
JAKARTA, AmanMakmur — Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menegaskan pentingnya arah baru tata kelola pemerintahan desa yang berpihak pada kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama APKASI, APDESI, Desa Bersatu, dan pakar pemerintahan desa Sutoro Eko, BULD DPD RI mendesak perlunya harmonisasi regulasi antara pemerintah pusat dan daerah serta penegasan otonomi desa dalam pengelolaan Dana Desa dan kebijakan pembangunan.
Wakil Ketua BULD DPD RI Marthin Billa menegaskan bahwa, DPD RI berkomitmen memastikan hasil pemantauan dan evaluasi tata kelola pemerintahan desa tidak berhenti di atas kertas. “Desa harus menjadi kekuatan dari bawah, bukan sekadar objek administrasi. Kami ingin rekomendasi ini benar-benar menjadi dasar penguatan kemandirian desa melalui regulasi yang terukur dan berpihak,” ujarnya.
Ketua Umum APDESI, Surta Wijaya menegaskan pentingnya perubahan paradigma pembangunan desa. Ia menilai, selama ini banyak regulasi yang membatasi ruang gerak pemerintah desa. “Kami meminta agar 70 persen Dana Desa dikelola langsung oleh desa, sementara 30 persennya diatur oleh pemerintah pusat. Desa lebih mengetahui kebutuhan daerahnya,” serunya.
Surta juga menyoroti kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri dan Dua Kepala Lembaga terkait Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dinilai dapat mengganggu alokasi Dana Desa. “Kami mendukung pengembangan koperasi desa, tetapi bukan dengan menjadikan Dana Desa sebagai jaminan pinjaman. Dana Desa harus dikelola secara mandiri untuk kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Anggota DPD RI dari Jawa Timur, Kondang Kusumaning Ayu menegaskan hal senada. Ia meminta agar dana desa yang sudah terbatas tidak dijadikan jaminan koperasi apa pun. “Jangan sampai dana desa yang minim dijadikan jaminan untuk koperasi Merah Putih jika terjadi gagal bayar kepada Himbara. Ini berpotensi menambah beban desa,” pungkasnya.
Sementara itu, Agustinus Kambuaya, menyampaikan bahwa BULD DPD RI akan terus memonitor implementasi peraturan pemerintah tentang desa. “Kami ingin memastikan regulasi yang ada benar-benar mengakomodasi seluruh permasalahan di desa. Bahkan, kami mengusulkan penambahan alokasi 5 persen anggaran agar langsung diarahkan ke Dana Desa, bukan hanya tersimpan di bank Himbara,” tutur Senator asal Papua Barat Daya itu.
Di sisi lain Fahira Idris menambahkan, pentingnya dukungan fiskal khusus bagi kabupaten agar dapat melakukan pembinaan desa tanpa bergantung sepenuhnya pada Dana Desa. “DPD RI akan mendorong kolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memperkuat harmonisasi regulasi dan memperluas kewenangan desa,” kata Fahira senator perwakilan Jakarta.
Akademisi Sutoro Eko menanggapi pandangan tersebut dengan menyoroti perlunya perubahan pendekatan dari pemerintah. “Kami menyarankan agar Kementerian Desa dan Kementerian Koperasi tidak hanya memikirkan aspek manajerial, tetapi juga memperhatikan substansi pemberdayaan desa,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif, Sarman Simanjorang APKASI meminta agar DPD RI melakukan monitoring terhadap peraturan pemerintah yang menjadi dasar bagi kabupaten dalam menyusun Perda mengenai pemerintahan desa. “Kami berharap ada kejelasan regulasi agar kabupaten bisa bergerak cepat dalam menyesuaikan kebijakan di tingkat daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas, ikut menolak keras penggunaan Dana Desa sebagai jaminan koperasi. “Dana Desa tidak boleh dijadikan beban tambahan. Desa harus diberi ruang menentukan prioritasnya sendiri tanpa intervensi,” ujarnya.
Menutup RDPU, Ketua BULD DPD RI, Stefanus B.A.N Liow menegaskan bahwa seluruh masukan akan dirumuskan sebagai bahan rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan dalam Sidang Paripurna DPD RI mendatang. “Kemandirian desa adalah fondasi kedaulatan bangsa. DPD RI akan memastikan arah baru tata kelola desa benar-benar mengembalikan martabat desa sebagai kekuatan utama pembangunan nasional,” ucapnya.
(R/dpd)












