JAKARTA, AmanMakmur —Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menilai usulan pemilu sistem hibrid yang disampaikan oleh salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) patut dipertimbangkan oleh pemerintah dan DPR sebagai pembuat Undang-undang Pemilu.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya polemik terkait sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu proporsional tertutup yang sedang berlangsung di MK saat ini.
“Saya kira partai politik merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam memulihkan demokrasi Indonesia saat ini,” ujar Sultan dalam keterangan persnya, Selasa (11/4/2023).
Dalam menunjang terwujudnya demokrasi substansial, kata Sultan, partai politik memiliki peran strategis dalam menyediakan kader-kader terbaiknya untuk direkomendasikan kepada rakyat dalam Pemilu. Partai politik harus memiliki proses seleksi dan nominasi yang ketat sesuai ideologi Pancasila dan platform politiknya masing-masing.
“Kita patut bersyukur dan mengapresiasi kinerja para Hakim MK yang terus berijtihad menemukan sistem pemilu yang ideal bagi demokrasi Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Sebagai warga bangsa yang kompeten di bidang hukum ketatanegaraan, para hakim MK tentu berhak mengajukan rekomendasi kepada para pembuat UU pemilu, di samping menjalankan tugasnya sebagai penguji atas UU pemilu yang kita gunakan saat ini”, ujar mantan aktivis KNPI itu.
Menurutnya, baik sistem pemilu proporsional terbuka maupun proporsional tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan di dalamnya. Para pembuat UU patut mempertimbangkan rekomendasi MK untuk merujuk pada Pancasila sebagai sistem nilai Bangsa Indonesia.
“Jalan menuju demokrasi yang menyejahterakan harus dimulai melalui upaya peningkatan kualitas lembaga politik dalam sistem perwakilan. Oleh karenanya individu politik yang adalah kader partai politik yang ditempatkan dalam lembaga perwakilan harus dipastikan memiliki kapasitas dan kapabilitas politik kebangsaan yang mumpuni”, tegas Sultan.
Sehingga, lanjutnya, entitas politik yang bertanggung jawab untuk memastikan kualitas demokrasi dengan sistem perwakilan ini adalah partai politik itu sendiri. Dan hampir bisa dipastikan bahwa rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak sepenuhnya memiliki kemampuan untuk menilai dan menentukan kualitas calon wakilnya yang akan ditempatkan di lembaga perwakilan.
“Demikian juga dengan sistem seleksi calon anggota DPD yang juga merupakan bagian dari MPR. Kami ingin lembaga ini mampu meng-upgrade kapasitas internalnya, agar nantinya bisa lebih siap ketika diberikan kewenangan yang signifikan oleh konstitusi”, sambungnya.
Diketahui, Hakim Konstitusi Arief Hidayat berharap ada titik temu polemik pemilu proporsional terbuka vs proporsional tertutup di Pemilu 2024. Sebab, ada tujuan yang lebih besar yang harus dibangun Indonesia, yaitu demokrasi Pancasila. Arief Hidayat melontarkan ide pemilu sistem hibrid.
“Kalau melihat permohonan ini, saya melihat ada dua dilema yang harus diselesaikan. Dilema pertama adalah dalam persoalan terbuka-tertutup ini ada keterbelahan yang sungguh sangat terbelah dari para pemerhati, Pemohon atau Pihak Terkait. Kemudian dilema yang kedua, masalah waktu. Waktunya sudah berjalan, sudah mendekati injury time pelaksanaan Pemilu 2024. Jadi, dua dilema ini harus bersama-sama kita selesaikan, terutama diselesaikan oleh hakim melalui putusannya,” kata Arief Hidayat dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikutip dari risalah MK, Minggu (9/4/2023).
(Rel/dpd)