ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
Home Opini

Vivere Pericoloso

Minggu, 20/8/23 | 15:25 WIB
in Opini
0
Post Views: 521
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua  DPD RI. (Foto : dpd)

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

VIVERE PERICOLOSO, adalah sebuah frasa dalam bahasa Italia yang berarti “hidup penuh bahaya” atau “hidup menyerempet bahaya”. Kalimat ini pernah dikutip oleh Bung Karno dalam pidatonya di tahun 1964 silam. Tetapi tentu di sini saya tidak akan mengulas tentang pidato Bung Karno tersebut.

Saya memilih kalimat tersebut sebagai judul saja. Karena bangsa ini memang sedang menyerempet bahaya. Tepatnya sejak Era Reformasi. Saat bangsa ini terbawa dalam suasana dan spirit anti Orde Baru. Sehingga ada anggapan yang tidak kita sadari, bahwa Sistem Demokrasi Pancasila kita samakan dengan Orde Baru.

Baca Juga

Hari Guru Nasional, Ketua PP Muhammadiyah Irwan Akib: Guru Harus Adaptif, Namun Tetap Menjaga Dimensi Kemanusiaan

Hari Guru Nasional, Ketua PP Muhammadiyah Irwan Akib: Guru Harus Adaptif, Namun Tetap Menjaga Dimensi Kemanusiaan

Selasa, 25/11/25 | 21:42 WIB
MTQ Nasional XLI Tingkat Sumbar Digelar di Bukittinggi, Tanah Datar Siap Pertahankan Juara Umum

MTQ Nasional XLI Tingkat Sumbar Digelar di Bukittinggi, Tanah Datar Siap Pertahankan Juara Umum

Selasa, 25/11/25 | 21:21 WIB
DPD RI-BPK RI Berkolaborasi Lakukan Pengawasan Keuangan Negara Agar Transparan dan Akuntabel

DPD RI-BPK RI Berkolaborasi Lakukan Pengawasan Keuangan Negara Agar Transparan dan Akuntabel

Selasa, 25/11/25 | 17:56 WIB

Sehingga di Era Reformasi muncul orang-orang yang menganggap dirinya The Second Founding Fathers. Lalu mendalilkan ilmu dan teori barat untuk dijejalkan ke dalam Konstitusi negara ini. Dengan dalih penguatan sistem presidensial, maka sistem bernegara di dalam Konstitusi diubah.

Celakanya perubahan itu justru meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi. UUD hasil perubahan telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara. Fakta tersebut bukan asumsi atau pseudoscience. Tetapi hasil kajian akademik.

Karena isi dari perubahan Konstitusi itu ternyata menjabarkan nilai individualisme dan liberalisme. Sehingga sistem perekonomian juga berubah menjadi ekonomi pasar yang kapitalistik.

Didalilkan, penguatan sistem presidensial harus dilakukan melalui pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Agar presiden mendapat mandat langsung dari rakyat. Sehingga benar-benar presiden rakyat. Ternyata faktanya?

Faktanya, presiden yang disodorkan kepada rakyat adalah pilihan Ketua Umum Partai Politik. Karena memang konstitusi mengatur seperti itu. Sehingga tidak salah apabila presiden disebut petugas partai.

Dalam penentuan calon presiden, para ketua partai yang bermusyawarah. Menimbang-nimbang dan membicarakan tentang bagaimana pembiayaan Pilpres Langsung yang begitu besar. Apakah sudah cukup sponsor atau belum? Dan seterusnya.

Lalu pemilihan presiden menjadi penyebab polarisasi. Bangsa ini terbelah. Perdebatan dan saling adu mulut tiada henti. Sehingga kebenaran menjadi relatif. Karena dibicarakan dari dua kutub dan dua cara pandang yang ultra subyektif. Dipenuhi dengan informasi yang tidak teruji. Kalimat tanpa definisi. Persis seperti yang terjadi di abad 5 sebelum masehi di Yunani, ketika negara itu dipenuhi pikiran-pikiran kaum Sofis.

Presiden terpilih memilih membagi kursi dengan partai politik sebanyak mungkin. Agar bisa bekerja lebih cepat melalui persetujuan-persetujuan politik dan Undang-Undang di DPR. Termasuk persetujuan atas ‘kebijakan balas budi’ terhadap pihak-pihak yang membantu dalam pemenangan Pilpres Langsung.

Fenomena ini akan terus terjadi. Kalau pun terjadi perubahan, hanyalah perubahan orang. Karena sistem bernegara ini telah membentuk siklus tersebut.

Sehingga salah satu tuntutan reformasi, yaitu penghapusan KKN, semakin ambyar. Karena faktanya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bukan malah membaik.

Sudah saya sampaikan di dalam pidato Sidang Bersama MPR RI tanggal 16 Agustus 2023. Bahwa azas dan sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa, belum pernah kita terapkan secara benar dan sempurna. Baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru. Karena itu, untuk menghindari praktek penyimpangan di masa lalu, maka perlu dilakukan penyempurnaan dan penguatan.

Caranya; kita kembalikan terlebih dahulu Konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh para pendiri bangsa. Lalu kita lakukan Amandemen dengan Teknik Adendum. Sehingga tidak mengubah sistem bernegara, dan tetap taat pada azas.

Kita beri adendum terhadap pasal-pasal tertentu, agar dapat kita pastikan tidak terjadi penyimpangan seperti yang terjadi di masa lalu.

Tetapi sekali lagi, bangunan dan konstruksi bernegara sesuai dengan Pancasila tetap kita pertahankan. Karena para pendiri bangsa kita bukan tidak tahu teori-teori barat. Bukan tidak tahu teori trias politica. Bukan tidak tahu pikiran Montesquieu. Tetapi para pendiri bangsa kita memang sengaja memilih sistem tersendiri: Demokrasi Pancasila.

Sistem yang cocok diterapkan untuk negara kepulauan yang super majemuk ini. Sistem yang cocok untuk negara dengan bentang jarak dari Sabang sampai Merauke sama dengan jarak London ke Kazakhtan. Dan jarak bentang dari Pulau Miangas sampe Rote sama dengan jarak Moskow ke Kairo.

Silakan melakukan Amandemen Konstitusi. Tetapi tidak mengubah Azas dan Sistem bernegara. Itu disebut Amandemen dengan Teknik Adendum. Seperti dilakukan Amerika Serikat sebanyak 27 kali, dan India 104 kali. Tetapi tanpa mengubah Azas dan Sistem bernegaranya.

Berbeda dengan Turki, yang secara tegas menyatakan dalam konstitusinya bahwa telah meninggalkan sistem Kesultanan Ottoman, untuk menjadi negara sekuler di era Kemal Ataturk pada 1 November 1922.

Demikian juga Perancis, yang secara tegas menyatakan meninggalkan bentuk Monarchi menjadi Republik. Sehingga di dalam Konstitusinya tertulis larangan untuk melakukan perubahan yang mengancam bentuk Republik negaranya.

Inilah yang dimaksud dengan perubahan yang sangat fundamental terhadap konstitusi. Sehingga disebut penggantian konstitusi. Dan itu dinyatakan secara tegas dan terbuka.

Lha Indonesia? Kita tetap menjadikan Pancasila dan nilai-nilai luhur yang dirumuskan pendiri bangsa di dalam Naskah Pembukaan Konstitusi. Tetapi menghilangkan penjabarannya di dalam pasal-pasal UUD. Inilah yang saya maksud Vivere Pericoloso. Atau dalam istilah anak gaul; Gak bahaya ta?

Akibatnya kita sebagai bangsa telah kehilangan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita sebagai sebuah bangsa. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.

Berabad-abad bangsa Nusantara ini memiliki tradisi musyawarah dan perwakilan. Bahkan partai politik dan ormas dalam memilih ketuanya juga melalui perwakilan. Tetapi mengapa giliran memilih presiden harus dilakukan secara langsung? Dan penentu akhir siapa yang menang adalah Komisi Pemilihan Umum yang mengumumkan angka-angka suara dari 820.161 TPS, yang sulit kita cek validitasnya.

Sebagai renungan, di akhir tulisan ini, saya cuplikan beberapa pikiran para pendiri bangsa kita;

Ir. Soekarno:
“Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial !”

Mr. Soepomo:
“Cara mengangkat pemimpin negara itu hendaknya janganlah diturut cara pilihan menurut sistem demokrasi Barat, oleh karena pilihan secara sistem demokrasi Barat itu berdasar atas faham perseorangan. Tuan-tuan sekalian hendaknya insyaf kepada konsekuensi dari pendirian menolak dasar perorangan itu. Menolak dasar individualisme berarti menolak juga sistem perlementarisme, menolak sistem demokrasi Barat, menolak sistem yang menyamakan manusia satu sama lain seperti angka-angka belaka yang semuanya sama harganya.”

Ki Bagoes Hadikoesoemo:
“Bahwa kita harus mempersatukan pendapat-pendapat yang bertentangan, sehingga menjadi bulat. Tetapi persatuan dan kebulatan itu tak mungkin tercapai selagi masih ada watak yang suka memaksakan kehendak sendiri.”

Moh. Yamin:
“Negara Rakyat Indonesia adalah pemerintah syuriyah (musyawarah), pemerintahan yang didasarkan atas permusyawaratan antar orang berilmu dan berakal sehat, yang dipilih atas faham perwakilan.”

Surabaya, 20 Agustus 2023

Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

ShareSendShare

Most Viewed Posts

  • Istri Rektor ITP Hendri Nofrianto Berpulang ke Rahmatullah (15,473)
  • Lalai Eksekusi Bupati Pessel, LBH Sumbar akan Laporkan Kejari Painan ke Jamwas dan Komjak (11,745)
  • Klaim Rinaldi sebagai Ketum IKA FMIPA Unand Ditolak Alumni (9,347)
  • Ibunda Tercinta Mulyadi Wafat, Banyak Tokoh Nasional Kirim Karangan Bunga Duka Cita (9,063)
  • Ambulans Sumbangan Warga Padang Ikut Bantu Evakuasi Korban di Palestina (9,026)
  • Mevrizal: Profesi Pengacara Syariah Menggiurkan dan Kian Diminati (8,297)
  • Menakar Peluang DPD RI Dapil Sumbar di Pemilu 2024 (7,380)
  • Memenuhi Syarat, Bacalon DPD RI Hendra Irwan Rahim Dinilai Paling Siap (6,869)
  • Puncak Peringatan Hari Koperasi, Hendra Irwan Rahim: Dua Menteri Bakal Hadir di Sumbar (6,719)
  • DPD RI Bentuk Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer (5,807)

Berita Lainnya

Inyiak Rajo: Pemimpin Baru dan Harapan Baru

‘Ajo JKA Pulang Kampuang’

Jumat, 21/2/25 | 00:37 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

Kamis, 30/5/24 | 06:00 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

Jumat, 14/6/24 | 20:18 WIB
“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

Kamis, 05/6/25 | 01:41 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

Jumat, 16/5/25 | 12:12 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

Minggu, 11/5/25 | 19:31 WIB
  • Aman Makmur
  • Beranda
  • Tim Redaksi

© 2025 - Amanmakmur.com

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial

© 2025 - Amanmakmur.com