
JAWA TENGAH, AmanMakmur.com — Komite III DPD RI lakukan kunjungan kerja ke Jawa Tengah (Jateng), Senin (15/11), dalam rangka inventarisasi materi pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Komite III DPD RI melakukan rapat dengan Pemprov Jateng dan stakeholder lainnya. Dimana hadir Pimpinan Komite III DPD RI Sylviana Murni, Anggota Komite III DPD RI, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, perwakilan pengelola rumah sakit (pemerintah dan swasta), perwakilan tenaga kesehatan (dokter dan perawat), asosiasi tenaga kesehatan (IDI dan Ikatan Perawat), Sekda Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan perwakilan BPJS Kesehatan.
Melalui kunjungan kerja ini, Anggota Komite III DPD RI yang juga sebagai Senator asal Kalimantan Utara, Hasan Basri mengungkapkan bahwa salah satu hak atas kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib negara menjamin pemenuhannya (state obligations).
Selain itu menurutnya, hak atas kesehatan merupakan hak konstitusional. Seperti pada Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 menyiratkan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
Atas dasar hal tersebut, maka terbit pelbagai peraturan perundang-undangan, dalam kerangka dan konteks menjabarkan ketentuan konstitusi. Salah satunya adalah UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
“Akan tetapi tentu dalam pengimplementasiannya payung hukum Rumah Sakit, memiliki berbagai tantangan. Ada empat tantangan utama yang kita hadapi bersama-sama yakni accessibility, capability, capacity dan affordiabilit,” ujar HB, demikian sapaan akrab Senator asal Kalimantan Utara ini.
HB menyampaikan, selain adanya 4 tantangan, terdapat pemanfaatan teknologi di pelayanan kesehatan masih terbatas. Kendala terbesar di konektivitas.
“Dari berbagai macam persoalan tentu sebagai tantangan kita bersama-sama untuk menyelesaikannya secara komprehensif,” ujarnya.
Di lapangan, seperti yang disampaikan oleh masyarakat, kerap kali rumah sakit dihadapkan masalah pada persoalan klaim BPJS Kesehatan, soal antrian berobat dan sistem rujukan yang tidak optimal sehingga terjadi penumpukan di rumah sakit tertentu.
Demikian pula seiring globalisasi maka rumah sakit menghadapi tantangan semakin kompleks, di antaranya dengan revolusi industri yang berbasis digital, penyakit baru seperti pandemi Covid-19 dan dinamika layanan kesehatan yang kerap regulasi belum optimal mengakomodasi dinamika perubahan seperti hak pasien mengakses rekam medis dan telemedicine.
Melalui kesempatan yang sama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan jumlah sarana prasarana kesehatan yang ada saat ini di Jateng, dimana secara keseluruhan, jumlah rumah sakit yang ada di Jawa Tengah berjumlah 320. Terdiri dari 275 rumah sakit umum dan 45 rumah sakit khusus.
“Terkait digitalisasi, kami sudah melakukan itu. Rumah sakit kita memang kami tantang untuk terus melakukan inovasi pelayanan pada masyarakat. Dan alhamdulillah, berkali-kali sistem digitalisasi rumah di Jateng menjadi juara nasional. Selain itu kami pun telah melakukan upaya pengawasan dan pembinaan baik secara non teknis maupun teknis” Ujar Ganjar Pranowo.
Menanggapi hal demikian HB yang juga sebagai Pimpinan PURT DPD RI mengapresiasi sistem digitalisasi rumah sakit di Jateng. Menurut HB dengan adanya sistem digitalisasi rumah sakit ini sangat membantu masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima.
“Dengan adanya inovasi sistem digitalisasi rumah sakit Insha Allah akan memberikan kemudahan pada masyarakat. Mereka yang akan berobat, tidak perlu repot dan kebingungan mengakses fasilitas kesehatan yang ada. Semoga adanya inovasi dari sistem digitalisasi rumah sakit ini dapat diterapkan di seluruh provinsi yang ada di Indonesia,” ujar HB.
Lebih lanjut Senator asal Kalimantan Utara HB memberikan rekomendasi dengan adanya revisi UU No 44 Tahun 2009 dapat mengakomodir peningkatan pelayanan di puskesmas.
Menurutnya, hal itu penting mengingat sarana kesehatan bersinggungan langsung dengan layanan masyarakat, bahkan sebelum dirujuk ke rumah sakit (RS) tentu pasien ditangani terlebih dahulu di tingkat puskesmas, terutama pasien yang menggunakan Asuransi Kesehatan BPJS.
“Melalui inventarisasi materi pengawasan, kami menilai perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas melalui revisi UU No 44 Tahun 2009. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan primer,” tutup HB
(Rel/dpd)