JAWA BARAT, AmanMakmur.com—Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. LaNyalla mengawali kegiatan dengan mengunjungi petilasan Prabu Siliwangi, di Desa Cikahuripan, Kecamatan Maleber. Tepatnya berupa mata air Cikahuripan.
Setelahnya, Senator asal Jawa Timur itu melakukan ziarah makam Keramat Kasepuhan Cipinang Eyang Kuwu Sukma Wijaya (Syekh Madulloh Iman) yang berada tak jauh dari lokasi petilasan Prabu Siliwangi.
Dalam kunjungan kerja tersebut, LaNyalla didampingi sejumlah Senator, di antaranya Eni Sumarni (Jabar), Bustami Zainuddin (Lampung), Andi Muhammad Ihsan (Sulsel) dan Fachrul Razi (Aceh).
Menurut LaNyalla, kunjungannya ke petilasan Prabu Siliwangi sebagai bentuk penghormatan kepada Raja yang masyhur pada masanya.
“Beliau adalah salah satu Raja yang membangun peradaban tatar Sunda. Tentu kita wajib menghormatinya,” kata LaNyalla, Sabtu (23/10).
Menurut LaNyalla, Prabu Siliwangi telah mewariskan jalan hidup mulia bagi penerusnya, juga bagi generasi sekarang dan akan datang. Jalan hidup yang penuh nilai-nilai luhur dan kemuliaan dengan prinsip kebenaran dan harga diri.
“Jalan hidup seperti ini yang patut dicontoh oleh kita. Salah satunya adalah nilai bahwa untuk menggapai kemuliaan manusia harus bijak dan selalu dalam kebajikan,” imbuh LaNyalla.
Prinsip nilai kebajikan yang diajarkan Prabu Siliwangi di antaranya adalah pakena gawe rahayu (membiasakan diri berbuat kebajikan) dan pakena kereta bener (membiasakan diri berbuat dalam kebenaran).
Sebagaimana diketahui, di Desa Cikahuripan, Kecamatan Maleber, Kuningan terdapat mata air Cikabuyutan. Konon mata air tersebut dibuat oleh Raden Kian Santang yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi.
Menurut Kepala Desa Cikahuripan, Caswadi, saat itu Raden Kian Santang tengah bertapa di lokasi yang kini menjadi desa tempat ia menjabat.
“Saat bertapa itu Raden Kian Santang membutuhkan air. Lalu ditancapkan tongkat yang dibawanya ke sebuah batu yang berada tak jauh darinya. Seketika keluar-lah air yang kini menjadi mata air Cikahuripan,” cerita Caswadi.
Di mata air itu pula Raden Kian Santang, dan sesekali ayahnya, Prabu Siliwangi membersihkan diri atau mandi di sela pertapaannya. “Raden Kian Santang menurut leluhur kami meninggal dan dikuburkan di sini. Eyang Kuwu Sukma Wijaya (Syekh Madulloh Iman) itu adalah Raden Kian Santang,” katanya.
Menurut Caswadi, tongkat yang digunakan Raden Kian Santang adalah pemberian dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kala itu, Raden Kian Santang begitu sakti mandraguna. Tak ada yang dapat mengalahkannya di Nusantara ini.
Raden Kian Santang kemudian mencari seseorang yang dapat menandingi, bahkan mengalahkan kesaktiannya. “Lalu, berdasarkan cerita leluhur kami, Raden Kian Santang diminta ke Mekkah karena di sana ada orang sakti bernama Ali Bin Abi Thalib,” papar dia.
Singkat cerita, tibalah Raden Kian Santang di Tanah Suci Mekkah. Ia berjumpa dengan seorang tua yang tengah menggembala ternak. Kepadanya Raden Kian Santang bertanya keberadaan orang sakti bernama Ali bin Abi Thalib. Saat itu, orang tua itu meminta Raden Kian Santang untuk mengambilkan tongkatnya jika ingin bertemu Ali bin Abi Thalib.
Tak disangka, Raden Kian Santang yang begitu sakti di Nusantara tak kuasa mengangkat kakek tua tersebut. Seketika Raden Kian Santang menyadari jika orang tua yang ditemuinya adalah Ali bin Abi Thalib yang merupakan sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW.
“Tongkat itu kemudian dibawa pulang oleh Raden Kian Santang dan digunakan untuk mencari air saat bertapa di sini,” ujar Caswadi.
(Rel/dpd)