![](https://amanmakmur.com/wp-content/uploads/2024/11/Screenshot_20241110_175354_Facebook.jpg)
YOGYAKARTA, AmanMakmur —Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Salmah Orbayinah menyampaikan, kepemimpinan berperspektif gender, disabilitas, dan inklusi sosial tidak sekadar tentang memberi kesempatan sama.
Hal itu disampaikan Bu Bayin, Sabtu (9/11/2024) di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta dalam pembukaan Jambore Kader Qaryah Thayyibah yang diadakan oleh PP Aisyiyah.
“Kepemimpinan yang inklusif berarti menyediakan ruang bagi perempuan dengan disabilitas untuk berbicara, untuk terlibat, dan untuk menjadi agen perubahan, tanpa rasa takut akan stigma atau diskriminasi,” katanya, seperti dilansir muhammadiyah.or.id.
Bu Bayin menegaskan, kepemimpinan perempuan berperspektif GEDSI tidak hanya menyediakan kesempatan yang setara bagi perempuan dengan disabilitas, tetapi juga menciptakan kebijakan, lingkungan kerja, dan budaya sosial yang mendukung partisipasi aktif mereka.
“Ya dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ranah kepemimpinan. Perlu menggali potensi mereka, memberi mereka akses yang setara terhadap pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang dapat memfasilitasi mereka untuk menjadi pemimpin yang handal,” imbuhnya.
Kesetaraan gender dan inklusi merupakan tujuan penting yang ingin dicapai di berbagai sektor. Dalam laporan World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dapat mempercepat pencapaian tersebut.
“Kehadiran lebih banyak perempuan di posisi pengambilan keputusan turut berkontribusi pada kebijakan yang lebih peduli terhadap kesejahteraan sosial, hak asasi manusia, dan keadilan sosial.” imbuhnya.
Di sisi lain, laporan dari UN Women mengungkapkan, perempuan dengan disabilitas menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan perempuan tanpa disabilitas dalam meraih akses ke pendidikan, pelatihan, dan peran kepemimpinan.
Situasi ini mengakibatkan minimnya keterwakilan perempuan disabilitas dalam posisi penting di pemerintahan maupun sektor swasta di banyak negara.
Sementara itu, dari sumber penelitian yang dilakukan Harvard Kennedy School dan Harvard Business Review menunjukkan, kepemimpinan yang inklusif, yang melibatkan perempuan dan individu dengan disabilitas, bisa membawa perubahan sosial yang signifikan.
Dalam pemerintahan dan organisasi internasional, kebijakan yang lebih inklusif ini memungkinkan lingkungan yang lebih adil dan mempercepat penerimaan terhadap keberagaman.
Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sekitar 10% populasi adalah penyandang disabilitas, tetapi keterwakilan perempuan disabilitas di sektor publik dan kepemimpinan masih sangat rendah.
Meski terdapat upaya menciptakan kesetaraan, Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan dengan disabilitas masih kerap terpinggirkan dalam kesempatan pendidikan dan politik.
Oleh karena itu, Aisyiyah mendorong perempuan disabilitas untuk mengambil peran di sektor publik sebagai langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang adil dan setara.
(Putrie)
Sumber: muhammadiyah.or.id