PADANG, AmanMakmur —Aktivis Pemberdayaan Perempuan dan Anak Edriana, SH, MA menyesali terjadinya beberapa waktu yang lalu persekusi terhadap dua orang perempuan diduga sebagai pemandu lagu di salah satu kafe di Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang diarak warga setempat hingga diceburkan ke laut, bahkan perempuan itu nyaris ditelanjangi.
“Ini kasus yang besar, karena tidak ada satu hal pun yang membenarkan terjadinya persekusi terhadap perempuan, terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan, atau terjadinya peminggiran, atau pemarjinalisasikan terhadap perempuan,” tegas Direktur Program Women Research Institute (WRI) ini, Senin (17/4/2023), melalui akun fesbuknya.
Disampaikan Edriana bahwa sudah lebih 30 tahun ia bergelut dengan isu pemberdayaan dan keadilan terhadap perempuan. Dimana isu kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun bukannya berkurang, malahan semakin bertambah.
“Kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan fenomena gunung es, dimana angka kejadian yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada realita yang terjadi saat ini,” terang pendiri Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi ini.
Diungkapkan Edriana, angka dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2022, terjadi kekerasan terhadap anak sebanyak 16.106 dan kekerasan seksual 9.588 kasus.
“Artinya kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual terhadap anak, semakin hari semakin meningkat angkanya,” ujar Ketua Bidang Kerjasama Organisasi Perempuan DPP Partai Gerindra ini.
Sementara data dari Laporan Tahunan Komnas Perempuan, lanjutnya, dari rentang waktu Januari-November 2022, telah terjadi 3014 kasus kekerasan terhadap perempuan. Di antaranya, 860 kasus di ruang publik atau di komunitas, dan 899 kasus di ranah domestik (tingkat personal), itu kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut bakal calon DPR RI Dapil Sumbar 1 Partai Gerindra ini, masalah kekerasan terhadap perempuan ini harus diatasi bersama, meskipun saat ini sudah ada Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Jadi tidak ada satu hal pun yang membenarkan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan,” pungkas Edriana.
(Isa)