
MALUKU, AmanMakmur —– Komite III DPD RI menyoroti ancaman serius kepunahan bahasa daerah yang telah memasuki fase “genting”. Komite III menilai bahwa kerangka hukum yang ada, termasuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, belum memberikan perlindungan yang komprehensif bagi ratusan bahasa daerah di Indonesia.
“Bahasa daerah adalah bagian dari jati diri bangsa yang harus kita jaga. Kita tidak boleh membiarkannya hilang satu per satu,” kata Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, dalam Rapat Kerja di Balai Bahasa Provinsi Maluku, Senin (1/12/2025).
Filep menambahkan bahwa hasil pengawasan di Maluku akan menjadi masukan penting dalam pembahasan RUU Bahasa Daerah agar regulasi yang lahir lebih responsif dan komprehensif. RUU Bahasa Daerah sendiri telah diusulkan masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2026.
“Komite III memerlukan masukan yang kuat dari daerah agar penyempurnaan regulasi ini tepat sasaran,” seru Filep yang juga Anggota DPD RI asal Papua Barat.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Maluku, Anna Latuconsina, menilai bahwa kolaborasi pusat dan daerah menjadi kunci dalam memperkuat pelestarian bahasa daerah. Dirinya juga mengapresiasi terhadap upaya revitalisasi bahasa yang telah dilakukan Balai Bahasa Maluku.
“Kami mengapresiasi revitalisasi yang dilakukan di Pulau Buru, Kei, Seram bagian timur hingga Kepulauan Aru. Dengan 71 bahasa di Maluku, kunjungan ini menjadi sangat penting untuk memastikan pelindungan berjalan nyata,” katanya.
Kepala Pusat Pengembangan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek, Imam Budi Utomo, memaparkan kondisi vitalitas bahasa daerah secara nasional. Ia menyebut Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa daerah, namun sebagian besar berada dalam kondisi rentan.
“Dari kajian vitalitas tahun 2024 terhadap 87 bahasa, hanya 18 yang berstatus aman, 29 terancam punah, 8 kritis, dan 5 sudah punah,” ujarnya.
Selanjutnya, Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku, Kity Karenisa, mengungkapkan bahwa Maluku memiliki 71 bahasa daerah dan sebagian di antaranya sudah hilang. “Dari 71 bahasa, setidaknya dua bahasa-Hoti, Kayeli, dan Piru-dinyatakan punah,” jelasnya
Dirinya juga menyampaikan tujuh rekomendasi teknis bagi penyempurnaan RUU Bahasa Daerah. “Ketujuh rekomendasi tersebut di antaranya penguatan pendidikan bahasa daerah, pendokumentasian korpus kebahasaan, standarisasi ortografi, hingga pemberdayaan komunitas dan keluarga,” tutur Kity.
Di sisi lain, Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Sarlota Singerin, menegaskan bahwa pemerintah daerah merasakan langsung ancaman kepunahan bahasa daerah. “Maluku memiliki kekayaan bahasa, namun kita menghadapi tantangan besar seiring perkembangan zaman. Karena itu, kami mendukung inventarisasi materi yang dilakukan Komite III,” ujarnya.
(R/pu)












