ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
Home Berita

Prof Djohermansyah Djohan: Otonomi Daerah Merana Didera Korupsi Sistemik

Minggu, 09/11/25 | 10:01 WIB
in Berita
0
Post Views: 16
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), yang juga pakar Otonomi Daerah (Otda). (Foto : Dok)

JAKARTA, AmanMakmur — Sudah lebih dari dua dekade otonomi daerah dijalankan di Indonesia. Tujuannya jelas: mendekatkan pelayanan publik, mempercepat pembangunan, dan menghadirkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Namun realitas di lapangan menunjukkan arah sebaliknya — otonomi justru membuka celah baru bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di tingkat lokal yang dilakukan oleh elit politik lokalnya sendiri.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), yang juga pakar Otonomi Daerah (Otda), Prof Dr Djohermansyah Djohan, MA, menilai persoalan ini bukan sekadar perilaku oknum kepala daerah, melainkan sudah menjadi masalah sistemik dalam desain demokrasi lokal kita.

“Sejak Pilkada Serentak Nasional pertama 1 Juni 2005 hingga kini, sudah 462 kepala daerah tersangkut kasus hukum. Ini bukan angka kecil. Ini menandakan kegagalan sistem Pilkada kita dalam melahirkan pemimpin yang kompeten dan berintegritas,” tegas Prof Djohermansyah, Minggu (9/11/2025).

Baca Juga

Perkuat Ketahanan Pangan Nasional, Menteri PU Dody Tinjau Bendung Wampu di Langkat

Perkuat Ketahanan Pangan Nasional, Menteri PU Dody Tinjau Bendung Wampu di Langkat

Minggu, 09/11/25 | 11:49 WIB
Tan Bertepuk Sebelah Tangan

Tan Bertepuk Sebelah Tangan

Minggu, 09/11/25 | 11:02 WIB
142 Praja IPDN Kampus Sumbar Ikuti Kegiatan Pembinaan Fisik, Mental dan Sosial di Tanah Datar

142 Praja IPDN Kampus Sumbar Ikuti Kegiatan Pembinaan Fisik, Mental dan Sosial di Tanah Datar

Minggu, 09/11/25 | 01:16 WIB

Politik Biaya Tinggi, Akar Segala Korupsi

Menurut Prof Djohermansyah, penyebab utama korupsi di daerah bersumber dari politik biaya tinggi. Untuk memenangkan satu kontestasi Pilkada, seorang calon bupati atau walikota harus menyiapkan puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Sementara calon gubernur bisa menghabiskan lebih dari seratus miliar.

“Di negara demokrasi maju, dana kampanye dikumpulkan melalui fundraising publik. Tapi di Indonesia, sistemnya dibayar oleh cukong. Pemilih bukan menyumbang, malah minta dibayar. Inilah demokrasi yang masih sangat kapitalistik dan belum matang,” jelasnya.

Kondisi ini membuat kepala daerah yang terpilih cenderung berupaya mengembalikan modal politiknya ketika menjabat, dengan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki. Korupsi pun menjadi konsekuensi yang sistemik, bukan sekadar penyimpangan individu.

Jual-Beli Jabatan: Korupsi Gaya Baru

Fenomena baru yang mencuat sejak 2016 adalah jual-beli jabatan. Setelah memenangkan Pilkada, kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memiliki kewenangan mengangkat, memutasi, dan memberhentikan ASN di wilayahnya. Di sinilah ruang transaksional terbuka lebar.

“Pasarnya sudah jelas: kepala dinas pendidikan sekian miliar, dinas PU sekian miliar, kesehatan sekian miliar harganya. Kepala daerah beralasan, ‘saya maju keluar ongkos mahal, masa kamu tidak bayar’. Ini nalar yang rusak, tapi sudah menjadi praktik lazim di banyak daerah,” ungkapnya.

Dampaknya fatal. ASN yang berintegritas, menolak kompromi dan tetap berpegang pada meritokrasi, justru terpinggirkan. Birokrasi daerah kehilangan profesionalisme, karena jabatan bukan lagi hasil prestasi, melainkan transaksi.

DPRD Melemah, Pengawasan Lumpuh

Dalam teori tata kelola pemerintahan lokal (local governance), lembaga pengawas utama kepala daerah adalah DPRD. Namun dalam praktiknya, fungsi pengawasan ini nyaris tidak berjalan. Banyak DPRD justru berkoalisi secara tidak sehat dengan kepala daerah demi kepentingan bersama.

“Dewan kita banyak yang tidak fungsional. Alih-alih mengawasi, malah kongkalikong dengan eksekutif. Akibatnya, sistem pengawasan yang mestinya berlapis menjadi lumpuh,” papar Prof Djohermansyah.

Selain itu, pengawasan dari masyarakat, pers, dan lembaga swadaya masyarakat juga belum cukup kuat. Munculnya whistleblower atau “peniup peluit” dari kalangan internal birokrasi memang memberi secercah harapan, namun masih bersifat sporadis dan sering dilatarbelakangi faktor personal seperti mutasi tidak adil atau rasa kecewa.

Peran Kementerian Dalam Negeri

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejatinya tetap memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Melalui Inspektorat Jenderal (Irjen), Kemendagri dapat turun langsung melakukan klarifikasi, perbaikan kebijakan, bahkan menjatuhkan sanksi administratif.

Namun, Prof Djohermansyah mengakui, keterbatasan daya jangkau dan jumlah daerah otonom yang terus bertambah membuat pengawasan tidak mudah. Dari sekitar 300 daerah di awal reformasi, kini sudah lebih dari 500 daerah otonom di seluruh Indonesia.

“Jumlahnya terus bertambah akibat pemekaran. Sementara kapasitas pengawasan belum berbanding lurus. Karena itu, Kemendagri sering kewalahan,” ujarnya.

Reformasi Desain Otonomi Daerah

Untuk menutup celah korupsi yang berulang, Prof Djohermansyah menawarkan gagasan redesain otonomi daerah.

Pemerintah pusat perlu meninjau kembali pendelegasian kewenangan kepada daerah, terutama pada sektor yang rawan penyimpangan seperti pengadaan barang dan jasa atau pembangunan infrastruktur.

“Bagi daerah yang sering terlibat kasus korupsi, sebagian kewenangan bisa ditarik kembali ke pusat. Misalnya pengadaan proyek-proyek besar dikelola langsung oleh pemerintah pusat sampai daerah itu dianggap bersih,” sarannya.

Ia juga menekankan pentingnya pendidikan politik dan moralitas demokrasi bagi pemilih, agar budaya transaksional dalam Pilkada perlahan dapat dihapus.

“Selama pemilih masih minta uang dan sembako, demokrasi kita akan tetap dangkal. Pilkada mahal akan terus terjadi, dan kepala daerah akan terus mencari jalan untuk mengembalikan modalnya. Di situlah korupsi menemukan ruang hidupnya,” pungkasnya.

(R/Wiztian Yoetri)

ShareSendShare

Most Viewed Posts

  • Istri Rektor ITP Hendri Nofrianto Berpulang ke Rahmatullah (15,446)
  • Lalai Eksekusi Bupati Pessel, LBH Sumbar akan Laporkan Kejari Painan ke Jamwas dan Komjak (11,713)
  • Klaim Rinaldi sebagai Ketum IKA FMIPA Unand Ditolak Alumni (9,310)
  • Ibunda Tercinta Mulyadi Wafat, Banyak Tokoh Nasional Kirim Karangan Bunga Duka Cita (9,032)
  • Ambulans Sumbangan Warga Padang Ikut Bantu Evakuasi Korban di Palestina (8,944)
  • Mevrizal: Profesi Pengacara Syariah Menggiurkan dan Kian Diminati (8,267)
  • Menakar Peluang DPD RI Dapil Sumbar di Pemilu 2024 (7,347)
  • Memenuhi Syarat, Bacalon DPD RI Hendra Irwan Rahim Dinilai Paling Siap (6,830)
  • Puncak Peringatan Hari Koperasi, Hendra Irwan Rahim: Dua Menteri Bakal Hadir di Sumbar (6,695)
  • DPD RI Bentuk Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer (5,779)

Berita Lainnya

Inyiak Rajo: Pemimpin Baru dan Harapan Baru

‘Ajo JKA Pulang Kampuang’

Jumat, 21/2/25 | 00:37 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

Kamis, 30/5/24 | 06:00 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

Jumat, 14/6/24 | 20:18 WIB
“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

Kamis, 05/6/25 | 01:41 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

Jumat, 16/5/25 | 12:12 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

Minggu, 11/5/25 | 19:31 WIB
  • Aman Makmur
  • Beranda
  • Tim Redaksi

© 2025 - Amanmakmur.com

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial

© 2025 - Amanmakmur.com