
Oleh: Novfita Risma Yenni
KABUPATEN Tanah Datar atau disebut juga dengan Luak Nan Tuo, merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatra Barat (Padang), dengan ibukota-nya Batusangkar.
Kabupaten Tanah Datar tidak hanya terkenal sebagai tempat wisata dan adanya rumah gadang (Istano Pagaruyung) yang berada di sana. Tapi terdapat tradisi dan budaya yang beragam di setiap daerahnya. Salah satunya di Kecamatan Batipuh, tepatnya di Nagari Tanjung Barulak.
Diketahui, nagari merupakan gabungan dari koto, yakni suatu satuan sosial yang berdasarkan kebudayaan dan kebatinan. Nagari mempunyai hak sendiri dan mempunyai wilayah dan batas-batas tertentu dengan nagari lainnya.
Nagari merupakan lembaga pemerintah dan sekaligus merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat yang dalam nagari disebut kesatuan masyarakat hukum adat sebagai lembaga kesatuan sosial utama yang dominan.
Kemudian, tradisi merupakan suatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian kehidupan masyarakat, adat turun temurun, generasi ke generasi, yang berasal dari nenek moyang terdahulu.
Tradisi juga termasuk kepercayaan di suatu kampung yang tidak bisa ditinggalkan biasanya masyarakat lebih memilih untuk melakukan dan melestarikan tradisi tersebut.
Nagari Tanjung Barulak memiliki tradisi atau kebiasaan turun temurun dari dahulunya sampai sekarang melakukan salah satu tradisi ‘Manujuah Hari‘.
Kegiatan Manujuah Hari adalah tradisi upacara kematian atau ziarah ke kubur seseorang yang meninggal dunia setelah tujuh hari.
Di makam diadakan tradisi Managak Batu yang dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah mayat di kuburkan.
Manujuah Hari dilaksanakan dan dihadiri sanak saudara famili, datuk wali angku sebagai pemandu berdoa di sana, dan kegiatan ini hanya di laksanakan oleh kaum laki-laki saja.
Sedangkan kaum perempuan tuan rumah berada di rumah dan masak bagian dapur untuk menyiapkan makanan, supaya laki-laki setelah selesai kegiatan pusaro mereka datang ke rumah untuk makan bersama dan berdoa bersama nantinya.
Kegiatan Managak Batu ini biasanya dilakukan secara bergotong royong serta meletakkan batu nisan dan mengasih papan sepanjang kuburan berbentuk persegi panjang (membentuk pamakaman).
Setelah batu nisan diletakkan, selanjutnya ditaburi bunga di atas kuburan. Kemudian dipanjatkan doa bersama yang mana sambah manyambah terhadap orang-orang yang berada di tempat pemakaman, tuan rumah meminta maaf kepada orang-orang sekitar kalau almarhum ada salah atau hutang yang dibuatnya selama di dunia.
Setelah selesai, tuan rumah mengajak tamu untuk pergi menaiki rumah dulu untuk makan bersama dan membaca doa bersama untuk almarhum.
Kegiatan Managak Batu biasanya dilakukan pada pagi hari sesudah sholat Subuh. Kegiatan ini sunah bagi laki-laki yang mampu menjalaninya. Biasanya tuan rumah mengundang orang siak dan anak yatim piatu dan di hidangkan makanan. Kegiatan utama yang dilakukan di sana adalah batagak batu nisan setelah itu baru dilaksanakan acara batagak gala jika almarhum tersebut memiliki gelar pusaka yang ditinggalkannya.
Maksudnya disini, kepada siapa gelar yang ditinggalkannya tersebut akan dikasihkan. Atau, siapa yang akan membawakan gelar itu lagi. Jika mayat mempunyai gelar atau harta yang akan diwariskan, maka itu pun harus dilaksanakan pada saat itu juga di tempat tersebut, agar semua kaum di kenagarian tersebut tahu dan mengenal secara pasti yang seharusnya.
Dalam tradisi tersebut, tuan rumah (pihak yang berduka) menyediakan beberapa carano atau piring yang berisikan sirih, dan itu diletakkan di sekeliling makam tersebut. Tujuannya untuk menampung sedekah yang diberi oleh para peziarah yang datang pada saat itu.
Upacara Managak Batu tidak hanya di lakukan bagi orang yang bergelar, tetapi dilakukan kepada semua orang yang meninggal. Kegiatan selanjutnya upacara menujuh hari.
Biasanya kemudian digelar tahlilan, yang berlanjut sampai hari ke seratus. Setiap malam Kamis di adakan tahlilan atau yasinan di rumah yang meninggal. Tahlilan ini tidak diharuskan sesuai kehendak tuan rumah, jika mau melakukan tahlilan sampai hari ke seratus orang itu meninggal.
Berdoa dan melakukan tahlilan, terus bersedekah ke orang siak, yatim piatu sesuai kemampuan orang rumah karena sudah mengundang mereka.
Tradisi ini merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan di daerah Nagari Tanjung Barulak. Uniknya kegiatan hanya dilakukan oleh laki-laki saja dan bagi perempuan yang ikut bagi tuan rumah.
Tradisi Manujuah Hari di kenagarian Tanjung Barulak sudah menjadi kebiasaan yang telah mendarah daging bagi kaum pria di sana. Anehnya, tradisi ini cuma adanya di kenagarian Tanjung Barulak saja, sedangkan di kenagarian-kenagarian sebelah atau pun selain kenagarian Tanjung Barulak tidak menganut tradisi tersebut.
Menurut penulis dalam tradisi ini unsur agama ada di dalamnya, seperti upacara kematian yang mewajibkan untuk berziarah kubur dan juga untuk mendoakan mayat (almarhum) yang telah dikubur. Sedangkan unsur adatnya seperti adanya pituah-pituah adat dalam kegiatan itu dan juga hidup bersilahturahmi serta saling mengenal dan menghargai bermasyarakat.
Hubungan adat dan agama dalam tradisi itu yaitu kaitan upacara kematian yang bernuansa islami yang di dalamnya ada nilai-nilai adat yang dikemukakan dan dijadikan suatu tatanan adat dalam prospek adat salingka nagari khususnya di kenagarian Tanjung Barulak.
Sebagai masyarakat Minangkabau yang senantiasa peduli akan kebudayaan, banyak tradisi yang dijalankan mengarah kepada unsur agama Islam yang khas orang Minangkabau dan membudayakan serta melestarikan nya supaya tradisi di Nagari Tanjung Barulak ini tidak hilang atau pudar dan memberi tahu ke pada anak-anak muda bahwa ini salah satu tradisi di nagari tersebut.*)
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Mnangkabau Universitas Andalas (Unand), sekarang berdomisili di Tanah Datar, Sumatra Barat












