KISRUH berujung tertundanya helat pemilihan Ketua KAN Salayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok bukanlah sesuatu hal yang tak perlu digadang-gadangkan dan bahkan menjadi suatu peristiwa luar biasa diposting di media sosial seperti di facebook atau WhatsApp dengan narasi yang beragam dan bahkan unggahan video, dibungkus dengan interpretasi beragam pula.
Peristiwa pada hari Minggu (4/7) adalah praktik berdemokrasi yang ideal bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan gaya dan seni beragumentasi di ruang publik yang berbeda warna dan kepentingan pribadi atau kelompok para peamangku adat dan ninik mamak di Nagari Salayo.
Kisruh yang berakibat tertunda hanyalah karena persoalan saluran komunikasi yang tersumbat di antara pemangku kepentingan adat.
Panitia Pemilihan Ketua KAN Salayo dan segenap pengurus KAN Salayo bersepakat dengan berkeputusan menunda pemilihan adalah cara-cara cerdas, tepat guna dan bijak untuk menjaga kepentingan bersama masyarakat hukum adat dan menjaga kehormatan bahwa Salayo adalah Pusat Nagari Kubuang XIII di Solok.
Tak ada satu pihak atau para pihak manapun yang bisa mengklaim merasa berhasil menggagalkan pemilihan yang tertunda kemarin itu, karena para pemangku adat dan ninik mamak yang datang itu targetnya bukan untuk membatalkan pemilihan tetapi mempertanyakan hak mereka, karena belum bisa terakomodir hak yang mereka pertanyakan saat itu maka Ketua Panitia Pemilihan Ketua KAN Marsilon Dt Rajo Bantan dan Ketua KAN Salayo H Doni Indra Dt Rajo Diaceh, SH. LLM, maka keduanya menunda pemilihan dan berjanji akan menyelesaikan secara internal dan berkoordinasi dengan pemangku adat dari ke 7 suku yang ada di Nagari Salayo.
Saya tidak bermaksud menggampang-gampangkan atau menganggap peristiwa tertundanya pemilihan Ketua KAN Salayo. Saya melihatnya karena tersumbatnya saluran komunikasi di antara ninik mamak dengan para pemangku adat di tingkat suku dan di lembaga KAN itu sendiri.
Kisruh dalam peristiwa itu masih dalam tatanan beradat dan beradab para ninik mamak menyampaikan sikap protesnya karena merasa tidak mendapatkan keadilan untuk menggunakan hak pilihnya karena merasa menjadi bagian dari pengurus dan anggota KAN Salayo.
Hal itu dipicu dengan tidak mendapatkan undangan dan merasa hilangnya nama beberapa ninik mamak dari kepengurusan KAN Salayo, baik dari periode sebelumnya dan periode saat ini (2015-2020).
Kilas balik ke beberapa waktu lalu yang semestinya kepengurusan KAN Salayo sudah berakhir di akhir tahun 2020 namun tidak kunjung bisa membentuk panitiaan pemilihan Ketua KAN.
Kemudian tahun 2021 pengurus inti bersama ketua masing seksi membuat keputusan bersama menyepakati untuk memperpanjang masa tugas demi untuk bisa membentuk panitia pemilihan Ketua KAN hingga sampai terpilih Ketua KAN yang definitif maka barulah kepengurusan KAN tersebut membubarkan diri yang didahului dengan laporan pertanggungjawaban.
Keputusan bersama (kolektif kolegial) pengurus teras KAN dan ketua masing seksi menuai protes dari sejumlah pemangku adat dan ninik mamak seningga muncullah mosi tak percaya yang dibuktikan dengan sejumlah tandatangan para pemangku adat dan ninik mamak.
Sayangnya aksi ini mentah di tengah jalan, ditenggarai banyak ninik mamak yang bertandatangan bukanlah pengurus KAN Salayo atau dianggap bukan orang yang berwenang terkait aksi protes tersebut.
Keruwetan kedua terjadi di tubuh panitia pemilihan Ketua KAN yang diketuai oleh Marsilon Dt Rajo Bantan muncul lagi mosi tak percaya oleh sebagian kecil anggotanya karena ketuanya dianggap tidak konsisten dan terampil dalam menahkodai panitia. Mosi tak percaya itu pun kandas karena tidak ada alasan yang jelas serta tanpa didukung fakta dan bernuansa tersisip kepentingan sesaat dari kelompok tertentu.
Hemat saya, sah-sah saja terjadi keruwetan tersebut terjadi karena pengurus inti KAN duduk pula sebagai panitia pemilihan, sementara pengurus inti ini adalah orang yang mengawasi proses pemilihan Ketua KAN. Keruwetan ini memicu tertundanya pelaksanaan pemilihan Ketua KAN.
Meskipun berdasarkan kesepakatan dalam pleno KAN bahwa panitia berdasarkan unsur utusan dari masing suku. Idealnya pengurus inti harus mencari utusan lain dari suku yang sama agar terpenuhi tujuh suku yang ada dalam nagari Salayo. Artinya KAN Salayo tidak jeli melihat struktur di tubuh panitia sehingga memicu dan memunculkan persoalan baru.
Apakah ini sebagai trik dan intrik? Entahlah! Semoga saja ini faktor kebetulan belaka meski telah menyisakan masalah. Pengurus inti itu mengawasi kinerja panitia, sementara pengurus inti itu ada dalam kepanitiaan. Terjadi in-actions, dua coki nokang. Terperiksa menjadi pemeriksa dan pemeriksa jadi terperiksa. Tak lucu, bukan? Indenpendensinya kehilang roh!
Bagi saya, solusinya tidaklah terlalu rumit dan berat. Hanya diperlukan konsisten terhadap komitmen pada aturan berbasis pada AD dan ART KAN Salayo yang telah disepakati bersama. Kalau lari dari itu namanya ngacir! Saya sebagai masyarakat hukum adat Nagari Salayo hendak menawarkan solusi kepada pengurus KAN Salayo agar keluar kari kerangkeng sengketa dari tertundanya pemilihan ketua KAN.
Pertama, kembalikan hak-hak para pemangku adat dan ninik mamak yang merasa dirugikan ketika periode sebelumnya atau saat ini namanya tidak lagi tercantum sebagai pengurus KAN Salayo berdasarkan surat penunjukkan atau pendelegasian dari masing suku.
Kedua, KAN Salayo dapat menyarankan kepada masing suku yang kemudian dimusyawarahkan bersama perangkat suku Urang Ampek Jinih (Orang Empat Jenis) dan Urang Bajinih (Orang Berjenis) beserta para ninik mamak dalam kerapatan suku agar mengutus kembali bagi ninik mamak yang hilang namanya dalam kepengurusan yang terdahulu atau periode masa kini (jika ada periode sekarang).
Ke depannya, jika ada pengurangan pengurus dan anggota KAN agar prosedural dan disampaikan kepada yang bersangkutan berikut dengan alasan yang logis dan tepat berdasarkan surat dari masing suku yang mengutusnya.
Khusus bagi para pihak pemangku adat yang sedang bersengketa agar dapat diselesaikan pada tingkat suku, bajanjang naik batanggo turun (berjenjang naik bertangga tutun) dan kusuik bulu mako paruah nan manyalasaikan (kusut bulu maka paruh yang menyelesaikan).
Tidak masalah jika ada anggapan gemuknya struktur KAN, itu menandakan bahwa masyarakat hukum adat nagari Salayo itu banyak dan sepanjang itu telah mengakomodir hak-hak para ninik mamak yang melakukan aksi protes tersebut telah terpenuhi atas pemulihan haknya. Bukankah duduak surang basampik sampik, duduak basamo balapang- lapang (duduk sendiri terasa sempit, duduk bersama terasa lapang).
Ketiga, segera revisi SK panitia pemilihan Ketua KAN dengan mengganti anggota pengurus inti dengan yang bukan dari pengurus inti tetapi tetap dari suku yang sama duduk di kepanitiaan. Tujuanlah agar jangan terjadi lagi konflik kepentingan dalan tubuh panitia dan independensinya terjaga dan terhormat serta bermartabat.
Keempat, perpanjangan masa tugas KAN periode 2015-2016 tetap berlanjut sampai tepilihnya Ketua KAN Salayo yang baru dan sudah definitif. Jika terjadi pula penunjukan PJ Ketua KAN Salayo maka pengurus inti KAN beserta para seksi di mata masyarakat dianggap tak bernyali dan lari dari tanggungjawab dalam menyelesaikan masalah.
Perlu diketahui bersama (masyarakat banyak yang tidak mengetahui) bahwa seluruh ninik mamak itu adalah Anggota KAN, tetapi tidak semuanya atau serta merta menjadi pengurus KAN. Sedangkan yang menjadi pengurus KAN itu adalah para pihak pemangku adat dan ninik mamak yang diutus oleh masing suku untuk mewakili masing sukunya berdasarkan pemufakatan pemangku adat suku beserta para ninik mamaknya.
Kata bijak mengingatkan, apabila cinta dan kecakapan para pemangku adat dan ninik mamak Nagari Salayo saling bekerjasama dengan saling melengkapi maka tunggulah sebuah karya besar. Bravo rang Salayo…!!!
Penulis adalah Pamuncak Adat Labuah Mudiak Nagari Salayo