Oleh : Irman Gusman
UNTUK pertama kalinya di Sidang Paripurna MPR yang saya hadiri pada 20 Oktober silam pada pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, di hadapan para tokoh bangsa dan pemimpin negara-negara sahabat, Presiden mengemukakan gagasan untuk menyongsong Indonesia 2045 yang saya sebut Visi Centennial Merdeka atau satu abad Indonesia merdeka.
Presiden ingin melihat Indonesia tampil pada saat itu sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-lima di dunia, yaitu negara maju yang telah keluar dari middle-income trap ketika pendapatan per kapita masyarakat kita sudah mencapai Rp27 juta per bulan, atau Rp324 juta per tahun, atau sekitar US$23.000 dengan kurs saat ini.
Jokowi mengemukakan lima hal penting yaitu, perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penyederhanaan birokrasi, sikronisasi dan koreksi regulasi melalui Omnibus Law, pemberdayaan Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM), dan transformasi ekonomi nasional menuju satu abad merdeka.
Apabila kelima hal penting tersebut dirangkum ke dalam satu tema besar maka akan tampak jelas bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah memperkuat perekonomian nasional melalui pemberdayaan kapasitas ekonomi dalam negeri yang didukung oleh birokrasi yang efektif, regulasi yang kondusif dan konsisten termasuk kepastian hukum, konsistensi kebijakan, serta peningkatan profesionalitas SDM.
Gagasan ini dikemukakan Presiden di golden period, karena lima tahun ke depan ia tak lagi memiliki beban pikiran tentang Pilpres berikutnya. Prabowo Subianto sebagai penantangnya di Pilpres yang lalu sudah merapat dan bergabung ke pemerintahan, DPR dipimpin oleh Puan Maharani dari partai pengusung Jokowi, MPR dipimpin Bambang Soesatyo yang juga dari partai koalisi pemerintah, sementara DPD RI pun diketuai La Nyalla Mattalitti yang juga mendukungnya dan fokus ke peningkatan pembangunan dan pemerataan ekonomi daerah. Semua ini merupakan modal politik dan dukungan daerah yang mendukung stabilitas pemerintahan.
Inilah kesempatan bagi Jokowi dan kabinetnya untuk mengimplementasikan langkah-langkah terobosan yang bersifat out of the box, ketika kita berada di era perekonomian global yang tak kondusif termasuk perang dagang negara-negara besar sehingga tak mungkin lagi dihadapi dengan paradigma dan cara-cara konvensional.
Justru di tengah kondisi demikian, maka perlu dilakukan reorientasi strategi pembangunan ekonomi melalui penguatan kapasitas dalam negeri dan mensinergikan perekonomian antardaerah/antarpulau. Sebab kita negara kepulauan terbesar di dunia dengan penduduk 265 juta dan panjangnya setara jarak dari London ke Ankara, melintasi begitu banyak negara, bagai raksasa tidur yang potensinya belum dibangunkan.
Integrasi dan sinergi ekonomi antardaerah, antarpulau dan antarwilayah akan memunculkan peluang-peluang dan potensi baru untuk memperkuat ekonomi nasional secara keseluruhan. Sinergi dan integrasi ini memerlukan penguatan infrastruktur sektor kelautan dan kemaritiman serta sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri kreatif, industri manufaktur dan subsektor terkait.
Terlalu lama kita sibuk mengintegrasikan perekonomian nasional ke perekonomian global sehingga sering kita tertekan oleh resesi dan gejolak ekonomi dunia yang tak dapat kita kontrol, padahal potensi ekonomi dalam negeri kurang diperhatikan. Termasuk perlunya mengakselerasi pembangunan ekonomi yang menghasilkan pusat-pusat pertumbuhan baru diberbagai wilayah.
Model-model pembangunan ekonomi yang terlalu berorientasi pada text book thinking dan tak sesuai lagi dengan kondisi dan realitas perekonomian global yang memerlukan kecepatan, kreativitas dan inovasi, perlu disesuaikan agar sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kini memunculkan knowledge-based economy, termasuk digital economy.
Gagasan ini perlu diterjemahkan oleh tim ekonomi kabinet baru melalui kebijakan-kebijakan terpadu. Sebab inilah strategi pemerataan pertumbuhan yang telah berhasil dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan China yang kuat perekonomian domestiknya.
Dibutuhkan pula satu langkah terobosan lainnya yaitu merelokasikan aktivitas dan kantor-kantor pusat BUMN ke berbagai ibukota provinsi sesuai dengan potensi ekonomi daerah. Relokasi seperti ini dibutuhkan sebab BUMN adalah agent of change untuk seluruh Indonesia, bukan hanya untuk Jakarta dimana mereka sekarang bertumpuk-tumpuk.
Misalnya BRI ke Makassar, BNI ke Medan, BTN ke Surabaya, Pertamina ke Riau, Pusri Holding ke Palembang, BUMN perkebunan ke Kalimantan, Pelindo ke Papua, Antam ke Kendari, Pelni ke Maluku, PTP ke Palangkaraya, Semen Indonesia pindah ke Padang, dan seterusnya. Sektor perbankan memang perlu disebar karena bank adalah urat nadi perekonomian.
Relokasi BUMN seperti ini akan melahirkan dampak ikutan yang luar biasa termasuk di sektor transportasi, industri manufaktur, perumahan, jasa konstruksi, utilitas publik, pertanian, ESDM, dan seterusnya. Dampak penciptaan lapangan pekerjaan serta penyerapan tenaga kerja juga akan terjadi secara lebih merata sehingga semakin memperkuat perekonomian daerah, mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta mempercepat terjadinya kemandirian ekonomi nasional.
Sama seperti di Amerika Serikat, misalnya, dimana bank-bank besar tidak bertumpu ke satu kota, seperti New Yok City, begitu pula perusahaan-perusahaan besarnya yang tersebar ke berbagai negara bagian. Dampaknya adalah orang tak perlu mencari pekerjaan di ibukota negara sebab ada pemerataan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di berbagai daerah.
Menciptakan kemandirian ekonomi dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan kepada pihak asing, termasuk memangkas ketergantungan pada impor produk-produk pertanian, bahan makanan dan bahan baku industri. Sejalan dengan itu perlu meningkatkan produksi dalam negeri.
Selain itu, salah satu kekuatan dalam negeri yang sedang berkembang pesat adalah ekonomi kreatif yang perlu diberikan perhatian khusus. Sektor ini sudah menghasilkan nilai ekspor sebesar $20 miliar per 2018, melibatkan 8 juta unit usaha dan 17 juta tenaga kerja. Angka-angka ini masih bisa bertumbuh lagi apabila ditopang oleh SDM hang handal serta regulasi yang mendukung dan akses ke sumber pendanaan.
Tentang penyederhanaan birokrasi yang dikemukakan Presiden, semua prosedur yang menghambat laju perekonomian perlu dipangkas lagi dan disederhanakan untuk menciptakan efisiensi dan kecepatan pelayanan publik, termasuk medorong investasi dan membuka lapangan pekerjaan.
Presiden berpikir praktis ketika ia berbicara tentang perlunya menghadirkan Omnibus Law untuk melakukan sinergi dan koreksi terhadap berbagai regulasi. Sasaran jangka pendeknya termasuk untuk memberdayakan pelaku dunia usaha termasuk juga 62 juta unit UMKM serta koperasi-koperasi di daerah-daerah agar mereka memiliki akses permodalan dan teknologi digital, skala usaha yang lebih besar, jaringan pemasaran yang lebih luas, kemampuan manajerial yang lebih baik serta kemampuan kompetitif yang semakin besar.
Dalam mendorong kemajuan UMKM maka koperasi perlu lebih diberdayakan sebagai gerakan ekonomi rakyat sekaligus sebagai sokoguru perekonomian sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 33.
Visi Presiden tentang transformasi perekonomian nasional menjelang satu abad merdeka harus bisa diterjemahkan secara baik oleh tim ekonomi yang sudah dilantik. Yaitu melepaskan diri dari ketergantungan pada sumberdaya alam dan meningkatkan pertambahan nilai yang berupa industri manufaktur dan jasa. Termasuk memanfaatkan teknologi ekonomi digital dan menumbuhkembangkan kelompok wirausahawan sebagai penggerak roda perekonomian.
Digital economy yang kini berkembang adalah bukti bahwa kekuatan perekonomian setiap negara bukan lagi ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya alam melainkan ketersediaan sumberdaya manusia yang kreatif dan inovatif serta yang menguasai teknologi di berbagai bidang dan berperilaku entrepreneurial. Sebab, seperti dikatakan Raymond Kao, pakar kewirausahaan, It may take a revolution to gain political freedom, but it only needs entrepreneurial spirit to gain economic freedom.
Itulah sebabnya maka Presiden meletakkan SDM yang berkualitas dan berjiwa entrepreneurial sebagai prioriotas dalam menyongsong satu abad merdeka yaitu negara maju dan mandiri, adil dan makmur.
Kabinet yang baru dibentuk ini, yang secara komposisi jauh lebih menjanjikan dari kabinet kerja sebelumnya, diharapkan dapat menerjemahkan visi besar Presiden Jokowi melalui kebijakan-kebijakan dan program aksi yang memberdayakan perekonomian dalam negeri agar ekonomi kita benar-benar dapat menjadi ekonomi yang mandiri dan transformatif sebagai andalan kekuatan masa depan. Dengan begitu maka Presiden Jokowi akan dikenang sebagai Bapak Transformasi Indonesia.
Kita masih mempunyai seperempat abad lagi untuk menerjemahkan visi Presiden Jokowi itu menjadi kenyataan. Dan fase lima tahun hingga 2024 ini sangatlah menentukan perjalanan bangsa ke depan. Apakah kita akan menjadi negara gagal di tahun 2030 sebagaimana diingatkan oleh capres Prabowo Subianto ataukah menjadi negara maju seperti yang dicanangkan Presiden Jokowi tergantung apa yang dilakukan dalam periode lima tahun ke depan.
Demi menyongsong masa keemasan satu abad merdeka tersebut, perlulah semua komponen bangsa menghindari segala potensi konflik dan perpecahan berlatar belakang agama, ethnis, ras, dan suku dan lainnya. Karena kita adalah negara yang ber-bhinneka tunggal ika yang terajut dalam bingkai NKRI dengan semangat gotong royong dan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Selamat kepada Presiden dan Wapres serta para Menteri Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin dalam melakukan transformasi Indonesia menuju 2045!
Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Periode 2009-2014 dan 2014-2016.
Sumber : Tulisan yang sama forumsumbar.com