
Oleh: Makmur Hendrik
(Angkatan 66/Pelaku Sejarah)
TAHUN 1966 adalah tahun yang merobah sejarah Republik Indonesia!
Pada saat itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai yang paling dekat dengan Presiden Soekarno.
Setelah peristiwa G30S-PKI di tahun 1965, demonstrasi memenuhi jalan-jalan raya di Republik Indonesia, menuntut agar PKI dibubarkan.
Yang menjadi motor demonstrasi itu adalah Mahasiswa (KAMI/Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), Pemuda dan Pelajar (KAPPI/Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia), Guru-guru (KAGI/Kesatuan Aksi Guru Indonesia), dan lain-lain.
Saat itu saya Kelas II, Jurusan Mesin STM Negeri Bukittinggi. Atas kesepakatan belasan Ketua OSIS SLTA dan SLTP, saya ditunjuk sebagai Ketua KAPPI Bukittinggi, membawahi Kota-kota di Sumbarut (Sumatera Barat Utara) meliputi; Bukitinggi, Padang Panjang, Payakumbuh, Batusangkar dan sekitarnya.
Saya memimpin belasan kali demonstrasi, yang diikuti siswa-siswi dari belasan SLTA dan SLTP.
Demonstrasi selalu dipusatkan di Kampung Cina. Sebab wilayah itu adalah pusat pemukiman warga Tionghoa, yang menurut data intelijen, 80% warganya pro Partai Komunis Cina.
Kendati demonstrasi sudah berhari-hari, namun Presiden Soekarno tidak bersedia membubarkan PKI.

“Salah Tembak”
Dalam demo tanggal 14 September 1966, seorang siswa kelas II STM Negeri Bukittinggi, bernama Ahmad Karim, tewas ditembak dari jarak dekat.
Dalam Sidang Mahmil (Mahkamah Militer) di Padang, tahun 1967 saya hadir sebagai saksi.
Saat duduk, saya terkejut, di sana juga hadir ayah saya, Hendrik Pangandaheng, asal Sulawesi Utara.
Dia adalah Letnan Satu Brimob, dengan jabatan Komandan Kompi di Pekanbaru.
Mengapa dia hadir?
Sebab dalam sidang, terbuka fakta bahwa Ahmad Karim adalah korban “salah tembak”!
Yang “disuruh tembak” adalah Makmur HP, begitu nama saya kala itu.
Mengapa sampai salah tembak?
Karena Ahmad Karim mirip dengan saya.
Baik tinggi badan, model sisir rambut dan kumis tipis.
Yang menembak adalah tentara dari Batalyon 132. Asramanya, kala itu, di Birugo, di depan kampus IKIP Bahasa Inggris.
Namanya Z Aspar, pangkat (kalau tidak salah) Prajurit Satu (dua garis merah). Dia orang Padang.
Pada tahun 1967 itu dia dihukum 7 tahun penjara dan dipecat dari TNI.

Bertemu Bung Hatta
Setelah peristiwa itu, saya dan beberapa tokoh KAMI Pusat, di antaranya Darlis Zakaria, Presidium KAMI Pusat asal Koto Gadang-Agam, bertemu dengan Wakil Presiden RI Bung Hatta dan mengusulkan agar Batalyon 132 dipindahkan dari Bukittinggi.
Atas wewenang Bung Hatta, Batalyon 132 dipindahkan dari Birugo Bukittinggi ke pinggir Kota Bangkinang di Riau.
Di sana kedudukan Batalyon 132 sampai hari ini!
PKI Dibubarkan Soeharto
PKI akhirnya dibubarkan oleh Jenderal TNI Soeharto, selaku Penerima SP 11 Maret, dari Presiden Soekarno!
Sebagai penerima SP 11 Maret, Jenderal Soeharto tidak hanya membubarkan PKI, tapi sekaligus juga ‘mengambil alih’ Pemerintahan.
Dia memimpin negara sebagai Presiden RI selama 32 tahun!
Terlepas dari masalah politik, suka atau tidak, selama Soeharto menjadi Presiden, negeri ini aman dan sejahtera. Harga-harga murah. Indonesia adalah negara yang disegani serta dihormati oleh negara-negara lain!

Kenapa Jadi Target Pembunuhan?
Kembali ke awal cerita, mengapa saya yang akan dijadikan target pembunuhan?
Karena:
1. Selaku Ketua KAPPI Bukittinggi, saya belasan kali memimpin demonstrasi menuntut agar PKI dibubarkan.
2. Komandan KOREM yang berkedudukan di Bukittinggi, Kolonel Majiman, adalah “orang PKI”!
Dalam sebuah demo, dia menusukkan tongkat komandonya ke dada saya, sambil mendesis tajam: Jika demo ini tidak kau bubarkan dalam lima menit, berapa Pahlawan Ampera kau mau? Lima atau sepuluh? Kuberi!
Membubarkan demo ratusan siswa dalam 5 menit?
MUSTAHIL!!
Saat itu berpuluh puluh tentara, bersenjata lengkap, dengan bedil berisi peluru tajam, mengawasi demo tersebut dengan wajah beku!
Siap menerima apapun perintah dari Komandan KOREM mereka!
Untung di saat amat kritis itu muncul Ir Januar Muin. Dia adalah tokoh masyarakat yang sangat dihormati siapapun!
Perlahan dia pegang tangan Komandan KOREM, membawanya pergi, sambil berkata:
“Mari Pak Dan Rem, biarkan mereka demo. Mereka kan anak-anak kita,”
Ir Januar Muin berhasil membawa pergi Kolonel Majiman.
Jika tidak, belasan siswa akan jadi korban!
Alhamdulillah. Terimakasih Pak Januar Muin.
Terimakasih.
Jauh hari kelak, kami dengar Kolonel Majiman terlibat PKI, dibuang ke Pulau Buru, dan meninggal disana.
Pulau Buru adalah pulau terpencil di Kepulauan Maluku.
Ke pulau ini orang-orang PKI yang ditangkap dibuang/diasingkan!
Menurut informasi, terdapat belasan ribu orang-orang PKI yang dibuang ke Pulau Buru ini! *)












