BALI, AmanMakmur.com —Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI kembali menggelar kegiatan Temu Konsultasi Pusat-Daerah dengan tema “Tantangan dan Peluang Mengawal Produk Legislasi yang Aspiratif”, Kamis, (3/2), di Bali.
Kegiatan tersebut dihadiri langsung Pimpinan dan Anggota BULD DPD RI, Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Bali, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Periode 2014-2019 Igd Palguna, Dosen Fisipol Universitas Warmadewa dan stakeholder lainnya.
Kegitan ini bertujuan dalam konteks pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda dengan output berupa rekomendasi holistik yang berkaitan dengan harmonisasi legislasi.
Kunjungan Kerja dibuka langsung oleh Pimpinan BULD DPD RI, Pangeran Syarif Abdurrahman di Gedung Inspektorat Pemprov Bali.
Melalui sambutannya, Syarif Abdurrahman menyampaikan konstruksi pelaksanaan kewenangan pemantauan dan evaluasi terhadap ranperda dan perda sudah semestinya ditetapkan sesuai kedudukan DPD.
“Tugas kita dalam rangka melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap ranperda dan perda dilaksanakan sebagai upaya DPD dalam rangka melakukan harmonisasi legislasi pusat dan daerah,” ujar Syarif Abdurrahman.
Pengawasan dan evaluasi legislasi DPD, lanjutnya, bukan hanya melakukan analisis secara parsial, melainkan mendalami secara komprehensif dengan lebih lanjut mencermati kedudukan ranperda atau perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Senada dengan hal tersebut, Senator asal Kalimantan Utara, Hasan Basri menyampaikan sesuai dengan kedudukannya, sebagai lembaga perwakilan daerah, justru DPD ingin memfasilitasi dan mempercepat proses pembentukan perda di daerah.
“Kata kuncinya adalah kami (DPD ; red) justru ingin mengadvokasi daerah untuk menjembatani persoalan pembentukan produk legislasi daerah, sehingga daerah mempunyai payung hukum bagi penyelenggaraan tata pemerintah di daerah,” ujar Hasan Basri.
Lebih lanjut Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Sudarsana menilai dengan adanya UU Cipta Kerja berimplikasi terhadap 13 Peraturan Daerah Provinsi Bali dan 22 Peraturan Gubernur Bali.
“Sejak keberlakuan UU Cipta Kerja permasalahan yang dihadapi saat ini di Bali terbagi menjadi 2, baik secara internal maupun eksternal,” ujar Sudarsana.
“Di internal saat ini perangkat daerah belum memahami muatan lokal dalam materi muatan perda sebagai turunan dari UU CK, sedangkan di eksternal pemerintah belum sepenuhnya memahami materi muatan perda yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang kewenanganya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan,” lanjut Sudarsana.
Menanggapi permasalahan tersebut Hasan Basri yang akrab disapa HB mengimbau agar pemerintah, khususnya kementerian terkait, untuk segera melakukan langkah konkret.
“Kami mengimbau kepada kementerian terkait untuk segera melakukan langkah konkret dengan menerapkan one in one out policy. Jadi, bila ada pencabutan regulasi, di saat yang bersamaan harus segera menerbitkan regulasi pengganti sehingga nantinya tidak terjadi ketimpangan,” ujar Hasan Basri.
Hasan Basri juga menilai dengan adanya permasalan ranperda dan perda berdampak pada perhambatan pertumbuhan ekonomi daerah dan terhambatnya aliran investasi ke daerah.
(Rel/dpd)