ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
Home Opini

Tunjangan DPR Era Jokowi: Pelemahan Legislatif, Penguatan Parpol, dan Matinya Demokrasi Konstitusional

Minggu, 07/9/25 | 21:13 WIB
in Opini
0
Post Views: 117
Irdam Imran, Pengamat Sosial dan Politik. (Foto : Dok)

Oleh Irdam Imran
(Pengamat Sosial dan Politik)

1. Kenyamanan yang Membelenggu

Sejak era Presiden Jokowi, anggota DPR RI menerima tunjangan dan fasilitas dengan jumlah mencengangkan. Gaji pokok mereka hanya sekitar Rp 4,2 juta, namun dengan berbagai tunjangan—mulai dari perumahan Rp 50 juta per bulan, bensin Rp 7 juta, komunikasi Rp 7,7 juta, tunjangan keluarga, tunjangan beras Rp 12 juta, hingga biaya perjalanan dinas puluhan juta rupiah per pekan—total penghasilan bisa menembus Rp 200 juta lebih per bulan.

Baca Juga

Festival Agriculture Punggung Kasiak 2025, Padukan Kekuatan Budaya Minangkabau dan Sektor Pertanian

Festival Agriculture Punggung Kasiak 2025, Padukan Kekuatan Budaya Minangkabau dan Sektor Pertanian

Senin, 24/11/25 | 20:34 WIB
DPD RI Minta Biarkan Masyarakat Papua Hidup Tenang di Atas Tanah Milik Mereka

DPD RI Minta Biarkan Masyarakat Papua Hidup Tenang di Atas Tanah Milik Mereka

Senin, 24/11/25 | 20:24 WIB
Reuni Akbar 212 Kembali Digelar di Monas; Revolusi Akhlak untuk Selamatkan NKRI dari Penjahat

Reuni Akbar 212 Kembali Digelar di Monas; Revolusi Akhlak untuk Selamatkan NKRI dari Penjahat

Senin, 24/11/25 | 20:04 WIB

Ironinya, fasilitas ini diberikan di tengah kondisi rakyat yang masih berjuang menghadapi kemiskinan, pengangguran, dan tingginya harga kebutuhan pokok.

2. Mekanisme Sistemik: Melemahkan DPR, Menguatkan Partai

Fasilitas DPR bukan hanya soal “kesejahteraan pejabat publik”. Ada agenda politik yang lebih besar:

Ketergantungan pada eksekutif
Dengan seluruh kebutuhan hidup dibiayai negara, DPR kehilangan daya kritis terhadap pemerintah. Bagaimana mungkin lembaga yang begitu dimanjakan bisa konsisten mengawasi pemberi fasilitas?

Parpol makin kuat, rakyat makin jauh. Anggota DPR menjadi instrumen logistik partai. Loyalitas mereka lebih pada parpol, bukan pada konstituen. Demokrasi konstitusional yang mestinya bertumpu pada kedaulatan rakyat justru tersubordinasi pada oligarki partai.

Matinya checks and balances
Demokrasi menuntut keseimbangan antar-lembaga. Namun, DPR yang sudah “dibeli” fasilitas akan lebih sibuk menjaga status quo ketimbang mengoreksi kebijakan eksekutif.

3. Perbandingan Internasional

Untuk memperjelas absurditas ini, mari kita bandingkan:

Amerika Serikat (US Congress):
Anggota Kongres mendapat gaji sekitar USD 174.000 per tahun (setara Rp 220 juta per bulan). Namun, mereka membiayai sendiri perumahan, transportasi, bahkan kesehatan sebagian ditanggung pribadi. Transparansi ketat membuat rakyat tahu setiap pengeluaran.

Inggris (House of Commons):
Anggota parlemen mendapat gaji pokok sekitar GBP 91.000 per tahun (sekitar Rp 150 juta per bulan). Namun, setiap klaim tunjangan—bahkan tiket kereta atau tagihan listrik—harus dilaporkan secara publik. Skandal kecil bisa membuat anggota parlemen mundur.

Indonesia (DPR RI):
Anggota DPR bisa mendapat Rp 200 juta lebih per bulan, dengan sebagian besar fasilitas tanpa kewajiban transparansi ke publik. Reses yang seharusnya untuk bertemu rakyat sering berubah jadi kegiatan seremonial dengan dana miliaran.

Hasilnya? Di negara demokrasi mapan, parlemen dihormati karena akuntabilitas. Di Indonesia, parlemen kehilangan wibawa karena kemewahan yang menutup jarak dengan rakyat.

4. Demokrasi dalam Bahaya

Demokrasi konstitusional di Indonesia sekarat. DPR yang mestinya menjadi benteng rakyat justru berubah menjadi menara gading.

Jika pola ini berlanjut, Indonesia akan memasuki era supremasi oligarki: eksekutif yang dominan, legislatif yang jinak, yudikatif yang gamang, dan rakyat yang hanya menjadi penonton.

5. Jalan Perubahan

Untuk menyelamatkan demokrasi konstitusional, ada beberapa langkah mendesak: pertama, Revisi sistem tunjangan DPR agar lebih rasional dan akuntabel.

Kedua, Transparansi keuangan DPR: setiap rupiah tunjangan harus dipublikasikan ke rakyat.

Ketiga, Reformasi partai politik agar anggota DPR kembali menjadi wakil rakyat, bukan sekadar mesin partai.

Keempat, Penguatan civil society untuk mengawal fungsi DPR secara independen.

6. Penutup

Tunjangan DPR era Jokowi adalah cermin demokrasi yang dibelokkan: bukan untuk memperkuat rakyat, melainkan untuk mengikat wakil rakyat dalam lingkaran oligarki.

Maka, perjuangan kita hari ini bukan hanya soal angka tunjangan, tetapi soal mengembalikan supremasi konstitusi di atas segala kepentingan politik. *)

Penulis : Mantan Birokrat Parlemen Senayan, dan Kader Partai Ummat Kini Tinggal di Depok, Jawa Barat

ShareSendShare

Most Viewed Posts

  • Istri Rektor ITP Hendri Nofrianto Berpulang ke Rahmatullah (15,472)
  • Lalai Eksekusi Bupati Pessel, LBH Sumbar akan Laporkan Kejari Painan ke Jamwas dan Komjak (11,745)
  • Klaim Rinaldi sebagai Ketum IKA FMIPA Unand Ditolak Alumni (9,347)
  • Ibunda Tercinta Mulyadi Wafat, Banyak Tokoh Nasional Kirim Karangan Bunga Duka Cita (9,063)
  • Ambulans Sumbangan Warga Padang Ikut Bantu Evakuasi Korban di Palestina (9,026)
  • Mevrizal: Profesi Pengacara Syariah Menggiurkan dan Kian Diminati (8,297)
  • Menakar Peluang DPD RI Dapil Sumbar di Pemilu 2024 (7,380)
  • Memenuhi Syarat, Bacalon DPD RI Hendra Irwan Rahim Dinilai Paling Siap (6,869)
  • Puncak Peringatan Hari Koperasi, Hendra Irwan Rahim: Dua Menteri Bakal Hadir di Sumbar (6,719)
  • DPD RI Bentuk Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer (5,807)

Berita Lainnya

Inyiak Rajo: Pemimpin Baru dan Harapan Baru

‘Ajo JKA Pulang Kampuang’

Jumat, 21/2/25 | 00:37 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

Kamis, 30/5/24 | 06:00 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

Jumat, 14/6/24 | 20:18 WIB
“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

Kamis, 05/6/25 | 01:41 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

Jumat, 16/5/25 | 12:12 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

Minggu, 11/5/25 | 19:31 WIB
  • Aman Makmur
  • Beranda
  • Tim Redaksi

© 2025 - Amanmakmur.com

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial

© 2025 - Amanmakmur.com