
HAKIKINYA setiap anak memiliki hak, Adapun hak anak itu di antaranya hak hidup, hak perlindungan dari ancaman, hak persamaan derajat dalam pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hak untuk dipekerjakan, dan hak untuk mendapatkan kebutuhan mereka seperti makanan, pakaian, dan tempat bernaung. Maka dari itu Isu perlindungan anak di Indonesia mulai mendapatkan perhatian yang cukup melalui Undang-undang 4 tahun 1979 yang melingkupi kesejahteraan anak, dan No 23 Tahun 2002 dalam hal perlindungan anak.
Akhir-akhir ini masalah anak yang muncul ke permukaan adalah anak jalanan, menjadi masalah sosial karena Ketika ada di jalanan merupakan masalah sosial, kenapa mereka tidak bersama keluarga dan apakah mereka tidak belajar, apakah mereka putus sekolah.
Adapun yang menjadi faktor anak di jalanan, faktor ekonomi keluarga yang mengalami kehimpitan sehingga ada alternatif tindakan yang dilakukan oleh keluarga dengan menyuruh anak mereka mencari uang di jalanan, karena memang pekerjaan sebagai tukang sayur, tukang cuci piring dan buruh angkat barang dan sebagainya belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun di sisi lain, masuk anak di jalanan tidak hanya berangkat dari alternatif usaha orang tua, tapi berasal dari keinginan anak yang melihat orang tua mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan mereka terpaksa putus sekolah, akhirnya memutuskan untuk mencari uang ke jalanan.
Awalnya anak di jalanan karena ingin membantu ekonomi keluarga, namun lambat laun melakukan aktivitas di jalanan yang dapat menghasilkan uang ini menjadi aktivitas permanen, bahkan hal ini menjadi pegangan utama dengan mengandalkan anak anak untuk mendapatkan uang.
Jadi, keberadaan anak jalanan memang diketahui oleh keluarga, mereka didukung oleh keluarga berada di jalanan untuk memperoleh aset ekonomi, anak anak jalanan dihimpun untuk mengemis (untuk Kota Padang ada di jalan Imam Bonjol, mereka di awasi orang agar tidak diperas oleh orang lain).
Selain faktor ekonomi, juga faktor psikologis yang menjadi pendorong anak hidup di jalanan, keluarga yang tidak nyaman, keluarga yang bermasalah, keluarga yang bertengkar, mereka ingin mencari jalan hidup sendiri, mereka keluar rumah agar dapat melupakan persoalan yang ada di rumah mereka. Ini merupakan reaksi atas bentuk perlawanan atas realita keluarga yang bermasalah.
Namun suatu fenomena, anak jalanan dengan latar belakang keluarga bermasalah, seperti perceraian, ketidak akuran dalam keluarga inilah yang terlibat dalam tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain, sikap negatif muncul pada diri mereka seperti mabuk-mabukan, menghisap ganja dan lain lain. Ada kecenderungan kelompok ini rada malas bekerja dan sering menghabiskan segera uang yang mereka miliki. Ada kecerungan tidak memikirkan masa depan, uang yang mereka dapatkan dari mengemis digunakan untuk belanja sendiri
Terakhirnya faktor sosial budaya seperti ketercampakan diri dari kondisi kampung, lalu pilihan pergi dari kampung halaman dan hidup di jalanan. Selain itu faktor pertemanan menyebabkan anak anak hidup di jalanan. mereka diajak untuk bersenang dan menikmati hidup di jalanan sebagai bagian dari solidaritas dari pertemanan yang ada.
Penanganan anak Jalanan
Anak jalanan ditangkap dan dikumpulkan namun tidak ada tindak lanjut setelah itu (pemanggulangan sangat musiman saja), tidak menjadi suatu tupoksi (tugas pokok organisasi) yang terarah. Sebaiknya penanganannya itu komprehensif, dimana mereka setelah ditangkap lalu diarahkan namun juga ditelusuri keluarga, harus dicari bagaimana sikap daripada keluarga termasuk keluarga luas.
Bisa saja keluarga tidak mengetahui, seandainya keluarga luas mengetahui dapat menjadi kontrol terhadap anak jalanan, karena menjadi anak jalanan adalah aib. Selain menelusuri keluarga, perlu ditelusuri mereka berasal dari nagari mana, dengan komunikasi ini, ada keterlibatan nagari untuk mengurangi anak jalanan, ada malu urang sakampuang. Serta dibangun kemitraaan dengan nagari.
Kemudian anak jalanan ini muncul tak lepas dari keinginan mencari uang secara instan, gampang tapi abai moral dan masa depan. Anak jalanan tak lepas dari realita kemiskinan, untuk program anak jalanan ini juga harus simultan dalam upaya pengentasan kemiskinan terutama keluarga.*)
Penulis adalah seorang Doktor, Dosen di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang (UNP)