
JAKARTA, AmanMakmur —-Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menilai penguatan kepemimpinan daerah menjadi kunci dalam menekan angka HIV dan Tuberkulosis (TB) di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPD RI Bidang Otonomi Daerah, Politik, dan Hukum, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dalam acara Talkshow Demand Generation Campaign memperingati Hari AIDS Sedunia, yang bertajuk “Peningkatan Peran DPD RI dalam Optimalisasi Kepemimpinan Daerah termasuk Kebijakan dan Anggaran Penanggulangan HIV dan Tuberkulosis” di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Dalam keynote speech-nya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyoroti masih lemahnya implementasi penanggulangan HIV/TB di banyak daerah, meski keduanya merupakan pelayanan dasar wajib dalam kerangka otonomi daerah.
Ia menyebut sejumlah persoalan yang kerap muncul, mulai dari keterbatasan anggaran, minimnya regulasi yang berpihak, hingga kurangnya tenaga kesehatan terlatih.
“Masih ada ratusan ribu warga yang belum mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Ini bukan hanya persoalan medis, tetapi persoalan edukasi, perlindungan, dan tanggung jawab negara terhadap kelompok rentan,” ujar GKR Hemas.
GKR Hemas menyampaikan bahwa dari estimasi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) nasional, baru 63 persen yang terdeteksi. Ibu rumah tangga kini menjadi kelompok terbesar yang terinfeksi. Dari mereka yang sudah terdeteksi, hanya 71 persen yang memulai pengobatan, dan sekitar 56 persen yang berhasil menekan virus.
Sementara itu, penanganan TB juga dinilai masih menghadapi ketimpangan antarwilayah, baik dari sisi penemuan kasus maupun penyelesaian pengobatan.
Menurutnya, kondisi ini menggambarkan masih lemahnya layanan dasar kesehatan di daerah, serta tingginya stigma sosial yang membuat banyak orang enggan mengakses layanan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, GKR Hemas menyebut DPD RI mengoptimalkan tiga peran strategisnya: mendorong regulasi daerah yang lebih kuat, memastikan alokasi anggaran yang memadai, dan menjadi jembatan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Kebijakan pusat harus realistis dan sesuai kondisi daerah. Tanpa kepemimpinan daerah yang kuat, prioritas anggaran tidak akan tepat, dan stigma tidak akan hilang,” terang GKR Hemas.
DPD RI juga mendorong pemerintah daerah untuk tidak bergantung pada pendanaan donor internasional, serta memastikan bahwa program pencegahan dan pengobatan HIV/TB terintegrasi dalam perencanaan daerah seperti RPJMD dan anggaran APBD.
Wakil Ketua DPD RI itu turut menyoroti meningkatnya kasus HIV di kalangan remaja. Minimnya edukasi kesehatan seksual, paparan risiko melalui media digital, serta ketakutan untuk mengakses layanan kesehatan disebut menjadi faktor utama.
“Banyak remaja tidak tahu harus bertanya ke mana atau takut menghadapi stigma. Ini bukti bahwa penanganan HIV adalah isu budaya, edukasi, dan perlindungan anak,” tambahnya.
Dalam forum tersebut, GKR Hemas memberikan apresiasi kepada Yayasan Spiritia atas perannya sebagai Principal Recipient program The Global Fund 2024–2026. Ia menyebut kontribusi lembaga tersebut sebagai bagian penting upaya menuju paradigma sehat dalam visi Indonesia Emas 2045.
Menutup paparannya, GKR Hemas mengajak semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, Kementerian, komunitas, serta mitra internasional, untuk memperkuat kolaborasi demi menekan angka HIV dan TB.
“Kita tidak ingin tiba di 2045 dengan beban penyakit yang seharusnya bisa dicegah. Mari perkuat kepemimpinan daerah dan pastikan tidak ada warga yang tertinggal dalam akses layanan kesehatan,” pungkasnya.
(R/dpd)












