JAKARTA, AmanMakmur.com —-Anggota DPD RI yang juga Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga hadir sebagai pembicara dalam kegiatan Webinar Mata Kuliah Legislatif pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan PPHI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB), Kamis (21/4).
Dalam kegiatan yang bertemakan Webinar Bincang Legislatif “Peran Dewan dalam Membela Rakyat” tersebut, Fernando Sinaga mengungkapkan berbagai strategi dan kendala dirinya sebagai anggota DPD RI dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dalam paparannya, Fernando mengawalinya dengan menyatakan meskipun memiliki keterbatasan kewenangan, kekuasaan dan anggaran, DPD RI sejauh ini konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat daerah dalam bentuk menampung, mendengar dan menyampaikan aspirasi rakyat daerah.
D ihadapan para mahasiswa FISIP UB yang hadir melalui aplikasi zoom meeting, Fernando menjelaskan soal kendala dan sejumlah permasalahan DPD RI selama ini.
Menurutnya, komunikasi dan lobi politik DPD dengan DPR saat ini belum berjalan efektif dan efisien sehingga banyak RUU masukan dari DPD yang tidak ditindaklanjuti oleh DPR.
“Begini, konstitusi pasca-amandemen di era rezim reformasi ini masih setengah hati memberikan wewenang kepada DPD RI dalam upaya mendorong strong bikameral. Kondisi tersebut menyulitkan DPD membangun posisi tawar politik yang setara dengan DPR. Selain itu, konstitusi juga membatasi jumlah keanggotaan DPD secara sama setiap provinsi”, ujarnya.
Fernando menyebutnya sebagai krisis kewenangan di tubuh DPD RI meskipun sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengembalikan fungsi konstitusional melalui permohonan uji materi.
“Krisis kewenangan ini membuat pemahaman kita semua tentang strong bikameral menjadi rancu. DPR tetap saja menjadi penguasa tunggal legislatif”, kata Fernando.
Namun demikian, Fernando melanjutkan, dengan berbagai keterbatasan kewenangan DPD RI, para anggota dan dirinya terus memperjuangkan aspirasi rakyat melalui berbagai strategi.
“Strategi pertama adalah serap aspirasi. Melalui masa reses dan kunjungan kerja ke dapil, kami bisa maksimal dalam menyerap aspirasi. Kalau saya di dapil saya di Provinsi Kaltara contoh kasus adalah ketika saya menyerap aspirasi warga perbatasan Kaltara dengan Malaysia soal desakan percepatan dibukanya jalur perdagangan lintas negara di momentum ramadan dan jelang lebaran ini”, jelas Fernando.
Fernando mengatakan, strategi kedua yang ditempuhnya adalah advokasi kebijakan. Menurutnya, strategi ini ditempuh melalui instrumen seperti rapat kerja dengan Pemerintah Pusat dan memfasilitasi kehadiran pejabat pemerintah pusat untuk langsung berdialog dengan warga di Dapil.
“Berdasarkan pengalaman saya baru–baru ini yaitu contoh kasus seperti sengketa tanah Pemkab Tana Tidung dengan BUMN yang kami fasilitasi dan advokasi untuk segera diselesaikan. Contoh kasus lainnya adalah jelang ramadan lalu kami bersama sejumlah wakil menteri berdialog dengan perwakilan warga perbatasan Kaltara dengan Malaysia terutama membahas kesejahteraan warga perbatasan”, ungkapnya.
Strategi berikutnya, ungkap Fernando, yaitu bekerjasama dengan media massa. Dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, media massa memegang peranan yang sangat penting.
“Melalui media massa kami bisa melakukan ekspos publik berbagai aspirasi dan kasus yang menimpa rakyat di Dapil saya misalnya, sehingga bisa menggugah Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menyelesaikan kasus tersebut. Contoh kasus adalah upaya kami semua anggota DPD di masing–masing dapil yaitu turut memperjuangkan pemekaran daerah”, timpalnya.
Di akhir paparannya, Fernando mengatakan basic paradigma DPD RI sesungguhnya adalah dipilih untuk menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi daerah. Maka DPD RI harus diperkuat melalui amandemen konstitusi sehingga Pemilu 2024 akan menghasilkan DPD RI yang mampu menjadi penyeimbang dalam gagasan mendorong strong bikameral.
“Kami ingin mengajak mahasiswa FISIP UB ikut mendukung penguatan DPD RI melalui apa yang kami sebut bikameral yang setara, jika strong bikameral itu sulit diwujudkan. Bikameral yang setara ini dimaksudkan agar semua rancangan UU yang dihasilkan DPD tidak sia–sia, saat ini malah hanya mangkrak tidak jelas di DPR. Misalnya bagaimana kelanjutan RUU Daerah Kepulauan, RUU BUMDes yang tidak dilanjutkan”, tegas anggota Badan Sosialisasi MPR ini.
(Rel/dpd)