PAPUA BARAT, AmanMakmur.com —Lahirnya UU Nomor 2 Tahun 2021, terutama keberadaan Pasal 76, merupakan era baru bagi masa depan Papua. Pasal ini mengafirmasi tujuan Otsus yang diarahkan untuk melindungi dan menjunjung harkat martabat dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua (OAP), baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya.
Selain itu, percepatan pembangunan kesejahteraan, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan kesinambungan pembangunan di wilayah Papua, juga menjadi bagian dari lahirnya UU Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.
Yang tidak kalah penting, hadirnya Undang-Undang ini memastikan kelanjutan dan optimalisasi pengelolaan Dana Otsus serta penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua.
Hal ini menjadi pokok bahasan Kunjungan Kerja Komite I DPD RI ke Manokwari, Papua Barat, Senin (14/2).
Dalam kunjungan tersebut, Komite I DPD RI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Papua Barat; MRPB; Pangdam XVIII Kasuari; Kapolda Papua Barat; Kabinda Papua Barat; Kejati Papua Barat (Forkompinda); Wakil Bupati Manokwari, Rektor Unipa, DPRPB, tokoh adat, tokoh masyarakat, sejumlah Pimpinan Perangkat Daerah, dan perwakilan masyarakat.
Ikut hadir Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Fachrul Razi (Ketua Komite I) serta didampingi oleh Filep Wamafma (Wakil Ketua I dari Papua Barat).
Sementara itu, sejumlah anggota Komite I yang hadir, antara lain: Husein Alting Sjah (Maluku Utara); Habib Ali Alwi (Banten); Lily Sarulapa (Sulsel); Nanang Sulaiman (Katim); Djafar Alkatiri (Sulut); Richard Hamonangan Pasaribu (Kepri); Abraham Liyanto (NTT); Abdurahman Bahasyim (Kalsel); dan Abdurrahman Abubakar Bahmid (Gorontalo).
Dalam sambutannya, Senator Razi menjelaskan bahwa kunker ke Manokwari Papua Barat bertujuan untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif terkait dengan rencana pemekaran daerah (pembentukan daerah otonom baru) di Provinsi Papua Barat dan sebagai bahan masukan dalam rangka pengawasan terhadap implementasi UU Otsus Papua dan peraturan pelaksanaannya.
Selain itu, Komite I mencatat sejumlah persoalan yang melatar belakangi pemekaran Papua secara umum, yakni kesejahteraan masyarakat, permasalahan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia /HAM), marginalisasi, dan adanya perbedaan pandangan dalam perspektif sejarah dan status politik Papua, serta adanya isu disintegrasi Bangsa.
Senada dengan hal tersebut, Senator Filep yang merupakan putra daerah Papua Barat, menambahkan bahwa persoalan di Papua yang menjadi latar belakang dorongan pemekaran adalah jarak antarwilayah yang cukup jauh, kegagalan pembangunan di Papua Barat dengan tingginya biaya pembangunan dan infrastruktur dasar yang belum memadai.
Di samping itu, SDM yang kurang baik dan kondisi masyarakat Papua yang heterogen dalam arti heterogenitas dalam bahasa, struktur sosial, wilayah adat, sistem kepemimpinan, ekologi, kepemilikan tanah, dan sebagainya.
Oleh karena itu, adanya pemekaran Papua Barat merupakan suatu keniscayaan untuk percepatan kesejahteraan di Papua Barat.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat, Dominggus Madacan, menjelaskan bahwa usulan pemekaran di Papua, khususnya Papua Barat sudah sejak lama menjadi usulan. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah Papua Barat mendukung sepenuhnya rencana pemekaran Papua Barat Daya dan sejumlah kabupaten/kota.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi di Papua Barat yang membutuhkan rentang kendali yang lebih dekat dalam rangka percepatan pembangunan di Papua Barat.
Di akhir pertemuan, Nono Sampono menegaskan bahwa DPD RI sepenuhnya mendukung pemekaran di Papua dan Papua Barat. Sebagai representasi daerah sudah menjadi keniscayaan DPD RI turut memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah termasuk usulan pemekaran daerah di Papua Barat demi terwujudnya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di kawasan timur Indonesia.
(Rel/dpd)