SABTU siang tanggal 9 April 2022, karena tidak ada kegiatan, untuk mengisi waktu saya membuka Facebook. Tanpa sengaja saya membuka postingan ketua Gapensi Kabupaten Solok Jasnil Khaidir, sang penganten baru yang baru beberapa bulan melepas masa “lajangnya” yang kedua.
Ternyata Bung Jasnil sedang melakukan siaran langsung dari rapat paripurna istimewa memperingati hari jadi Kabupaten Solok ke-109 di DPRD Kabupaten Solok yang belakangan terkenal karena kericuhan yang berkepanjangan di internal di lembaga tersebut.
Bertepatan pada saat itu acara yang disiarkan Bung Jasnil adalah pidato Bupati Solok, Pak Epyardi Asda.
Satu hal yang menarik perhatian bagi saya dari pidato bupati tersebut adalah ketika bupati merespons usulan yang disampaikan Pak Asrul Syukur dalam pidatonya sebagai tokoh masyarakat Kabupaten Solok dalam acara tersebut, tentang perlunya direalisasikan pembangunan jalan Alahan Panjang menuju Kiliran Jao yang melintasi dan menghubungkan 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Solok, Dharmasraya dan Sijunjung
Bukanlah hal yang aneh kalau Pak Asrul Syukur yang mengangkat usulan itu kembali, karena memang Pak Asrul Syukur punya hubungan emosional yang kental dengan ketiga daerah kabupaten tersebut. Pak Asrul Syukur adalah putra Solok yang hampir bisa dikatakan tidak pernah berkarir di Solok, tanah kelahirannya. Pak Asrul Syukur adalah pamong senior yang membina karir di Sijunjung, kemudian ketika ada pemekaran sebagian wilayah Sijunjung menjadi Kabupaten Dharmasraya, Pak Asrul Syukur pula yang ditunjuk sebagai kepala daerah pertama dengan jabatan Pj Bupati Dharmasraya.
Mendengar jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao disebut Bupati Solok dalam pidatonya, ingatan saya langsung melayang pada masa dua puluh tahunan silam, tepatnya pada tahun 1999.
Pada tahun tersebut saya bertugas sebagai konsultan pada program pengentasan kemiskinan P3DT bantuan IBRD sebagai konsultan pendamping perbaikan di Kabupaten Sijunjung dengan wilayah kerja daerah pedalaman Sijunjung, tepatnya di daerah Silago, Banai, Durian Simpai dan Lubuak Karak Siraho yang sekarang masuk Kabupaten Dharmasraya.
Dari tokoh masyarakat Lubuak Karak Siraho lah, ketika itu saya tahu bahwa sebenarnya sudah ada rencana pembangunan Jalan Kiliran Jao – Alahan Panjang dan sudah ada rambu rambu penunjuk arah ke Alahan Panjang terpasang di Jalan Nasional di Kiliran Jao, kemudian lagi menurut tokoh tersebut karena tahu saya berasal dari Solok, beliau mengatakan bahwa Garabak Data Solok ada di balik hutan Siraho sambil menunjuk ke salah satu bukit yang sepertinya masih “perawan” ketika itu.
Ketika di penghujung tahun 2004 saya diangkat jadi Anggota DPRD Provinsi Sumbar, saya berpupaya memperjuangkan pembangunan Jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao tersebut sekaligus sebagai bagian upaya membuka keterisoliran Garabak Data dan sekitarnya.
Ada sekitar kurang lebih Rp5 Miliar dalam 5 tahun APBD Provinsi dikucurkan untuk pembangunan jalan tersebut. Yang pembangunannya dimulai dari arah Solok di jalan dekat kantor camat Hiliran Gumanti. Tapi Rp5 Miliar adalah jumlah yang kecil untuk ukuran jalan tersebut, sehingga tidak begitu berarti dan tidak terlalu terlihat hasilnya.
Pada periode kedua saya di DPRD Provinsi, bekerjasama dengan Anggota DPRD yang lain seperti HM Nurnas, HM Tauhid serta H Marlis, ketiganya Urang Sumando Solok, tapi bukan dapil Solok, saya memperjuangkan kembali anggaran untuk pembangunan jalan tersebut.
Maka masuk lah jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao tersebut dalam program tahun jamak Provinsi Sumbar. Sehingga didapat dana Rp40 Miliar dari APBD Provinsi 2012-2014.
Pekerjaan dimulai dari dua arah, dari arah Dharmasraya sebesar Rp20 Miliar dan dari arah Solok sebesar Rp20 Miliar pula. Dari arah Solok pekerjaan dimulai dari arah samping kantor camat Hiliran Gumanti ke arah Garabak Data. Dengan dana Rp20 Miliar berhasil dibuka badan jalan sepanjang 6 Kilo meter dengan lebar lebih dari 20 meter. Dan perkerasan aspal sepanjang kurang lebih 500 meter.
Hampir 8 tahun belakangan tidak ada lagi dana provinsi masuk ke jalan tersebut, karena tidak ada yang memperjuangkannya. Sehingga jalan tsersebut bisa disebut mangkrak seperti “candi Hambalang” di Bogor sana hehehe, (maaf sedikit bercanda, jangan diambil hati)
Memperjuangkan jalan tersebut masuk dalam program tahun jamak provinsi tidaklah mudah. Perlu bersitegang urat leher dan sedikit menggebrak meja menghadapi penolakan dari dinas PUPR Provinsi. Selain alasan besarnya dana yang dibutuhkan, mereka menolak dengan alasan hutan lindung, belum ada DED sampai dengan alasan jalan tersebut belum terdaftar sebagai jalan provinsi.
Tidak hanya penolakan dari dinas PUPR yang ketika itu bernama Dinas Prasjal Tarkim saja yang harus dihadapi, tapi juga dari sesama anggota DPRD yang dari dapil lain. Penulis sendiri hampir bentrok fisik ketika memperjuangkan anggaran jalan tersebut dengan saudara Martias Tanjung, Anggota DPRD dari dapil Agam dan Bukittinggi, ketika rapat kerja dengan Dinas Prasjal Tarkim, tapi untung cepat dilerai oleh kawan-kawan yang lain.
Ketika Presiden Jokowi berlebaran di Ranah Minang tahun 2016, Pengurus DPW Nasdem diberi kesempatan bertemu dengan Presiden di hotel Truntum Padang pada malam takbiran. Karena Pak Syamsu Rahim sebagai Ketua DPW berhalangan ketika itu, maka saya ditunjuk mewakili Pak Syamsu Rahim bersama dua orang pengurus DPW Nasdem yang lain di antaranya Erizal Effendi dan Mailinda Rose. Ketika itu kami membuat usulan tertulis kepada Presiden yang berisi 5 program pembangunan.
Erizal Effendi mengusulkan pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru, Pak Syamsu Rahim mengusulkan fly over Kota Padang dan bus untuk UIN IB, sedangkan saya mengusulkan perluasan lapangan parkir RSUP M Jamil Padang memakai tanah PJKA atau PT KAI dan pembangunan Jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao dengan perkiraan biaya yang saya usulkan ke Pak Jokkowi ketika itu adalah Rp600 Miliar.
Pada pertemuan yang awalnya direncanakan 5 menit tapi molor sampai 25 menit tersebut, Presiden Jokowi menyambut baik seluruh usulan tertulis yang kami sampaikan, sembari mempertanyakan kesiapan pembebasan lahan untuk pembangunan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao tersebut.
Dan malam itu juga kami berteleponan dengan Pak Hediyanto (alm) Dirjen Bina Marga dan beliau menyatakan kesiapan untuk membantu agar usulan kami tersebut diakomodir menjadi program di Kementerian PUPR.
Tapi belakangan saya tidak lagi jadi pengurus Partai Nasdem, maka saya merasa kurang relevan lagi untuk mengawal usulan tersebut. Karena usulan tersebut disampaikan secara resmi atas nama Partai Nasdem.
Pada pertemuan tersebut, saya berkesempatan menjelaskan kepada Pak Jokowi bahwa jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao menyambung dengan Jalan Alahan Panjang – Pasar Baru Bayang Pessel mengarah ke pantai barat pulau Sumatra. Jadi secara keseluruhan jalan tersebut akan memotong pulau Sumatra dari Barat ke Timur di Riau.
Ruas jalan ini sangat penting artinya bagi Sumatra Barat, karena akan menjadi semacam sodetan dan penghubung Sumatra Barat dengan daerah pusat pertumbuhan yang lebih maju yang berada di pantai Timur Sumatra.
Jika jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao bisa direalisasikan maka sangat banyak manfaat dan yang dirasakan oleh kabupaten Solok terutama bagian Selatan dan Timur Kabupaten Solok. Keberadaan jalan tersebut akan memangkas jarak antara Alahan Panjang dan sekitarnya sampai ratusan kilo meter dengan Pekanbaru termasuk daerah Jambi. Sehingga dengan berkurangnya jarak tentu akan meningkatkan pariwisata Danau Diateh dan Danau Dibawah akan menjadi lebih menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan dari Riau dan Jambi, begitu juga dengan distribusi hasil pertanian Alahan Panjang sekitarnya tentu akan lebih cepat.
Manfaat yang tak kalah pentingnya dan sudah menjadi masalah klasik Kabupaten Solok sejak dahulu, jalan tersebut akan membuka keterisoliran daerah Garabak Data dan Kecamatan Tigo Lurah secara keseluruhan yang sesungguhnya merupakan kecamatan dengan wilayah terluas di Kabupaten Solok.
Selanjutnya keberadaan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao secara Geografis akan “merubah” letak Kecamatan Hiliran Gumanti dan Kecamatan Tigo Lurah yang selama ini dianggap sebagai “Halaman Belakang” Kabupaten Solok menjadi “Halaman Depan” Kabupaten Solok.
Pidato Bupati Solok yang merespons usulan pembangunan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao, bisa diibaratkan “mimpi lama yang kembali menyeruak”. Betapa tidak, karena jalan tersebut telah direncanakan sejak lama, yaitu sejak Pak Sabri Zakaria sebagai Kanwil PU Sumbar tahun 90 an, kemudian juga pernah dimulai pembukaannya ketika Pak Gamawan Fauzi sebagai Bupati Solok, dilanjutkan pembukaan dan pembangunannya menggunakan APBD Provinsi Sumatra Barat, namun sejak 8 tahun terakhir jalan tersebut tidak tersentuh sama sekali dan dibiarkan mangkrak.
Dan barulah pada peringatan hari jadi Kabupaten Solok ke 109 tanggal 9 April 2022 kemaren, pembangunan jalan tersebut mengapung lagi ke permukaan melalui usulan tokoh masyarakat dan Pidato Bupati Solok, Pak Epyardi Asda.
Seperti biasa Bupati Solok, Pak Epyardi Asda memang cepat tanggap dalam merespons usulan masyarakat, dan terhadap usulan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao, Bupati Solok secara spontan dalam pidatonya meminta dukungan penuh kepada Bupati Dharmasraya, Pak Sutan Riska Tuanku Kerajaan yang berkebetulan hadir langsung dalam acara peringatan hari jadi Kabupaten Solok yang ke 109 tersebut, untuk bersama-sama memperjuangkannya ke pemerintah pusat.
Permintaan dukungan kepada Bupati Dharmasraya sangatlah tepat, karena seperti disampaikan Bupati Solok sendiri, bahwa partai Pak Sutan Riska adalah partai berkuasa di pusat , sehingga usulan dari kadernya di bawah akan lebih cepat untuk ditindaklanjuti. Apalagi jalan tersebut juga akan menghubungkan Kabupaten Solok dengan Kabupaten Dharmasraya.
Saya sendiri yakin kolaborasi antara Bupati Solok dengan Bupati Dharmasraya dapat segera mewujudkan pembangunan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao melalui dana pemerintah pusat atau APBN, karena mereka berdua punya jaringan luas di pusat khususnya di Kementerian dan Lembaga.
Saya mengapresiasi rencana Bupati Solok untuk mewujudkan pembangunan jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao. Karena jalan tersebut akan sangat menunjang pertumbuhan dan kemajuan Kabupaten Solok ke depan, tidak hanya pertanian, tetapi juga pariwisata dan sosial.
Namun apresiasi saya ini jangan diterjemahkan sebagai posisi atau “tampek tagak” saya dalam rivalitas politik terbuka di Kabupaten Solok antara bupati dengan wakil bupati dan dengan segenap Anggota DPRD Kabupaten Solok.
Saya tidak terlibat dan terkait dalam rivalitas tersebut. Tetapi saya menjaga untuk tetap ojektif dan merdeka dalam berpendapat.
Saya sengaja menyampaikan hal di atas di sini karena dari beberapa tulisan saya sebelumnya dan beberapa kali berbicara di Padang TV ada yang protes kalau saya berpihak kepada bupati. Dan sebaliknya ada dari kalangan yang pro bupati menganggap saya tidak mendukung dan tidak berpihak kepada bupati.
Tapi saya tidak terlalu terganggu dengan kedua penilaian tersebut, karena itu merupakan risiko berdiri netral, ibarat berdiri di tengah tengah jalan, bisa disenggol dari dua arah atau bahkan dari segala arah.
Apalagi bagi saya pribadi apa yang terjadi pada politik di Kabupaten Solok merupakan “seni” berpolitik saja, siapa yang lebih piawai menggunakan kekuasaan politiknya maka dia akan terlihat lebih berkuasa dan berdaya pula dalam mengeleminir kekuasaan politik “lawan” nya.
Dan memperhatikan rivalitas terbuka dalam politik Kabupaten Solok melalui media, maka sepertinya rivalitas tersebut akan berlanjut sampai 2024, dan tak satu pun orang lain yang bisa atau kuasa untuk menghentikannya.
Maka yang paling realistis bagi saya dan masyarakat Kabupaten Solok adalah mengabaikannya saja dan tak usah diambil pusing. Silahkan saja ada rivalitas, tapi jalan Alahan Panjang – Kiliran Jao jangan sampai tak terwujud, dan jangan lupa tahun 2024 masyarakat akan memberi nilai 5 tahunan di TPS. *)
Penulis adalah Pengamat Sosial Politik / Mantan Anggota DPRD Sumbar