SELAMA bulan Oktober 2021 atau yang juga disebut “Bulan Bahasa” saya kerap mengamati judul-judul berita khususnya pada media daring ada juga yang menyebut media online. Ada satu kebiasaan yang saya temukan pada media daring, yaitu penggunaan judul berita yang panjang. Atau berpanjang-panjang, ada yang lebih dari sepuluh kata atau menjadi judul dengan bentuk kalimat atau frasa yang panjang.
Contohnya, sebuah media daring menulis judul berita “Wow, Stand RI Diserbu, Jual Ludes Makanan Aneka Khas Kuliner, Mulai Rendang, Sate, Lumpia Hingga Kopi Gayo & Luwak di SILA –IWCL Bazaar Ljubljana.”
Atau media lainnya menulis judul berita “Nil Maizar Turunkan Starter Sriwijaya FC Ronaldo Eks Gelandang Persipura & Bobby Eks Kapten MBU.” Berita yang lain berjudul “Jauh-jauh dari Papua Eks Persipura Jayapura Hanya Jadi “Penghangat” Bangku Cadangan Sriwijaya FC.”
Bagi yang penasaran dengan judul berita yang panjang bisa mencari dengan menelusuri mesin pencari di internet atau membuka laman dari media massa berbahasa Indonesia yang menurut Dewan Pers jumlahnya ada puluhan ribu situs atau website.
Suatu kesempatan saya pernah bertanya kepada jurnalis pengelola sebuah media daring. “Kenapa judul berita di media anda panjang-panjang?” Jawabnya, “Untuk menarik pembaca meng’klik’ beritanya.”
Pada kesempatan lain saya bertanya kepada jurnalis lain dengan pertanyaan yang sama. Jawabannya membuat saya terdiam dan tidak lagi bertanya. “Terserah saya, mau panjang mau pendek judulnya. Itu kan berita saya tidak ada hak anda mengatur saya,” jawabnya.
Mungkin saja dua jawaban di atas benar adanya. Sepertinya judul berita yang panjang tengah menjadi tren di kalangan jurnalis pada era milenial. Atau teori jurnalisme tentang teknik penulisan berita yang dipelajari di jurusan Ilmu Komunikasi dan saat menjalani pendidikan pers tingkat dasar untuk menjadi wartawan/ jurnalis, sudah kedaluwarsa dan tidak cocok lagi dengan masa kini?
Lantas saya teringat pada seorang wartawan senior Willy Pramudya yang juga sangat mengerti Bahasa Indonesia khususnya ragam bahasa jurnalistik sehingga dijuluki “Polisi Bahasa Jurnalisme” karena hampir setiap hari di laman media sosial dia membahas penggunaan Bahasa Indonesia pada media massa khususnya media daring.
Willy dalam sebuah siniar pada “Kawancara” dalam TASS bukan kantor berita, mengutip seorang pakar jurnalisme dari Rumania, “Bahwa jurnalisme itu sebuah keteladanan.” Baik sebagai jurnalis maupun warga negara memberikan keteladanan dalam berbahasa. Kalau yang menjadi teladan saja tidak layak diteladani jelas publik dirugikan.
Contohnya, banyak guru menggunakan teks-teks berita atau tulisan di media massa untuk dijadikan bahan ajar. Apakah itu dianalisis strukturnya, kalimatnya maupun cara berpikirnya. Kalau sebuah teks atau wacana yang dikutip itu tidak karu-karuan dan kemudian asal dimakan begitu, akan menjadi nutrisi atau gizi yang buruk bagi jiwa, pikiran manusia khususnya anak didik.
Kita lihat bagaimana produk perguruan tinggi yang bekerja di media massa itu menghasilkan gaya buruk terutama dari sisi bahasa. Jika melihat lebih cermat, ternyata tidak hanya buruk dari sisi bahasa tapi juga buruk dari sisi jurnalisme. “Ini celaka. Celakanya dobel, masyarakat jadi korban tumpuk timbun,” kata jurnalis senior yang pernah bekerja di beberapa media massa tersebut.
Judul Berita
Kembali ke judul berita, kembali ke teori yang diajarkan dalam ilmu komunikasi khususnya bidang jurnalisme. Dalam berbagai pendidikan jurnalisme, wartawan atau jurnalis mendapat teori selain menulis berita yang dengan kalimat yang ringkas dan jelas, juga harus membuat judul berita yang menarik, ringkas dan jelas.
Ketepatan tata bahasa dan penggunaan pilihan kata, judul berita dalam media massa merupakan hal yang tak kalah penting. Dalam KBBI “judul” merupakan nama yang digunakan untuk buku atau bab di buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi buku itu atau bab itu.
Mengutip H Sumadiria dalam buku “Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature” menyebutkan, judul berita mempunyai dua fungsi dan kepentingan mendasar, (1) tanpa judul, suatu berita menjadi anonim, tak dikenal, abstrak, dan tidak mampu memberi pesan; (2) judul adalah pemicu daya tarik pertama bagi pembaca untuk membaca suatu berita.
Menurut Donna Asteria, Ina Ratna Mariani, Hascaryo Pramudibyanto dalam modul “Penulisan Teras Berita dan Tubuh Berita” bahwa fungsi judul berita ada adalah : 1. Menarik minat pembaca; 2. Merangkum isi berita; 3. Melukiskan suasana berita; 4. Memudahkan pembaca; 5. Memberi identitas dan 6. Menentukan keserasian.
Judul berita yang baik menurut Sumadiria harus memenuhi syarat, antara lain : (1) provokatif, (2) singkat padat, (3) relevan, (4) fungsional, (5) formal, (6) representatif, dan (7) menggunakan bahasa baku.
Dalam menulis judul berita selain menarik, ringkas dan jelas juga harus diperhatikan bahwa judul harus efektif dengan tidak menggunakan jumlah kata yang terlalu banyak, antara enam kata sampai 10 kata, menggunakan kalimat aktif, dan merupakan inti berita.
Penggunaan judul berita yang panjang mengingatkan pada sebuah harian yang terbit pada awal reformasi Harian Lampu Merah yang saat itu disebut sebagai “koran kuning.” Judul berita Lampu Merah memiliki ciri khas berupa kalimat panjang terdiri dari 10-20 kata. Judul huruf dicetak besar bisa sampai 6–10 baris dalam satu halaman koran.
Judul berita adalah bagian utuh dari sebuah berita. Judul dan tubuh berita ditulis dengan menggunakan ragam bahasa jurnalistik. Teorinya saat belajar di kampus atau dalam pendidikan jurnalistik menyebutkan bahwa bahasa jurnalistik itu menggunakan bahasa yang padat, jelas dan langsung ke inti berita yang akan disampaikan oleh wartawan atau jurnalis.
Jika sekarang menemukan judul berita dengan kalimat panjang, mungkin benar bahwa teori atau ilmu jurnalistik yang diajarkan di perguruan tinggi sudah kedaluwarsa? Untuk mendapat jawabannya, coba tanya juga ke wartawan atau redaktur media cetak atau daring, apakah memang pengertian dan rumusan dari judul berita yang diajarkan di perguruan tinggi sudah berubah?
Penulisan judul berita dilakukan dengan cara pemadatan informasi atau berita yang akan disiarkan. Maka setiap pilihan kata atau diksi pada judul sarat informasi dan tepat makna. Judul yang tidak cermat menghasilkan judul bermakna ganda (doublehead, two faced head). Judul yang ditulis dengan pilihan kata tidak tepat akan memberi maknanya menyesatkan.
Dalam penulisan judul berita juga kerap dijumpai ketaksaan atau ambiguitas. Media massa baik cetak maupun daring berita yang dibaca semua yang membutuhkan ketelitian dan kecermatan saat menulisnya. Jurnalis yang ceroboh dalam menuliskan judul terkadang pilihan katanya menimbulkan ketaksaan yang dapat berakibat fatal, yaitu pembaca tidak dapat memahami judul berita dengan baik.
Ketaksaan atau ambiguitas merupakan kesalahan yang bisa berakibat sangat fatal bagi suatu pemberitaan. Ketaksaan tersebut bisa menuai kritik sampai gugatan ke pengadilan.
Judul berita dalam suatu media massa (koran/majalah/media daring) merupakan kepala berita yang berfungsi sebagai pengantar pembaca tentang isi dari berita yang ditulis. Judul berita harus memenuhi syarat-syarat judul yang baik. Ketepatan penggunaan kata pada judul, cakupan isi judul, maupun struktur gramatika judul akan menentukan judul tersebut sudahkah memenuhi syarat ketentuan judul yang baik.
Selain itu dalam menulis judul, bukan hanya judul berita media massa, dalam membuat judul-judul tulisan harus memperhatikan aspek kesantunan serta menghindari amoral dan sensasional. Sensasi bisa menimbulkan kesalahpahaman dan kekesalan pembaca karena merasa tertipu. Zaman milenial judul berita yang menipu dikenal denga istilah “clikbait.” Pembaca tertarik membaca judul setelah membaca isi berita menjadi tertipu karena isi berita tidak seperti judulnya.
Dengan menggunakan diksi dan tata bahasa yang tepat diharapkan judul berita dapat memenuhi syarat judul yang baik. Harus diingat bahwa bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan masyarakat yang lain. Alat komunikasi verbal adalah bahasa. Komunikasi dapat dilakukan dengan bahasa lisan maupun bahasa tulis. Komunikasi secara tertulis dapat dilakukan dengan media buku, majalah, suratkabar, media daring, media sosial dan surat menyurat.
Komunikasi atau informasi yang disampaikan secara tertulis atau bahasa tulis dengan perangkat tanda bacanya harus sesuai dengan peraturan ejaan yang berlaku bagi suatu bahasa. Menurut pakar bahasa Indonesia Anton Moeliono, itu diatur dalam tata bahasa yang merupakan seperangkat kaidah yang memerikan pemakaian bahasa, baik keteraturannya, maupun penyimpangan dari keteraturan itu.
Dengan menggunakan diksi dan tata bahasa yang tepat diharapkan judul berita dapat memenuhi syarat judul yang baik. Menurut pakar bahasa Gorys Keraf, terdapat tiga syarat judul yang baik : 1). Judul harus relevan: artinya judul harus mempunyai pertalian dengan temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian yang penting dari tema tersebut.
Kemudian, 2). Judul harus provokatif: artinya judul harus sekian macam, sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dari tiap pembaca terhadap isi buku atau karangan itu. Dan 3). Judul harus singkat: maksudnya judul tidak boleh mengambil bentuk kalimat atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata atau rangkaian kata yang singkat. Bila tidak dapat dihindari judul yang panjang, maka pengarang dapat menempuh jalan keluar dengan menciptakan judul tambahan yang panjang.
Judul berita dalam surat kabar atau media daring juga tidak menggunakan fungsi sintaksis yang lengkap. Fungsi sintaksis ialah berupa subjek, predikat, dan objek (SPO). Judul berita biasanya hanya mengungkapkan pokok dari berita yang terjadi tanpa harus menggunakan fungsi sintaksis yang lengkap pembaca sudah mengetahui makna dari judul berita tersebut.
Membuat judul berita itu memang hak prerogatif wartawan atau redaktur. Namun ada pesan yang harus diingat, “Silahkan membuat judul berita yang menarik namun jangan abaikan nalar.”*)
Penulis adalah Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Catatan:
Tulisan yang sama telah terbit di ekbisnews.com