JAKARTA, AmanMakmur.com —Jordi Mahardi, Juru Bicara Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan pihaknya tidak bisa membuka data tentang temuan big data, yang menyebut 110 juta pengguna medsos membicarakan tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Hal itu disampaikan Jordi, menyusul permintaan banyak pihak, termasuk Indonesia Coruption Watch (ICW), agar Luhut membuka data yang dia sampaikan tersebut. Menurut Jordi, Luhut memiliki hak untuk membuka atau tidak data tersebut. Sebab big data tersebut katanya, data internal Luhut, dan tidak menggunakan anggaran pemerintah.
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi meminta agar Jubir Luhut, Jordi Mahardi belajar dan membaca dulu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebelum menyampaikan pernyataannya ke media.
“Ini kelas Jubir Menko, tapi malu-maluin negara. Orang ini perlu belajar dulu tentang UU KIP. Baca juga UU tentang Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik. Bila perlu baca juga UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, jadi utuh,” ungkap Senator asal Aceh itu, Senin (4/4).
Dikatakan Fachrul, dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf f, UU Ketebukaan Informasi Publik, tegas disampaikan bahwa informasi yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan terbuka untuk umum harus dapat dijelaskan kepada masyarakat.
“Menko Luhut saat menyampaikan itu di forum yang terbuka untuk publik. Dan sudah viral dimana-mana. Bukan pembicaraan internal yang bersifat tertutup dan off the record,” tandasnya.
Apalagi, lanjutnya, sudah ada pihak yang secara resmi meminta informasi tersebut untuk dijelaskan. Salah satunya, ICW yang meminta secara resmi melalui surat kepada Menko Luhut.
“Itu artinya, ruang lingkup UU Nomor 14/2008 tentang KIP sudah berjalan dan berlaku. Sehingga harus ditaati. Jangan sampai nanti Menko ini melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mematuhi perintah UU,” imbuh Fachrul Razy.
(Rel/dpd)