JAKARTA, AmanMakmur.com —Keberadaan lembaga keuangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sedikit banyak telah berkontribusi dalam menghidupkan mesin ekonomi daerah melalui skema pembiayaan yang inklusif dan ramah masyarakat lokal. BPD memberikan andil terhadap inklusi keuangan yang efektif bagi masyarakat pedesaan. Namun, akibat krisis pandemi Covid-19 yang berdampak langsung terhadap kinerja keuangan perbankan, saat ini banyak BPD yang mengalami kekurangan modal Sesuai standar minimal peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Wimran Ismaun melaporkan saat ini (per September 2021) terdapat 15 BPD lagi yang masih memiliki modal inti di bawah Rp3 triliun. Di antaranya Bank Riau Kepri, Bank BPD DIY, Bank Aceh Syariah, Bank NTT, Bank Kalsel, Bank Jambi, Bank Kalteng, Bank NTB Syariah, Bank SulutGo, Bank Sultra, Bank Maluku Malut, Bank Lampung, Bank Sulteng, Bank Bengkulu, dan Bank Banten.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI) INA untuk turut menyuntikkan tambahan modal SWF kepada BPD yang membutuhkan.
“Kami mengamati banyak BPD yang mengalami kelesuan performa keuangannya akibat kelesuan modal inti bank. Dan itu merupakan BPD di daerah yang secara ekonomi porsi PDB regionalnya relatif kecil”, ungkap mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu, melalui keterangan persnya, Jum’at (24/12).
Menurutnya, BPD memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan kinerja ekonomi dan keuangan di suatu daerah. Oleh karena itu pihaknya mendorong pemerintah untuk tidak saja memberikan suntikan modal kepada Bank BUMN atau Himbara. Perhatian pemerintah juga mesti tertuju pada lembaga keuangan bank di daerah.
Diketahui, selama 2021 pemerintah telah menambahkan modal kepada dana abadi Indonesia atau sovereign wealth fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) senilai Rp60 triliun.
Dengan demikian, saat ini total modal yang dimiliki oleh Lembaga Pengelola Investasi (LPI) INA ini telah mencapai Rp75 triliun, sesuai dengan komitmen awal pemerintah, setelah pada tahap awal masuk Rp15 triliun.
Penambahan modal inti pada BPD, menurut Sultan akan memacu proses percepatan pemulihan ekonomi nasional pascapandemi. Terutama dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Meski demikian, Sultan juga menyoroti kinerja manajemen BPD yang sering kali menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan bank. Dan RUPS tentu bertanggungjawab dalam merekrut dan mengawasi direksi BPD.
“Pemerintah daerah sebagai pemilik saham mayoritas BPD harus aktif mengontrol kualitas manajemen bank. Kehati-hatian harus menjadi prinsip utama dalam mengelola dana nasabah pada sektor investasi”, terang mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.
Lebih jauh Sultan mendorong OJK dan lembaga penegakan hukum, baik KPK maupun kejaksaan untuk turut menjadi sistem kontrol yang selalu aktif memantau aktivitas keuangan lembaga keuangan, khususnya BPD.
“BPD harus sedapat mungkin harus terhindar potensi penyalahgunaan dan kejahatan keuangan. Manajemen BPD perlu belajar dari pengalaman Jiwasraya dan Asabri yang sampai saat ini masih terlilit masalah”, tutupnya.
(Rel/dpd)