JAKARTA, AmanMakkur.com — Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan bahwa perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan pemerintah Swiss, dimana perjanjian yang menjadi UU No 5 Tahun 2020 tentang ratifikasi MLA Indonesia Swiss itu diyakini LaNyalla bisa membantu negara mengatasi krisis keuangan. Hal itu disampaikan saat Executive Brief yang dilaksanakan DPD RI, Senin (5/6/2022).
LaNyalla mengatakan ada gerakan internasional untuk membersihkan uang kotor dari ekonomi dunia.
“Yang harus kita ketahui, lebih dari 30 triliun dolar tersembunyi di back office, tersimpan di surga pajak, dan di rekening rahasia. Jumlah ini merupakan sepertiga dari global GDP (Gross Domestik Product),” tuturnya.
Menurut LaNyalla, Sri Mulyani saat menjabat di Bank Dunia pernah menulis artikel bertajuk dirty money and development yang mengulas bahwa uang kotor di dunia seharusnya segera dimanfaatkan bagi usaha mengatasi krisis dan kemiskinan.
Dengan alasan tersebut, LaNyalla menilai penandatanganan perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan Pemerintah Swiss sangat positif.
“Sebab perjanjian itu sebagai mekanisme menyita uang hasil kejahatan keuangan yang tersimpan dalam rekening rahasia. Apalagi Indonesia juga telah mengesahkan perjanjian MLA tersebut menjadi UU No 5 Tahun 2020 tentang ratifikasi MLA Indonesia Swiss,” kata Senator asal Jawa Timur itu.
Dalam penilaian LaNyalla, jika perjanjian dan UU MLA dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah, maka Indonesia memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar bagi agenda global yakni recovery ekonomi, digitalisasi dan transisi energi.
“Apalagi Indonesia sebagai G20 Presidency telah mendapat mandat besar bagi pemulihan ekonomi dunia. Indonesia memiliki kesempatan besar dalam menjalankan semua agenda perubahan global termasuk transisi energi sebagai salah satu agenda utama G20 Presidency bagi pemulihan lingkungan dikarenakan sebagai paru paru dunia,” tukasnya.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan Indonesia memiliki peluang untuk menyongsong akhir dari petrodollar system. Karena, kekayaan energi Indonesia yang kompleks, dan Indonesia telah diberi gelar oleh pemerintah Inggris sebagai climate super power.
“Posisi ini dipandang sebagai super power baru menggantikan konsep super power yang lama. Dan sebagai G20 Presidency, Indonesia dapat memimpin dunia bagi pembentukan keseimbangan global baru, melalui transparansi dan digitalisasi dan recovery ekonomi pasca Covid-19 yang akan dimulai dari transparansi keuangan dengan tools digitalisasi keuangan,” katanya.
Dijelaskan LaNyalla, transparansi keuangan akan menjadi pintu pembuka sumber sumber keuangan baru bagi pembangunan global dan pemulihan lingkungan hidup.
(Rel/dpd)