kain kotak kotak kecil bagian ujung dan pinggir selendang dihiasi benang emas yang disungkitkan pada waktu menenun.
Tingkuluak ini berbentuk seperti gonjong atap rumah gadang persegi panjang. Pada bagian atas ujung kiri kain menutupi kedua ujung tanduk dan ujung sebelah kanan dibiarkan terurai
Cara mengenakan tingkuluak ini dengan terlebih dahulu membentuk tingkuluak tanduak, kemudian sisi ujung kanan selendang dilipat hingga menutupi tanduak tadi dan ujung kiri dibiarkan jatuh ke belakang untuk menutupi rambut.
Tingkuluak ini tidak hanya berfungsi hanya sebagai pakaian semata. Salah satu contohnya tingkuluak balapak bundo kanduang di Nagari Sungayang Kabupaten Tanah Datar.
Tingkuluak balapak asal daerah tersebut melambangkan kebangsawanan, serta tidak bolehnya menjunjung beban yang berat. Minsia yang ditata berada pada bagian kanan menggambarkan bahwa demokrasi lebih diutamakan di kawasan kenagarian Sungayang, tetapi berbeda pada batas batas tertentu di lingkungan alur dan patut.
3. Tingkuluak Balenggek
Tingkuluak ini terdiri dari dua tingkuluak yang dibuat bertingkat yang terbuat dari kain balapak.
Di Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar, tingkuluak balenggek pada zaman dahulu hanya di pakai oleh kaum bangsawan atau keturunan penghulu, maka harus meminta izin atau membayar uang adat terlebih dahulu kepada penghulunya.
Cara mengenakannya yaitu pada lapisan bawah kain dibentuk seperti tingkuluak tanduak. Lalu pada bagian atas yang terbuat dari kayu ringan dililit degan kain yang yang diberi pinggiran dan di hiasi berbagai ukiran berwarna keemasan.
4. Tingkuluak Sapik Udang
Tingkuluak sapik udang ini berasal dari Padang Magek, Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar. Dinamakan sapik udang karena menggunakan kain sarung sapik udang yang di tenun dengan motif kotak-kotak kecil warna hitam . Kain sarung tadi dipadukan dengan sehelai mukena .
Cara menggunakannya yaitu; kain sarung dilipat dua memanjang dan mukena atau yang dikenal dengan nama talakuang di Minangkabau dilipat empat, lalu diposisikan mukena berada di dalam kain sarung, namun salah satu ujung mukena ditarik sehingga terlihat keluar.
Kemudian sisi kain dengan mukena tadi diletakkan di kepala sebelah kiri dan bagian kanan di bentuk menjadi tanduk dengan memutarkan ujungnya ke belakang kepala sehingga melilit ujung kiri. Ujung kiri dibuat seperti menyerupai bunga kecubung sedangkan ujung kanan menjadi tanduk.
Selain untuk menutup kepala, tingkuluak ini juga sebagai cara membawa kelengkapan salat. Begitu masuk waktu salat tingkuluak tersebut dapat di fungsikan menjadi kelengkapan salat menutup aurat.
5. Tingkuluak Talakuang
Tingkuluak talakuang atau batilakuang umumnya di gunakan dalam keseharian perempuan di Batipuah, Kabupaten Tanah Datar. Tingkuluak ini juga di gunakan degan baju kuruang dan kodek kain batik saat kegiatan mamanggia atau mengundang orang lain untuk pada hajatan.
Cara mengenakan tingkuluak jenis ini yaitu; terlebih memasang samiri atau salambiri yang terbuat dari kain katun berbentuk persegi empat. Kain ini dilipat seperti memasang tingkuluak sapik udang.
Pada lapisan kedua dibentuk yang sama menggunakan kain beludru berwarna hitam. Tingkuluak ini juga dihiasi dengan loyang yang berbentuk wajik bunga dan sebagainya.
6. Tingkuluak Koto Gadang
Tingkuluak Koto Gadang biasanya digunakan pengantin wanita di Koto Gadang saat acara pernikahan. Terbuat dari kain beludru berwarna merah atau ungu tua, berbentuk persegi panjang. Pinggiran kain dihiasi dengan minise atau renda yang berwana keemasan. Permukaan kain dihiasi taburan loyang bermotif bunga, bintang dan sebagainya.
Itulah tadi beberapa nama nama tingkuluak di Minangkabau dan juga filosofi yang tersurat dalam artian tingkuluak. *)
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand)