JAKARTA, AmanMakmur.com — Senator Papua Barat Filep Wamafma turut menyoroti perkembangan kasus yang dihadapi Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti yang menyinggung keterlibatan pejabat tinggi negara dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Keduanya kini sedang berhadapan dengan Luhut Binsar Pandjaitan atas laporan dugaan pencemaran nama baik.
Atas persoalan itu, Filep berharap proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Menurutnya, hukum harus hadir untuk membela kebenaran dan menegakkan keadilan tanpa intervensi politik dari pihak manapun.
“Pada prinsipnya kita menghargai proses hukum, tapi di sisi lain kita berharap hukum tidak tebang pilih, bukan karena intervensi kekuasaan atau politik yang mengintervensi hukum,” ujar Filep, melalui keterangan peranya, Sabtu (26/3).
Lebih lanjut, Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini mengapresiasi tindakan Haris – Fatia yang lantang bersuara atas persoalan di Tanah Papua.
Menurutnya, masyarakat Papua membutuhkan kelompok masyarakat sipil pembela HAM yang berpihak pada terpenuhinya hak-hak masyarakat asli Papua.
“Papua hari ini membutuhkan peran kuat dari kelompok LSM seperti yang dilakukan Haris Azhar Dan Fatia dalam menguak tabir kejahatan kemanusiaan di Papua. Saya berharap kasus ini bukan langkah awal untuk menutup tabir kejahatan bisnis di Papua yang telah mengorbankan hak-hak masyarakat adat Papua dan melegalkan segala cara atas nama kepentingan pihak tertentu,” ungkapnya.
Filep Wamafma juga menyatakan solidaritas untuk Haris dan Fatia yang memperjuangkan hak-hak masyarakat sipil Papua.
Ia mendukung kebebasan berpendapat yang dijamin UU di negara demokrasi ini. Filep berharap proses hukum ini berjalan seadil-adilnya dan terhindar dari arogansi para petinggi negara yang cenderung otoriter dan berpotensi abuse of power.
Seperti diketahui, Haris dan Fatia telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Senin (21/3) lalu.
Terkait penetapan status tersangka tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan pihaknya telah melakukan proses penyidikan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan telah memiliki minimal dua alat bukti yang telah dikantongi penyidik.
Di antara alat bukti tersebut adalah konten Youtube Haris Azhar terkait dengan adanya dugaan pelanggaran UU ITE.
Sementara itu, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengungkapkan isi riset yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.
Di antaranya adalah persoalan relasi ekonomi – politik di Papua, terkait bisnis tambang di Papua, rekam jejak sejumlah elite politik termasuk Luhut dan sejumlah eks-perwira tinggi militer hingga hubungannya dengan dropping militer secara masif di sana.
“Di situ sebetulnya kami berusaha membongkar praktik-praktik tambang emas di Papua yang berdampak pada pelanggaran HAM di Papua, khususnya Intan Jaya. Kami dapat melihat dari peta, pos-pos militer yang ada di beberapa kabupaten di Papua, khususnya di Intan Jaya, dimana pos-pos militer tersebut sangat dekat dengan lokasi-lokasi yang akan dijadikan tambang emas di Intan Jaya,” ujar Fatia dalam jumpa pers, Rabu (23/3).
Selain itu, dalam riset yang disebut telah memenuhi “peer-review” dari organisasi lain itu juga mengungkapkan adanya dampak daerah-daerah konsesi tambang terhadap pemukiman warga dan sejumlah fasilitas umum. Sejumlah warga akhirnya terpaksa mengungsi dan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas dan posyandu di kabupaten-kabupaten yang diteliti itu sebagian digunakan untuk markas tentara.
Lebih lanjut, riset itu mengungkapkan adanya pertumbuhan koramil, pos militer hingga dropping (pasukan) serta didapatinya akta perusahaan terkait melibatkan sejumlah nama purnawirawan termasuk nama Luhut Binsar Pandjaitan.
(Rel/dpd/UWR)