
Oleh: Dwino Scorpio
INDONESIA adalah negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari banyaknya pulau tersebut, lahirlah beragam budaya dan suku di setiap pulau-pulau tersebut. Dimana salah satu contohnya adalah pulau Sumatra yang juga memiliki beragam budaya dan suku yang harus anda ketahui, seperti suku Minang merupakan salah satu suku di pulau Sumatera, yang lebih tepatnya berada di Provinsi Sumatra Barat.
Minangkabau memiliki tradisi-tradisi, kesenian yang beragam, yang masih ada dan tetap terjaga hingga sekarang, dan tidak lupa juga Minangkabau juga memiliki makanan khas yang memiliki rasa yang menggugah selera yang wajib untuk dicoba.
Ada beberapa contoh makanan khas Minang tersebut seperti, gulai itiak, pangek situjuah, tambusu, dendeng balado, sate Padang, dan rendang.
Itulah beberapa makanan khas Minang, tetapi kali ini saya hanya akan menjelaskan satu jenis makanan khas Minang yang disebutkan di atas yaitu rendang.
Rendang atau randang adalah salah satu makanan khas Minang yang sudah menyebar di berbagai daerah di Indonesia.
Tidak di Indonesia saja, makanan khas Minang ini juga sudah dikenal oleh masyarakat luar Indonesia, dan rendang juga di nobatkan sebagai makanan terlezat di dunia.
Adapun rendang terbuat dari daging, yang diolah dengan bahan-bahan seperti rempah-rempah, dan santan kelapa. Proses pembuatan rendang membutuhkan waktu yang lama sehingga rendang bisa tahan lama hingga berminggu-minggu tanpa terjadinya basi.
Ternyata di Minangkabau rendang tidak hanya terbuat dari daging sapi saja, tetapi rendang juga memiliki keberagaman yang terbuat dari berbagai daging atau bahan lainnya, berikut ini merupakan jenis-jenis atau ragam rendang di Minangkabau:
1. Rendang baluik/belut
Merupakan rendang yang memerlukan bahan utamanya adalah belut. Rendang belut ini berasal dari Kabupaten Tanah Datar.
Cara pembuatannya belut akan dibakar terlebih dahulu di atas bara api, dan dilumuri dengan jeruk nipis, garam, bawang putih dan digoreng sebentar lalu dicampur dengan bumbu olahan rendang.
2. Rendang jariang/jengkol
Rendang jariang/jengkol adalah rendang membutuhkan bahan utamanya adalah jengkol. Rendang jengkol ini berasal dari beberapa daerah di Minangkabau seperti Payakumbuh, Pasaman, dan Lubuak Basung.
Cara membuat rendang jengkol yaitu siapkan jengkol yang sudah tua, kemudian direbus, setelah direbus dan dimasukkan ke dalam kuah santan rendang.
3. Rendang lokan
Rendang lokan merupakan rendang yang berasal dari Indrapura, Kabupaten Pesisir Selatan. Rendang ini merupakan rendang variasi dari kerang yang hidup di sungai.
Cara membuatnya kerang direbus terlebih dahulu, setelah direbus dibersihkan dan di masukkan ke dalam kuah santan rendang, dan kuah tersebut diaduk aduk hingga menjadi kalio, kemudian kering menjadi rendang.
4. Rendang itiak
Masakan ini memerlukan bahan utamanya yaitu itiak, itik atau bebek. Untuk pengolahan rendang itik supaya tidak amis, itik tersebut dibakar terlebih dahulu, dan di bolak balik supaya bulu-bulu halus pada itik tersebut hilang dan juga mengeluarkan minyak dan lendir itik tersebut. Lalu daging itik dipotong-potong lalu dimasukkan ke dalam kuah rendang dan diaduk-aduk hingga menjadi rendang.
5. Rendang talua/telur
Rendang talua atau telur adalah rendang yang berasal dari Payakumbuh. Rendang ini mirip dengan keripik, bertekstur, dan garing dengan campuran bumbu rendang yang kering.
Cara pembuatannya siapkan telur yang sudah dikocok dengan campuran tepung terigu, tepung beras, garam, dan air yang sudah rata. Kemudian digoreng dengan sedikit minyak hingga seperti kulit lumpia, lalu dipotong-potong, setelah itu digoreng kembali dengan api sedang sehingga teksturnya menjadi kering, dan setelah itu campurkan dengan dedak rendang yang sudah benar-benar kering.
Itulah beberapa ragam rendang yang ada di Minangkabau, dan masih banyak lagi jenis-jenis rendang lainya yang belum tersebutkan di atas, dan itu hanya sebagian saja yang saya ketahui tentang ragam rendang di Minangkabau.
Dan jika anda berkunjung ke Minangkabau, jangan lupa mencoba ragam-ragam rendang yang berasal dari Minangkabau. *)
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas












