PADANG, AmanMakmur.com— Pandemi Covid-19 menelungkup Sumbar sudah menuju dua tahun, sejak Maret 2020. Tapi apa yang dilakukan ketika kasus meledak dan varian baru Covid-19 Delta telah memapar warga Sumbar.
Inilah Sumbar, penanganan minim koordinasi kala kasus meledak, oksigen kosong, tiap hari rumah sakit (RS) menjerit kekurangan oksigen, tempat tidur penuh, ruang rawatan intensif sehingga dengan segala keterpaksaan menolak pasien.
Bahkan mungkin memilah pasien mana yang mungkin besar peluang sehat ditangani dulu, sementara pasien yang peluang sehat tipis tidak ditangani.
Malah dr Deddy mengatakan, banyak juga pasien Covid-19 meninggal dunia tanpa penanganan rumah sakit karena tempat tidur penuh.
Padahal kata banyak pihak yang konsen menangani Covid-19, seperti dr Deddy Herman, atau Tenaga Ahli Menkes RI dr Andani Eka Putra, Sumbar belajarlah dari kondisi Jawa-Bali.
“Terkait masalah oksigen, saya selalu sarankan jangan menyelesaikan masalah untuk jangka pendek, selesaikan secara komprehensif,” ujar dr Andani Eka Putra.
Seperti Andani dan semua pihak lainnya, tidak inginkan Sumbar seperti Yogyakarta dan Magelang. “Di mana terjadi kematian massal akibat oksigen habis,” ujar Andani Jumat (13/8).
Rasanya untuk Sumbar, Andani dan banyak tenaga kesehatan lainnya sudah nyinyir mengingatkan pengampu kebijakan di Sumbar.
Andani di WhatsApp Group (WAG) “Kawal Covid-19 Sumbar” juga memberberkan sarannya berdasarkan pengalaman:
1. Lakukan rapat rutin logistik, termasuk oksigen. Jika perlu tiap 3 hari, jangan berpikir jangka pendek untuk logistik ini, berpikir jangka panjanglah, minimal 1 bulan ke depan. Jangan menunggu laporan rumah sakit, jika rumah sakit tidak serius mengisi sistem informasi kesehatan, tegas saja untuk memberikan sanksi
2. Tentukan berapa kebutuhan oksigen mingguan per provinsi, per kabupaten dan per RS, tentukan berapa rerata kasus aktif atau minimal kasus dirawat. Data ini penting untuk menjamin mitigasi oksigen kita.
3. Buat proyeksi kebutuhan dengan pergerakan kasus aktif atau kasus dirawat. Hati-hati, karena perhitungan kasus aktif sering bermasalah. Gunakan data riil provinsi dari data lab, jangan data NAR, karena kepatuhan pengisian NAR masih belum baik.
4. Buat bilik kecil dengan tokoh Sumbar, baik di kampung atau di luar, yang dipimpin oleh Kepala Daerah. Agendanya bagaimana kebutuhan yang dirancang bisa masuk ke Sumbar dari produsen.
“DKI Jakarta sudah mulai berkurang kebutuhannya, sehingga nego langsung dengan produsen menjadi mungkin, lobi politik penting di sini,” ujar Andani.
5. Tetap koordinasi dengan Kemenkes, baik diminta atau tidak.
Indikator ini berhasil, hanya satu saja yaitu tidak ada rumah sakit menjerit dan menolak pasien karena : oksigen habis atau karena oksigen terbatas
“Saya juga ingatkan kawan-kawan Dinkes, saat ini banyak pasien tidak bisa masuk rumah sakit karena penuh, khususnya ruang intensif,” ujar Andani.
Padahal dari policy Kemenkes RI, di masa pandemi ini ketesediaan tempat tidur buka 40 persen.
Jangan bikin alasan terbatas SDM karena sudah ada insentif dari setiap pasien yang dirawat.
“Kalau proses pencairan lambat bikin MoU dan untuk biaya rumah sakit bisa pakai dana bank,” ujar Andani.
Harapan jangan bikin problem lain dalam masa pandemi ini ayo satu kata dalam menghadapi perang Covid-19.
“Satu yang pasti Tenaga Kesehatan tidak diprogram menolak pasien, ini terjadi alasan tempat tidur full dan oksigen kosong, kasihan masyarakat meninggal di rumah karena tidak dapat penanganan di RS,” ujar Andani.
Laporan yang ada cukup banyak wafat di luar RS, ini perlu diklirkan agar kita mengetahui permasalahan yang sebenarnya dan seberapa berat kondisi kita. Kematian adalah data riil dan paling jelas sebagai dampak pandemi.
Sementara itu, Anggota DPRD Sumbar Nofrizon mengatakan, kalau kondisi dibiarkan begini tanpa turun tangannya Ketua Satgas Covid-19, wakil rakyat Sumbar ini mengatakan manajemen penanganan Covid-19 masih seperti dinas kebakaran, ada api datang dan padamkan.
“Buatlah koordinasi intens, jadikan perang pandemi ini perang kita semua, ada komando ada gerakan bersama ada kontijensi plan siapa menghandel A siapa bekerja B, tapi jika koordinasi saja sulit dan jarang maka pandemi ini lama berakhirnya,” ujar Nofrizon.
(Rel/Ad)