Oleh: Nandito Putra (Mahasiswa Ilmu Politik Unand)
POPULASI masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh membawa konsekuensi yang tak terelakkan terutama dalam tingginya volume sampah. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil sampah terbesar di dunia.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kondisi geografis yang beragam turut memperparah situasi ini. Bahkan menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023 menunjukkan timbunan sampah nasional mencapai 22,6 juta ton atau setara dengan 350 Candi Borobudur.
Masalah sampah ini bisa dikatakan menjadi isu utama di setiap wilayah, termasuk Kota Padang. Sebagai ibukota provinsi, Kota Padang juga dikenal sebagai pusat perekonomian Sumatera Barat.
Kota Padang masuk dalam jajaran kota metropolitan di Indonesia dengan populasi sekitar 928.541 jiwa (BPS, 2023). Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir dengan sektor pariwisata, industri dan perdagangan sebagai penyumbang utama.
Kondisi geografis Kota Padang yang berbukit-bukit dengan garis pantai yang panjang, menjadikan Kota Padang sangat menarik bagi wisatawan. Namun, di balik keindahannya, Kota Padang dihadapkan pada krisis penanggulangan sampah yang semakin mengkhawatirkan.
Volume sampah yang dihasilkan di Kota Padang terus meningkat, mencapai 500-700 ton per hari (DLHK Kota Padang, 2023). Sampah itu diantar dan menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) Air Dingin dengan luas hanya sekitar 16 hektar.
Meningkatnya jumlah timbulan sampah yang tidak diimbangi dengan penambahan luas lahan TPA menyebabkan masa umur pakai TPA semakin pendek. Ketika masa umur pakai TPA telah habis maka solusinya adalah mencari lahan TPA baru atau melakukan upaya perluasan lahan di TPA.
Upaya ini akan menjadi sangat sulit karena semakin susahnya mencari lahan baru seiring bertambahnya kepadatan Kota Padang di masa yang akan datang.
Kondisi tersebut membuat Kota Padang harus segera bergerak untuk memikirkan penanggulangan sampah ini, dampak dari masalah sampah ini tak hanya dirasakan pada lingkungan, namun juga sektor ekonomi, mengingat Kota Padang sangat mengandalkan pariwisata yang berbanding lurus dengan tingkat kebersihan atau lingkungan yang asri.
Sebelumnya pemerintah Kota Padang sendiri telah menetapkan kebijakan mengenai penanggulangan sampah, yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, bahkan untuk aturan sendiri juga telah dijelaskan sanksinya dalam pasal 63 yang berbunyi: “setiap orang dengan sengaja membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 53 huruf d, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,-.
Tidak hanya itu, terbaru juga ada Peraturan Walikota Padang Nomor 109 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dengan perubahan sebagai berikut: penghargaan kepada perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) huruf b diberikan sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan yang memenuhi syarat.
Namun sejauh perda tentang sampah ini mulai diundangkan, Pemerintah Kota Padang terlihat belum maksimal dalam pelaksanaannya, mengingat banyaknya pelanggaran yang terjadi.
Jika diperhatikan dalam perda tersebut, dijelaskan bahwa tujuan dari pembentukan perda ini adalah untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dari sampah sehingga perlu dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu.
Sistem pengelolaan sampah terutama untuk daerah perkotaan akan melibatkan penggunaan dan pemanfaatan berbagai prasarana dan sarana persampahan yang meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan maupun pembuangan akhir.
Oleh karena itu pemerintah juga memiliki tanggup jawab besar untuk menghadirkan fasilitas yang layak, masyarakat sebenarnya tidak bisa serta merta disalahkan karena jika memang pemerintah belum bisa mewadahi tentu masyarakat akan bergerak sendiri.
Upaya untuk mengatasi masalah sampah di kota Padang membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta.
Peningkatan edukasi tentang pengelolaan sampah, pengembangan infrastruktur yang memadai, dan penegakan hukum yang tegas menjadi langkah penting untuk mewujudkan kota Padang yang bersih dan sehat.
Di sisi lain kurangnya kesadaran lingkungan dan pendidikan tentang pengelolaan sampah bagi masyarakat juga menjadi PR bagi pemerintah ke depannya, sebut saja seperti perilaku membuang sampah sembarangan yang masih melekat pada masyarakat kota Padang.
Upaya kolaborasi lintas sektor dan membangun kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sekiranya dapat menjadi visi berkelanjutan bagi pemimpin Kota Padang di masa mendatang.
Pemilihan Walikota Padang 2024 juga semakin dekat, dan Kota Padang membutuhkan pemimpin yang berani menghadapi tantangan nyata dari masalah sampah ini. Oleh karena itu, besar harapan kepada para calon Walikota Padang untuk memperlihatkan sikap dan terobosan yang jelas dalam menangani masalah sampah ini.
Tidak cukup lagi bagi para calon hanya berjanji akan perubahan, tetapi sudah harus menunjukkan rencana konkret yang dapat mengatasi akar permasalahan sampah di Kota Padang ini mulai dari pengelolaan sampah hingga program pengurangan, recycle, dan edukasi masyarakat.
Menarik dilihat bagaimana para calon kepala daerah Kota Padang akan menyikapi isu mengenai sampah ini ke depannya. Hal ini semata untuk menjadikan Padang kota sehat dan rujukan bagi kota-kota lain yang ada di Indonesia nantinya. *)