JAKARTA, AmanMakmur — Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti engingatkan Presiden dan aparat penegak hukum untuk fokus membersihkan pengaruh para pemburu rente dalam lahirnya kebijakan impor di kementerian serta BUMN di Indonesia. Karena, para pemburu rente ini disinyalir sudah masuk di dalam lingkar kekuasaan dan dapat melakukan distorsi tata niaga dan mengaburkan data.
“Contoh paling sederhana adalah kacaunya data kebutuhan gas bumi yang menjadi persoalan serius di dalam tubuh Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Sehingga gas over suplay dan terpaksa harus dijual lagi di pasar dunia. Padahal rekomendasi impor gas alam itu berbasis data,” tandas LaNyalla, Senin (9/10/2023).
Seperti diberitakan, impor gas alam bermula dari adanya data yang dipercaya oleh presiden atas laporan kementerian terkait, bahwa Indonesia akan defisit gas hingga 2040. Sehingga pemerintah menugaskan Pertamina mengimpor gas untuk kebutuhan domestik.
Nyatanya Indonesia tidak pernah kekurangan gas bumi. Pasar domestik hanya menyerap setengah produksi nasional. Bahkan dalam kalkulasi lapangan, kalau semua pembangkit listrik batubara dikonversi dengan bahan bakar gas bumi, dan semua kilang menggunakan gas, impor tetap tidak dibutuhkan.
“Kekacauan data dan sengkarut kebijakan ini patut diduga ada tangan-tangan pemburu rente, pengusaha yang berkelindan bersama penguasa, mengkreasi kebijakan, karena dengan adanya pembelian ke pihak ketiga, di situ ada pasti ada cuan yang bisa dibagi-bagi,” tandas Penasehat KADIN Jawa Timur itu.
Begitu juga dengan kebijakan impor di Kementerian Perdagangan terhadap sejumlah kebutuhan bahan pokok. Dikatakan LaNyalla, nyaris sembilan bahan pokok, mungkin selain bawang merah, kita impor. Berapa juta ton kalau dikalkulasi. “Berapa rupiah keuntungan importir per kilogramnya. Berapa yang dibagi-bagi. Ini aja kok persoalannya. Mau dapat duit cepat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, LaNyalla meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden dan aparat penegak hukum fokus kepada permainan para pemburu rente ini. Meskipun menurutnya tidak mudah. Karena para pemburu rente ini umumnya terlibat sejak penyusunan kebijakan.
“Yang sulit itu kalau mereka sudah masuk di lingkaran pembuat kebijakan, atau bahkan si pembuat kebijakan itu sendiri. Ibarat kata penyair Khalil Gibran, mereka ini tidak pernah menyebar benih, tidak pernah menyusun batu-bata dan tidak pernah menenun kain. Tetapi menjadikan politik sebagai ladang mencari uang, untuk membangun kerajaan bisnisnya sendiri,” pungkas LaNyalla.
(Rel/dpd)