JAKARTA, AmanMakmur.com — Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk membahas RUU Perubahan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
PPUU DPD RI berharap agar RUU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah dapat mengakomodir aspirasi daerah serta menyelesaikan berbagai permasalahan pendidikan di daerah.
“Sebagai lembaga yang mewakili daerah, sekolah, madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi sebagai salah satu entitas yang suaranya kami wakili. Adalah penting menurut kami untuk menyerap dan menyalurkan masukan dan aspirasi mereka ke dalam RUU ini,” ucap Ketua PPUU DPD RI Dedi Iskandar Batubara dalam raker yang digelar secara fisik dan virtual di Ruang Tarumanegara DPD RI, Rabu (7/9/2022).
Dedi mengatakan bahwa RUU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah tersebut akan menyinkronkan UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan tinggi dalam RUU Perubahan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Terkait UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang akan disinkronkan ke RUU Sisdiknas, lanjut Dedi, DPD RI memandang banyak masalah empirik yang belum terakomodir secara keseluruhan dan tidak sesuai dengan kondisi kekinian.
“Sehingga DPD RI memandang dalam pembahasan RUU Sisdiknas ke depan, harus mampu mengakomodir kondisi dan kebutuhan dari para guru dan dosen sesuai kebutuhan saat ini,” imbuh Dedi yang merupakan Anggota DPD RI dari Sumatera Utara ini.
Dalam paparannya, Nadiem menjelaskan bahwa latar belakang penyusunan RUU Sisdiknas yang menggabungkan tiga UU adalah untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Salah satunya mengenai penyesuaian lama wajib belajar. Dalam RUU Sisdiknas, wajib belajar tidak lagi 9 tahun, tetapi menjadi 13 tahun. Wajib belajar 10 tahun mulai dari kelas prasekolah sampai kelas 9, dan wajib belajar 3 tahun mencakup kelas 10 sampai kelas 12.
“Kami melaksanakan wajib belajar 13 tahun ini secara bertahap, karena daerah punya karakteristiknya sendiri. Untuk memenuhi wajib belajar 13 tahun, daerah harus memenuhi kriteria wajib belajar 10 tahun terlebih dulu,” jelasnya.
Nadiem juga menjelaskan bahwa poin penting dalam RUU Sisdiknas tersebut adalah mengenai kesejahteraan guru. Menurutnya RUU Sisdiknas adalah RUU yang paling membela kesejahteraan guru.
Nadiem menjelaskan, dalam RUU Sisdiknas, seorang guru untuk memperoleh tunjangan profesi, tidak harus melalui sertifikasi. Karena RUU ini akan membuat profesi guru untuk masuk dalam pengaturan UU ASN. Sehingga guru akan menerima tunjangan layaknya seorang ASN.
“Sedangkan yang sudah menerima tunjangan, tidak menerima penurunan apapun, mereka akan terus menerima sampai pensiun. Bagi yang belum menerima, mereka akan bisa mendapatkannya karena masuk dalam UU ASN,” imbuhnya.
Terkait pemaparan Nadiem, Wakil Ketua PPUU DPD RI Aji Mirni Mawarni berharap agar RUU Sisdiknas dapat mendorong adanya pemerataan tenaga pengajar ke seluruh daerah di Indonesia. Menurutnya saat ini banyak anak-anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak adanya tenaga pengajar.
“Harapannya dalam RUU ini permasalahan pemerataan ini bisa terjadi,” ucapnya.
Anggota DPD RI dari Papua Barat Filep Wamafma meminta agar pemerintah dalam menyusun RUU Sisdiknas dapat benar-benar memasukkan aspirasi daerah. Karena setiap daerah memiliki aspirasi dan kebutuhan yang berbeda-beda.
“Kita harap Pak Menteri dalam menyusun RUU ini mengganteng DPD RI, terutama PPUU, dalam mensinergikan RUU yang berpihak pada kebutuhan daerah,” ucap Filep.
(Rel/dpd/ars)