JAKARTA, AmanMakmur.com –— Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta membahas beberapa issu penting terkait masa depan DKI Jakarta di Kantor Sekretariat DPD RI Provinsi DKI Jakarta, di Gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan, Jakarta, Jumat (24/12).
Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta duduk bareng membahas beberapa issu penting terkait masa depan DKI Jakarta, di antaranya terkait respons terhadap Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), konsep kekhususan Jakarta kelak apabila pindah ibu kota Indonesia, serta gedung kantor DPD RI yang saat ini masih memanfaatkan aset Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai informasi, untuk lebih mengenal para senator Jakarta, pada pemilihan legislatif DPD RI asal Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 silam, keempat orang yang memperoleh suara terbanyak dan berhak duduk sebagai anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta secara berturut-turut, yakni Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH, MH, Sabam Sirait, Hj Fahira Idris, SE, MH, dan Prof Dr Hj Sylviana Murni, SH, MSi. Sementara itu, peringkat kelima perolehan suara terbanyak pemilihan calon anggota DPD RI dari provinsi DKI Jakarta ditempati Prof Dr H Dailami Firdaus, SH, LLM.
Sabam Siagian yang meninggal dunia, di-PAW pada 29 September 2021 yang digantikan oleh peraih suara terbanyak ke lima yaitu Dailami Firdaus.
Saat diskusi, Jimly Asshiddiqie melontarkan beberapa gagasan terkait status Kota Jakarta pascapindah ibu kota nanti. Menurutnya Jakarta haruslah tetap sebagai daerah yang memiliki kekhususan, untuk mengarahkan pada kekhususan ini harus disiapkan secara bersama-sama sebuah Rancangan Undang-Undang, semisal Jakarta dijadikan daerah khusus ekonomi misalnya, berhubung dengan RUU IKN maka lembaga-lembaga ekonomi seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan OJK, dan lainnya harus tetap di Jakarta.
“Jakarta tetaplah sebagai daerah yang mempunyai kekhususan, walaupun nanti sudah tidak sebagai ibu kota negara. Untuk itu harus dipersiapkan dari sekarang rancangan ke depan kekhususan Jakarta secara Undang-Undang yang jelas”, tegas Jimly.
Jimly juga menilai RUU IKN yang saat ini dalam rancangan masih banyak kelemahan-kelemahan yang lebih hanya mengatur secara otorita. Otorita itu manajemen yang mengatur pada kawasan atau lingkungan hidup/ cagar budaya/cagar alam, bukan untuk ibukota.
“RUU IKN itu yang sekarang ini lebih ke arah otorita, mengatur pada proses pemindahan dan pembangunan ibu kota. Mestinya sistemnya dulu yang dirancang baru pada proses pemindahan dan pembangunan ibu kota, sebelum ada Undang-Undang yang menerangkan sebuah kota menjadi ibu kota, tidak dibenarkan jika membangun dengan dana APBN”, tegas Jimly.
Sementara Dailami Firdaus menyetujui untuk dipersiapkan sebuah konsep yang nantinya menjadi sebuah produk hukum untuk masa depan kota Jakarta kelak pascapindah ibu kota.
“Merespon RUU IKN, rumusan rancangan produk hukum dari empat senator Jakarta terkait kekhususan Jakarta pascapindah ibu kota diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat agar lebih memahami perihal ini. Diperlukan sosialisasi melalui media dengan mengundang pers”, ujar Bang Dai, sapaan akrab Dailami Firdaus.
Sementara Sylviana Murni yang lebih akrab dengan sapaan Mpok Sylvi memberikan pendapatnya terkait rencana pemindahan ibu kota agar tidak malah menambah hutang negara.
“Jika nanti ibu kota dipindahkan, bagaimana dengan persiapannya? Dengan banyaknya lubang tambang serta dengan pertanahan di ibu kota baru, serta penggunaan dana APBN yang tidak melanggar Undang-Undang, dan yang paling penting jangan sampai menambah hutang” ujar mpok Sylvi.
Mpk Sylvi juga mengusulkan untuk diadakan rapat secara rutin guna mempersiapkan rumusan usulan dari empat senator Jakarta terkait kekhususan kota Jakarta kelak ketika pindah ibukota.
“Saya berharap pertemuan semacam ini menjadi agenda rutin agar lebih fokus mempersiapkan rumusan dari kita (empat anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta: red) terkait konsep kekhususan Jakarta.
(Rel/dpd)