
MULIAKANLAH gurumu. Hormati ia dengan kasih sayang dan cinta. Guru adalah “tiang” alam pikiran penupang langit “pengetahuan”.
Melawan guru, berarti melawan “alam”. Kalau kita terlalu sering melawan, menyerang dan mengkhianati guru maka niscaya ilah bahwa segala ilmu yang didapat akan menjadi sesuatu yang tak membawa berkah.
Guru untuk dimuliakan. Bukan untuk dihinakan. Bila guru dilukai dan dikhianati maka nikmat ilmu akan lenyap dan berganti dengan “musibah” kehidupan di tiap langkah.
Jangan salahkan kalau suatu kali alam marah di saat mana “sang guru” selalu kau lukai di tiap detik dan di tiap waktu.
Bagiku, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghargai jasa para pahlawannya. Sedangkan, bangsa yang mulia dan terpuji adalah bangsa yang senantiasa menghargai, memuliakan dan menghormati guru-gurunya.
Jangan “curigai” gurumu. Tak ada guru yang membawa muridnya ke dalam lukah kebodohan dan kerugian. Kalaupun ada, ingat itu hanya “oknum”. Di mana mana, pribadi atau personal atau oknum selalu ada. Tapi, itu hanya gelintiran dari oknum oknum yang berada di ruang yang salah.
Bila dilecut guru, jangan sedikit-sedikit ngadu. Kalau sedikit sedikit ngadu, percayalah yang terkembang hanya sekedar ruang tempat mengajar. Sementara, ruang tempat mendidik menjadi tertutup.
Apakah begitu maumu?
Kalau begitu, jangan salahkan guru ketika mana adab, akhlak, moral dan etika menjadi lenyap.
Kita hanya berhasil menciptakan ketajaman otak kiri, sementara otak kanannya buta!
Yang kukhawatirkan bila dunia akan sesak oleh orang orang pintar yang “kejam” dan “tajam” di atas gulungan badai digital yang makin menggila.

Maka pada akhirnya aku cemas sendiri. Cemas bila manusia masa depan menjelma menjadi “hewan buas” yang saling menerkam dan memakan.
Hormati gurumu.
Maka pada saat itu alam akan menawarkan keteduhan, kenyamanan, kebahagiaan, kedamaian sepanjang masa.
Kepada para orang tua, sepintaku padamu, ketika anakmu menangis mengadu tentang “lecutan” dari guru maka jangan cepat cepat marah dan balik mengadukan sang guru ke meja hijau peradilan kita.
Bawa bertenang dahulu… Sikapi dengan arif dan bijaksana. Tak perlu marah marah pula.
Bagiku, guru adalah orang tua kedua. Yang kupatuhi. Kusimak. Kudengar. Kuteladani. Kuyakini.
Masih kuingat semua guru. Semua kenangan indah bersamanya. Kepada guruku yang sudah meninggal dunia, ini hari kukirimkan al-fatihah.
Lanjutlah ke surga guruku!
Kepada guruku yang kini masih hidup, kudoakan sehat dan bahagia di hari hari tua.
Guruku, tertumpang maafku, bila kupernah mengecewakan dan melukaimu.
Terima kasih pak dan bu guruku atas segala pengetahuan dan didikanmu padaku! *)