
KOTA PADANG yang memiliki luas 694,96 km2 –lebih luas sedikit dari DKI Jakarta yang 664,10 km2– dengan 11 kecamatan dan 104 kelurahan merupakan kota yang terletak di pantai barat Sumatera. Dan secara geografis, saat ini, posisinya tidak menguntungkan, karena platform pembangunan nasional lebih banyak mengarah ke kawasan pantai timur Sumatera.
Dulunya, Kota Padang berkembang karena adanya batubara di Sawahlunto. Maka untuk mengangkutnya keluar, oleh Belanda dibangunlah jalur kereta api Sawahlunto-Padang, dan pelabuhan laut Emma Haven, atau Pelabuhan Teluk Bayur sekarang.
Kemudian tahun 1910, Belanda membangun pabrik semen di Indarung, yang sekarang bernama PT Semen Padang.
Tidak bisa dipungkiri, batubara dan semen lah yang menyebabkan Kota Padang bisa berkembang dengan pesat, menjadi kota perdagangan dan jasa terbesar di pantai barat Sumatera. Terima kasih Sawahlunto, terima kasih Indarung.
****
Kota Padang hampir separo luasnya itu adalah hutan lindung –yang mengarah ke timur, Bukit Barisan. Ke utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman, saat ini sudah mulai sesak. Sementara arah ke selatan, ke Bungus berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, hampir tidak tersentuh. Ada, tapi tipis.
Untuk itu perlu ada lompatan berpikir dari Walikota Padang Hendri Septa –berikut DPRD Padang juga tentunya– bagaimana mengembangkan Kota Padang ke arah selatan tadi, khususnya Kecamatan Lubuk Kilangan, Lubuk Begalung dan Bungus Teluk Kabung. Saat ini bandul pengembangan pembangunan itu tidak seimbang, beratnya ke utara.
Sebenarnya hal ini sudah dilakukan, yakni pembuatan jalan tembus Baringin-Bungus, jalan lingkar dari Kecamatan Lubuk Kilangan ke Kecamatan Bungus Teluk Kabung, dengan panjang 13,65 km, dimana pada tahun 2012 semasa Walikota Padang Fauzi Bahar sudah dirintis dengan program Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD).
Kemudian rencana pembuatan jalan tembus Pengambiran-Timbalun yang menghubungkan Kecamatan Lubuk Begalung dengan Kecamatan Bungus Teluk Kabung sepanjang 6 km. Dimana rencananya pembangunan jalan –juga terowongan– ini dulunya akan dibangun oleh investor dari Belgia dan Belanda.
****
Batubara sudah habis, tinggal semen, tapi sebentar lagi deposit bahan bakunya juga akan habis. Sebenarnya sudah banyak juga yang “habis”, sebutlah pabrik kayu lapis PT Rimba Sunkyong di Bungus, pabrik seng PT Polyguna Nusantara dan pabrik kue PT Asia Biskuit, di Tabing, sudah tiarap.
Secara ekonomi saat ini, Kota Padang hanya berharap banyak kepada “industri pendidikan tinggi” dengan mahasiswanya, dan sektor pariwisata yang menjadi andalan. Sementara sektor perdagangan dan jasa, sudah mati suri, bergeser ke Kota Solok dan Bukittinggi.
Adanya pengembangan pembangunan Kota Padang ke arah selatan, dengan dibangunnya jalan lingkar (ring road) Lubuk Kilangan-Bungus, serta terowongan Lubuk Begalung-Bungus, saya yakin geliat pariwisata Kota Padang akan semakin hebat. Sebab daerah Bungus itu potensi wisatanya cukup menjanjikan.
Apalagi kalau ide visioner Fauzi Bahar lainnya, yakni Padang Bay City bisa dikonkretkan, akan membuat wisata Kota Padang semakin diminati untuk daerah pantai barat Sumatera, karena suasananya sudah seperti di Hawai.
****
Terlepas apapun dinamikanya, termasuk adanya permasalahan tanah dengan masyarakat, tetapi upaya Fauzi Bahar yang visioner di atas perlu dikunyah-kunyah lagi, karena ini strategis bagi pengembangan Kota Padang ke depan.
Tidak ada pembangunan yang tidak ada masalah, di sini lah dituntut keberanian dan kepiawaian seorang pemimpin di dalam menyelesaikan masalah yang ada secara sistematis dan elegan.
Maksudnya, menjadi pemimpin Kota Padang itu jangan hanya sebatas melakukan “Giat Hari Ini”, yang isinya rapat ke rapat, peresmian ke peresmian dan acara-acara seremonial semata. Harus ada visi yang kuat, mampu memotret permasalahan pembangunan Kota Padang secara komprehensif, kemudian membingkainya menjadi pemandangan yang indah.*)
Penulis adalah Warga Padang












