JAKARTA, AmanMakmur.com —Belum lama ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan yang tergolong berani. Yaitu, membatalkan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lima hakim dari Sembilan hakim MK, dalam amar keputusannya menegaskan, UU tersebut inkonstitusional.
Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI, Tamsil Linrung menilai keputusan MK tersebut merupakan keputusan yang berani. “MK kini benar-benar ada keberanian baru dibanding sebelumnya”, ucapnya di hadapan para wartawan parlemen dalam acara Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan secara serial oleh Kelompok DPD, di Arena Lobby DPD RI, Rabu 1 Desember 2021 kemarin.
Keberanian itu, tambah Tamsil, perlu direspons positif bagi DPD RI. Dalam hal ini DPD, secara kelembagaan ataupun perorangan akan segera mengajukan judicial review (JR) terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang berkaitan dengan prosentase ambang batas Presidential Threshold (PT) 20 % menjadi 0 %. Mengutip banyak pakar, PT 20% merupakan kejahatan demokrasi.
“Jadi, perlu dipertegas, JR untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini, bukan hanya DPD semata”, paparnya sembari menegaskan bahwa DPD, sebagai lembaga ataupun perorangan, akan segera mengajukan JR juga terkait Pasal 6A Ayat 2 UUD NRI 1945, dengan menambah redaksi kalimat sebagai berikut: “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum atau perseorangan yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagai peserta pemilihan umum non partai sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.
Adrianus Garu, anggota Kelompok Kajian Ketatanegaraan (K3) yang hadir sebagai narasumber dalam acara Dialog Kebangsaan itu memperkuat sikap dan aksi Ketua Kelompok DPD itu. “Untuk kepentingan negara yang jauh lebih baik, DPD bukan hanya bermain di arena JR, tapi juga melangkah tegas pada tataran amandemen, terkait Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Bahkan, DPD harus berani berdialog dengan Presiden”, paparnya penuh geregetan.
Tak bisa dipungkiri, lanjut Adrianus Garu, banyak partai politik saat ini sakit jiwa. Di satu sisi, mereka banyak bicara masalah kesejahteraan, kemajuan daerah dan bangsa ini. Tapi, banyak kepentingan daerah diabaikan. Di sinilah DPD harus berani bicara langsung dengan Presiden, terutama terkait kewenangan DPD yang bisa menyentuh langsung dengan persoalan daerah. Tanpa perbaikan (penguatan kewenangan DPD), akan sulit, setidaknya terbatas, saat harus memenuhi panggilan untuk kepentingan daerah.
Terkait perbaikan itu pula, Adrianus Garu menyinggung masalah amandemen Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945. Arahnya, ruang calon perseorangan harus dibuka. Biarkan rakyat memilih sejumlah kandidat, dari unsur partai politik atau independen. Harus jujur kita sampaikan, saat ini ada distrust dalam diri partai politik. Karena itu, calon perseorangan menjadi opsi. Untuk memperbaiki kualitas demokrasi yang berdampak konstruktif untuk sebuah negara yang berkemajuan.
(Rel/dpd)