
Oleh: Isa Kurniawan
(Walikota Ulak Karang)
DEMIKIAN pameo tentang Ulak Karang, sebuah daerah di Kecamatan Padang Utara Kota Padang, yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia di sebelah Barat-nya.
Sebelah Timur-nya berbatasan dengan rel kereta api (KA), atau Lapai (Nanggalo). Sementara di Selatan dengan daerah Lolong-Belanti, dan di Utara berbatasan dengan Batang Kuranji/Batang Muar.
Daerah Ulak Karang ini dulunya angker, karena dari sejarahnya, terkenal sebagai daerah tempat pembuangan mayat para pejuang yang dibunuh oleh tentara Belanda.
Dan juga di zaman Jepang. Ada dua benteng besar yang dibuat di Ulak Karang sebagai tempat pertahanan.
Satu benteng Jepang ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Satunya lagi sayangnya sudah diruntuhkan oleh developer yang membuat perumahan.
Jejak keangkerannya itu terlihat jelas ketika membangun Universitas Bung Hatta, dan komplek Wisma Warta, di tahun 70-80an. Dimana banyak ditemukan tulang belulang manusia saat land clearing tanah oleh alat berat. Bahkan ada operator alat berat yang tersapa, kemudian meninggal dunia.
Tahun 1970an, daerah Ulak Karang arah ke pantai, sempat dijadikan daerah latihan menembak oleh ABRI/TNI. Biasanya setelah latihan selesai, banyak masyarakat yang mencari selongsong peluru yang berserakan di lapangan untuk dijadikan kalung dan sebagainya.
Papiko
Dulunya itu, sebagian Ulak Karang adalah rawa, dan lainnya yang mengarah ke laut berupa dataran yang menjadi ladang bengkuang dan mentimun. Sampai ke laut, hampir tiap pagi ramai masyarakat menunggu pukat tepi nelayan Ulak Karang.
Pada tahun 70an –waktu itu Ulak Karang masih Papiko/Padang Pinggir Kota– dibangunlah real estat pertama di Kota Padang oleh PT Pembangunan Sumbar (anak perusahaan Bank Pembangunan Daerah/Bank Nagari), namanya Wisma Indah. Akhirnya Wisma Indah ini dibangun sampai Wisma Indah X (di Pasia Nan Tigo, Koto Tangah).
Kemudian dibangun komplek Wisma Warta (perumahan wartawan), dan Wisma Bunda. Serta sekolah TK Pertiwi, SD Inpres 73/74, SMA Bunda dan Universitas Bung Hatta.
Sebelumnya, di jalan besar (sekarang Jl S Parman), sudah ada sekolah yang punya sejarah panjang yang dibangun pada tahun 60an, bernama SD Tanah Air. Beberapa SD ada di sana, ada SD 07, SD 21, SD 53 dan SD 61.
Di daerah Asratek sekarang (antara Pasar Ulak Karang dan Jl Jakarta), di tahun 70an itu pernah berdiri pabrik tekstil dengan nama Asratex. Sempat beroperasi, kemudian di awal tahun 80an tutup. Di tahun 90an kabarnya waktu itu akan berubah menjadi Hotel Astra, tapi sampai sekarang masih jadi bangunan kosong.
Di simpang Ulak Karang berdiri hotel berikut restoran, Takana Juo, dan ke sininya bioskop Indah Theatre yang dikelola oleh PT Indupa Wisata (anak perusahaan BPD/Bank Nagari).
Di dekat jembatan Air Tawar, ada juga didirikan pabrik es balok, minyak goreng dan sabun batangan oleh PT Hadis Didong, dan juga sawmill pengergajian kayu oleh PT Perkayuan Budjang.
Batas Kota Padang waktu itu di depan Universitas Negeri Padang (UNP) Air Tawar sekarang. Dan pada tahun 1980 dilakukan perluasan Kota Padang melalui PP No 17 Tahun 1980, yang secara signifikan menambah wilayah kota menjadi 694,96 km² dari sebelumnya sekitar 33 km².
Perluasan ini menambah 11 kecamatan, yang mencakup wilayah dari Kabupaten Padang Pariaman, termasuk sebagian Kecamatan Koto Tangah, Pauh dan Lubuk Begalung.
Sekarang, Ulak Karang itu terbagi atas 2 kelurahan, yakni Kelurahan Ulak Karang Utara dan Ulak Karang Selatan. Sebelumnya ada 3 kelurahan; Kelurahan Ulak Karang Barat, Ulak Karang Timur dan Pasir Ulak Karang. Kemudian dikerucutkan menjadi dua.
Memang Ada Karang
Daerah pantai Ulak Karang itu merupakan muaranya Batang Kuranji/Batang Muar. Dan dulunya memang ada hamparan karang yang luas di pantainya, persis dekat kampus Universitas Bung Hatta. Sekarang saja karang tersebut tidak nampak lagi –semenjak dipasangnya batu grip pemecah ombak.
Dulu itu, ketika air laut pasang surut, nampak lah karang-karang dengan kolam-kolam kecil yang kadang berisi ikan, lobster, dan binatang laut lainnya.
Banyak juga masyarakat yang menangkap ikan tersebut dengan tangguk atau menjalanya. Dan juga, kita bisa berjalan-jalan di karang-karang tersebut.
Di sepanjang pantai Padang, memang di pantai Ulak Karang lah yang ada karang-karang. Ke sininya, karang-karang itu telah ditelan oleh pasir laut. Dan tidak nampak lagi.
Mungkin karena banyak karang di daerah pantainya, diberilah nama Ulak Karang. Tetapi ada juga melontarkan pameo; sudah di-ulak, di-karang. Sudah di-urak, habis itu di-rangkai lagi. Begitu benar lah. *)













