JAKARTA, AmanMakmur —Komite IV DPD RI meminta OJK untuk menggencarkan edukasi dan literasi keuangan bagi masyarakat daerah pada Rapat Kerja (Raker) dalam rangka pembahasan pengawasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan fokus pembahasan mengenai program kerja OJK tahun 2023 dan kemitraan OJK dengan DPD RI.
Elviana, Wakil Ketua Komite IV DPD RI, dalam sambutannya menyampaikan beberapa permasalahan yang menjadi perhatian DPD RI. Salah satunya mengenai hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 49,68 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan mencapai 85,10 persen.
“Hal tersebut menunjukkan belum optimalnya literasi keuangan dan inklusi keuangan dan masih tingginya gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi keuangan” ujar senator dari Jambi tersebut di Ruang Rapat GBHN, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dalam rapat kerja tersebut menyatakan bahwa kewenangan OJK semakin kuat dengan pengesahan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sebab, kini OJK juga berperan sebagai regulator dan pengawas terhadap beberapa sektor jasa keuangan, diantaranya Inovasi Teknologi Sektor Keuangan dan Koperasi Simpan Pinjam.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, turut mengutarakan salah satu tantangan OJK, yakni tingginya gap antara literasi dan inklusi keuangan.
“Tingkat literasi dan inklusi keuangan tidak merata, terdapat 14 provinsi dengan indeks literasi keuangan dan 15 provinsi dengan indeks inklusi keuangan di bawah rata-rata nasional” ungkapnya lebih detail.
Faisal Amri, Anggota DPD RI dari Sumatera Utara, menyampaikan pernyataan terkait pengawasan perilaku PUJK, khususnya tentang perlindungan data konsumen.
“Data konsumen yang bersebaran dimana-mana. Selain itu, mengenai literasi dan inklusi keuangan. Apa yang dimaksud kemudahan akses pembiayaan?” tanya Faisal terkait menghindari banyaknya rentenir di berbagai daerah.
Ikbal Hi Jabid, Senator Maluku Utara, menuturkan keresahannya tentang permasalahan pinjaman online (pinjol) di masyarakat. “Sejauh mana pengawasan OJK terhadap pinjol dan penangkalannya seperti apa?” tanya Ikbal kepada OJK.
Selain itu, ia juga minta penjelasan dari OJK mengenai prasyarat berdirinya kantor OJK di daerah karena di Provinsi Maluku Utara belum ada kantor perwakilan OJK.
Riri Damayanti John Latief, Anggota Komite IV dari Provinsi Bengkulu, dalam Raker tersebut turut menyampaikan kegelisahan terhadap pinjol yang begitu luar biasa. “Ternyata Bengkulu termasuk di inklusi yang sangat tinggi namun literasinya rendah” tuturnya.
“Apa yang dilakukan oleh OJK untuk 15 provinsi dengan indeks inklusi keuangan di bawah rata-rata nasional?” imbuh Riri bertanya kepada OJK.
Achmad Sukisman Azmy, Senator dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, mempersoalkan mengenai sejumlah masalah di sektor jasa keuangan. Salah satunya adalah mengenai kesulitan melakukan kredit pada perbankan.
“Banyak masyarakat kami, baik petani maupun nelayan, namanya dipinjam oleh oknum tertentu sehingga ketika mau meminjam tidak lulus BI Checking” kata Sukisman.
Selain itu, ia juga mempertanyakan sejumlah masalah, yakni terkait travel agent, asuransi, saham, dan model kerjasama jasa keuangan dengan pemerintah daerah.
Amirul Tamim, Anggota DPD RI dari Provinsi Sulawesi Tenggara, menyampaikan tantangan OJK ke depan sangat besar mengingat perkembangan digitalisasi dan banyaknya kasus-kasus termutakhir.
“Makanya perlu mempertimbangkan struktur organisasi OJK hingga tingkat kabupaten/kota mengingat tingginya dinamika di sektor keuangan” usul Amirul pada raker tersebut.
I Made Mangku Pastika, Senator dari Provinsi Bali menyampaikan pengalamannya di Mabes Polri ketika menangani kejahatan di sektor keuangan. “Aspek penegakan hukum harus di depan, terlebih sudah diberikan kewenangan penyidikan” tegasnya.
“Perlu satu pengaturan khusus tentang satgas jasa keuangan ilegal. Kalau tidak, korban akan makin banyak dan kejadian akan makin banyak” tuturnya mengingatkan OJK karena gap literasi dan inklusi keuangan yang semakin lebar.
Evi Zainal Abidin, Anggota Komite IV dari Jawa Timur, mengusulkan agar iklan pinjol diatur seperti iklan rokok. “Artinya tidak bisa iklan secara bebas, termasuk jam dan konten iklannya” ucap Evi.
Sebab, lanjutnya, bahaya pinjol ada pada efek kecanduannya. “Batasi eksposure pengiklanan pinjol kepada para pengguna media sosial yang berasal dari semua kalangan dan umur” usulnya lagi untuk menegaskan bahaya pinjol di masyarakat.
Oleh karena itu, DPD RI bisa bersinergi dengan OJK untuk upaya percepatan literasi keuangan.
Novita Anakotta, Wakil Ketua Komite IV, dalam rapat kerja tersebut menyampaikan bahwa tingkat literasi di Maluku termasuk yang rendah. “Mengapa terjadi gap antara literasi dan inklusi keuangan?” tanya Senator dari Provinsi Maluku tersebut.
Selain itu, Novita juga meminta OJK untuk memperhatikan persoalan asuransi Bumiputera yang bermasalah.
Amang Syafrudin, Ketua Komite IV DPD RI sekaligus Senator Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa OJK merupakan jaminan keamanan di sektor jasa keuangan bagi masyarakat. Amang juga menegaskan perihal DPD RI yang juga bisa menjadi icon bagi OJK. “Apa yang bisa kami sosialisasikan?” tanya Amang kepada OJK.
Elviana selaku pimpinan rapat dalam penutupan mengapresiasi kehadiran OJK dalam Raker pada Selasa, 5 September 2023 sore hari. Raker tersebut akan ditindaklanjuti sehingga masyarakat dapat semakin meningkat tingkat literasi dan inklusi keuangannya.
(Rel/dpd)