JAWA TIMUR, AmanMakmur.com — Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah segera menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) soal vaksin halal. Menurut LaNyalla, tak perlu ada perdebatan mengenai putusan yang telah dikeluarkan MA.
“Tentu keputusan Lembaga Peradilan tidak untuk dikomentari, tetapi untuk dijalankan. Kecuali ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh oleh termohon, dalam hal ini Presiden RI,” kata LaNyalla di sela kegiatan reses di Jawa Timur, Sabtu (23/4).
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, sebagai bagian dari kepatutan dan kepatuhan hukum, pemerintah sudah seharusnya menjalankan perintah MA.
“Yaitu, negara wajib menyediakan atau memastikan vaksin yang diberikan kepada umat Islam di Indonesia bersifat halal, atau terbukti halal,” tegas LaNyalla.
Ditambahkannya, hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah adalah, harus segera melakukan uji klinis kehalalan vaksin-vaksin yang ada, yang belum mendapat sertifikat halal ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Karena ini yang paling cepat untuk ditempuh. Jangan terburu-buru berpikir untuk memproduksi vaksin halal. Tetapi uji dulu yang ada. Ada banyak jenis, kan. Minimal yang sudah beredar di Indonesia,” tutur LaNyalla.
Jika hasilnya semua tidak memenuhi kualifikasi halal, atau tidak layak mendapat sertifikasi halal, baru bisa ditempuh dua hal.
Pertama, kata dia, dalam ijtima Ulama bisa dimintakan fatwa kepada Ulama terkait kedaruratan. Tetapi ini murni domain agama dalam Islam, sehingga harus melibatkan MUI dan organisasi keagamaan.
Kedua, bila langkah pertama tidak dapat ditempuh, maka proses vaksinasi terhadap umat Islam wajib dihentikan terlebih dahulu.
“Sembari negara mencari jalan keluar, apakah mendatangkan vaksin halal yang ada di dunia, atau memproduksi vaksin yang halal,” ujar LaNyalla.
Dikatakannya, putusan MA tersebut merupakan pelajaran penting bagi pemerintah dalam membuat kebijakan. Bahwa Indonesia sebagai negara yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti termaktub dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, sangat jelas melindungi dan menjamin keyakinan umat beragama, termasuk menjamin pemeluknya menjalankan syariat yang diyakininya.
Salah satu keyakinan dalam syariat umat Islam adalah tidak memasukkan barang yang haram ke dalam tubuh. Apakah itu melalui makan, minum, ataupun cara yang lain, termasuk melalui suntikan. Kecuali dalam kedaruratan yang telah mendapat persetujuan Ulama. Tetapi itu pun masih membuka peluang bagi umat untuk memilih tidak mengikuti fatwa tersebut.
“Artinya, keputusan ini adalah pelajaran penting bagi kita sebagai bangsa. Bahwa kebijakan terkait umat, atau kebijakan yang bersifat massal dan mandatory, juga harus memperhatikan hak dasar yang melekat di dalam warga negara yang dijamin konstitusi,” terang LaNyalla.
Sebagaimana diketahui, MA mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 halal. Hal itu dinyatakan dalam sidang putusan uji materi pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Menurut MA, pemerintah tidak boleh melakukan tindakan, membuat kebijakan maupun mengeluarkan aturan yang tanpa batasan/tak terbatas dalam kaitannya dengan pelaksanaan vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia, baik dengan alasan darurat wabah pandemi Covid-19 maupun dengan alasan prinsip/doktrin salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi).
Kecuali, adanya jaminan penghormatan dan perlindungan dari pemerintah terhadap umat beragama untuk menjalankan agama dan keyakinannya.
Pemerintah, lanjut MA, dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia tidak serta merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apa pun dan tanpa syarat, kecuali ada perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam.
(Rel/dpd)