JAKARTA, AmanMakmur — Komite I DPD RI melihat rencana revisi UU Desa Harus menghasilkan hal yang baik bagi kepentingan desa. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite I DPD RI dengan Institute For Research Empowerment (IRE) dan Rektor Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Sutoro Eko Yunanto membahas UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pada RDPU tersebut, Wakil Ketua Komite I DPD RI Darmansyah Husein memaparkan, setelah sembilan tahun (2014-2023) penerapan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, ada banyak capaian dan kemajuan yang dicapai desa. Salah satunya adalah dengan dialokasikannya dana desa dari APBN sebagai stimulus bagi upaya memajukan dan menyejahterakan desa.
Berbagai hal yang sudah dicapai tersebut hendaknya perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan untuk mencapai desa maju, mandiri dan sejahtera sebagaimana yang menjadi amanat Undang-Undang Desa tersebut.
“Namun, tentunya masih terdapat berbagai catatan kritis terhadap implementasinya, catatan kritis ini diharapkan dapat memberikan arah yang benar dan ‘tegak lurus’ dengan Undang-Undang Desa yang telah disusun dengan baik tersebut,” ucap Wakil Ketua Komite I DPD RI Darmansyah Husein saat membuka RDPU tersebut, di Gedung DPD RI Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (5/6/2023).
Rektor Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (APMD) Sutoro Eko Yunanto mengungkapkan bahwa dalam sembilan tahun pelaksanaan UU Desa hingga saat ini, yang dijalankan konsisten dalam UU Desa hanya menyisakan prosedur formal.
Menurutnya di antara pasal UU Desa hanya masa jabatan kepala desa yang dijalankan secara konsisten dan konsekuen sehingga banyak mereduksi spirit awal dari pembentukan UU Desa.
“Desa dan UU Desa adalah perkara besar, yang direduksi menjadi persoalan kecil berupa program dana desa, lalu diteknikalisasi secara rumit menjadi proyek, uang, aturan, data, perangkat, aplikasi, dan lain sebagainya, harus kembali ke semangat awal pembentukannya,” ungkap Sutoro.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute For Research Empowerment Dina Mariana menjelaskan selama sembilan tahun implementasi UU Desa dirasakan belum optimal secara kelembagaan dalam menggerakan sumber daya yang ada karena jebakan teknokrasi dan administrasi.
Pemerintah desa sibuk menjadi pelayan supra desa maupun kepentingan pihak luar yang masuk ke desa. Kehadiran Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang berkinerja positif berkontribusi kuat terhadap pencapaian visi desa, namun LKD dan kelembagaan lokal lainnya masih dihadapkan pada tantangan tata kelola dan kapasitas yang penting untuk difasilitasi, mengingat program capacity building masing banyak berfokus pada pemerintahan desa.
“Desa memiliki budaya dan nilai sosial yang kuat, namun pembangunan desa masih terjebak pada aspek infrastruktur, teknokrasi dan administrasi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi,” ujar Dina Mariana.
(Rel/dpd/mas)