JAMBI, AmanMakmur.com —Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan salah satu taman nasional terluas di Pulau Sumatera yang wilayahnya meliputi empat provinsi, yakni Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Bengkulu.
Meski berstatus sebagai kawasan cagar alam yang dilindungi, penebangan kayu dan pembukaan lahan ilegal dalam kawasan lindung taman nasional setempat masih terjadi dan bertambah parah dalam beberapa tahun terakhir, terutama terpantau dari Jalan Lintas Jambi-Sumatera Barat, Kayu Aro.
Fakta deforestasi yang mengancam masa depan kelestarian hutan lindung terluas Sumatera ini mendapatkan perhatian serius dari Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin.
Senator muda asal Bengkulu itu pun mendorong pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menerapkan penggunaan teknologi digital dan drone sebagai instrumen pengontrol dan pengintai aktivitas ilegal logging di TNKS dan kawasan hutan lindung lainnya di Indonesia.
“Negara tidak boleh setengah hati dalam komitmennya menjaga kelestarian lingkungan, khususnya hutan. Bahkan jika itu berarti harus mengeluarkan banyak biaya dan penggunaan teknologi canggih”, ungkap mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu, melalui keterangan persnya, Selasa (1/2).
Menurutnya, praktik ilegal logging dengan berbagai motif telah menjadi penyebab utama deforestasi selama ini. Sultan tidak ingin fenomena ini terus berlanjut di kawasan yang menjadi cadangan hutan paling diharapkan kelestariannya oleh masyarakat Sumatera.
“Saat ini, Pulau Sumatera hanya tersisa 1,2 juta Ha hutan lindung. Itu angka yang sangat mengkhawatirkan bagi masa depan biodiversitas dan lingkungan hidup Sumatera jika tidak dilakukan dengan pendekatan proteksi dan pelestarian secara serius saat ini”, tegasnya.
Oleh karena itu, kata Sultan, kami merekomendasikan KLHK melalui Balai Besar TNKS untuk meningkatkan kualitas peralatan dan instrumen pengontrol kawasan hutan menggunakan alat kontrol jarak jauh yang efektif dan presisi.
“Hal ini penting dilakukan sebagai jaminan keamanan hutan lindung TNKS yang merupakan penyedia cadangan air bersih, penahan erosi, serta habitat flora dan fauna. Beberapa keragaman hayati di kawasan ini juga termasuk jenis endemik, langka, dan dilindungi”, terangnya.
Sebagai informasi, dalam laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2020, Indonesia berada di posisi ke delapan negara dengan areal hutan terluas di dunia atau menyumbang 2% dari total area hutan global.
“Saat ini kita mengalami kelangkaan minyak goreng setelah jutaan hektar hutan kita ditebang dan dibakar. Suatu hari nanti air bersih akan menjadi barang langka yang mahal. Kami tidak ingin bangsa ini terlambat menyadari pola krisis energi, pangan dan air yang sedang berlangsung”, tutup Sultan.
(Rel/dpd)