ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
No Result
View All Result
ArtMagz
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial
Home Opini

Mempertuhan Uang Ketimbang Iman

Jumat, 14/11/25 | 19:30 WIB
in Opini
0
Post Views: 12
Prof Djohermansyah Djohan, Guru Besar IPDN. (Foto : Dok)

Oleh: Prof Djohermansyah Djohan
(Guru Besar IPDN)

DI tengah hiruk-pikuk kehidupan Indonesia modern kini, saya melihat dengan keprihatinan bahwa kita sedang memasuki fase paling sunyi dalam sejarah kebangsaan: fase ketika suara uang lebih nyaring daripada suara keimanan, ketika ukuran kehormatan direduksi menjadi besaran aset, dan ketika nilai sosial yang dahulu menjadi perekat masyarakat kini perlahan-lahan terkikis oleh ketamakan yang dibungkus sebagai “kebutuhan zaman now”.

Bangsa yang besar bukan semata diukur dari gedung-gedung megah atau angka pertumbuhan ekonomi, melainkan dari karakter manusianya—dari kejujuran yang dijaga, dari solidaritas yang hidup di tengah rakyat, dari rasa malu yang masih dipelihara sebelum seseorang tergoda menyimpang. Tanpa itu semua, pembangunan hanya menjadi kosmetik yang tak mampu menutupi keretakan di dalam jiwa bangsa.

Baca Juga

Bupati Tanah Datar Nyatakan Siap Bersinergi dengan Kemendikdasmen dalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu

Bupati Tanah Datar Nyatakan Siap Bersinergi dengan Kemendikdasmen dalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu

Jumat, 14/11/25 | 20:10 WIB
Bupati Agam Sambut 645 Prajurit Yonif 897/TP Singgalang di Lubuk Basung

Bupati Agam Sambut 645 Prajurit Yonif 897/TP Singgalang di Lubuk Basung

Jumat, 14/11/25 | 20:03 WIB
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Sultan Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brazil

Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Sultan Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brazil

Jumat, 14/11/25 | 19:26 WIB

Ketika Materialisme Menjadi Agama Baru

Hari ini kita hidup dalam masyarakat hedonistik yang semakin terpesona pada harta benda. Kekayaan tak lagi sekadar alat, tetapi berubah menjadi tujuan. Orang tidak lagi bertanya bagaimana ia memperoleh, tetapi berapa ia menguasai.

Nilai sosial digantikan gengsi.
Keimanan digeser oleh pamer kemakmuran.
Amanah dikesampingkan oleh ambisi.

Padahal, masyarakat yang sehat tidak pernah menilai seseorang dari apa yang ia punya, melainkan dari apa yang ia lakukan untuk kebaikan orang banyak.

Keimanan yang sejati bukan diukur dari simbol-simbol yang kasat mata, tetapi dari keberanian menjaga amanah ketika tidak ada yang melihat. Ironisnya, hari ini pengkhianatan terhadap amanah tidak lagi dianggap aib, tetapi menjadi bagian dari “kelincahan” seseorang dalam memainkan sistem.

Krisis Nilai Sosial: Kita Kehilangan Rasa Takut Melakukan Salah

Gejala paling memprihatinkan dari merosotnya iman dan nilai sosial adalah hilangnya rasa malu. Ketika korupsi dianggap “risiko jabatan”, kebohongan disebut “strategi komunikasi”, dan manipulasi dihalalkan atas nama “kepentingan kelompok”, di situlah kejatuhan moral bangsa kita sedang berlangsung.

Bangsa ini sesungguhnya tidak kekurangan orang cerdas. Kita kekurangan orang jujur yang konsisten menjaga integritasnya.

Kita juga tidak kekurangan ahli hukum, tetapi kekurangan penegak hukum yang beriman pada nilai kebenaran, bukan pada kepentingan pemilik modal.

Kita tidak kekurangan tokoh publik, tetapi kekurangan figur yang rela menempatkan kepentingan rakyat di atas dirinya sendiri.

Di antara kerumunan ini, kita merindukan kembali figur-figur yang berani, seperti Bung Hatta, Jenderal polisi Hoegeng, dan Jenderal Soedirman, yang menegakkan integritas tanpa perlu kamera, tanpa perlu pencitraan, tanpa perlu panggung. Pahlawan sejati, sebagaimana sering saya katakan, adalah mereka yang jujur, amanah, bermanfaat bagi banyak orang, dan mengabdi tanpa kepalsuan.

Dimana Peran Keimanan?

Keimanan tidak dimaksudkan untuk membatasi manusia, melainkan mengangkat martabatnya. Tanpa iman, kekuasaan berubah menjadi kesewenangan. Kekayaan berubah menjadi kerakusan. Dan hukum berubah menjadi alat tawar-menawar.

Keimanan seharusnya menjadi rem moral.
Nilai sosial seharusnya menjadi pagar sosial.
Namun hari ini, kedua-duanya semakin tidak terdengar suaranya.

Pertanyaannya: apakah kita masih punya keberanian untuk kembali ke nilai itu?

Kembalilah pada Akhlak, Bukan Sekadar Aturan

Aturan bisa dibuat oleh siapa saja yang berkuasa. Tetapi akhlak hanya bisa dibangun oleh jiwa yang bersih.

Bangsa ini tidak akan bangkit jika hanya mengandalkan aturan dan penataan kelembagaan. Reformasi hukum sekalipun tidak akan efektif jika tidak disertai reformasi moral. Kita memerlukan revitalisasi nilai sosial, reorientasi cara pandang, dan keberanian untuk mengatakan: cukup sudah dominasi harta atas kehidupan kita, “enough is enough.”

Kita perlu kembali pada prinsip sederhana yang diajarkan oleh sejarah dan agama:
Bahwa kemuliaan seseorang tidak terletak pada kekayaannya, melainkan pada integritasnya.

Meski kondisi hari ini terlihat buram, saya tetap percaya bahwa bangsa ini masih memiliki modal moral yang kuat. Masih ada banyak orang jujur yang bekerja dalam senyap, masih ada pemimpin yang mendahulukan nurani daripada kepentingan pribadi, dan masih ada warga masyarakat yang percaya bahwa keadilan bukan hanya slogan.

Apa yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian kolektif untuk menolak budaya materialisme yang melampaui batas, dan kembali pada nilai sosial serta keimanan yang pernah menjadikan bangsa ini kuat dulu.

Di tengah dominasi uang yang kian riuh, kita harus membuat suara keimanan dan nurani kembali bergema. Tak hanya kiai dan pendeta, tokoh adat, akademisi, tapi juga pemimpin puncak negeri seyogianya menyerukan agar kita kembali ke kehidupan yang beralas moral. *)

ShareSendShare

Most Viewed Posts

  • Istri Rektor ITP Hendri Nofrianto Berpulang ke Rahmatullah (15,459)
  • Lalai Eksekusi Bupati Pessel, LBH Sumbar akan Laporkan Kejari Painan ke Jamwas dan Komjak (11,729)
  • Klaim Rinaldi sebagai Ketum IKA FMIPA Unand Ditolak Alumni (9,328)
  • Ibunda Tercinta Mulyadi Wafat, Banyak Tokoh Nasional Kirim Karangan Bunga Duka Cita (9,043)
  • Ambulans Sumbangan Warga Padang Ikut Bantu Evakuasi Korban di Palestina (9,011)
  • Mevrizal: Profesi Pengacara Syariah Menggiurkan dan Kian Diminati (8,282)
  • Menakar Peluang DPD RI Dapil Sumbar di Pemilu 2024 (7,361)
  • Memenuhi Syarat, Bacalon DPD RI Hendra Irwan Rahim Dinilai Paling Siap (6,847)
  • Puncak Peringatan Hari Koperasi, Hendra Irwan Rahim: Dua Menteri Bakal Hadir di Sumbar (6,708)
  • DPD RI Bentuk Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer (5,787)

Berita Lainnya

Inyiak Rajo: Pemimpin Baru dan Harapan Baru

‘Ajo JKA Pulang Kampuang’

Jumat, 21/2/25 | 00:37 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

‘Raja Penyair’ Pinto Janir Tampil Memukau di Acara Peringatan 20 Tahun Wafatnya Hamid Jabbar

Kamis, 30/5/24 | 06:00 WIB
‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

‘Raja Penyair’ Pinto Janir: Taman Budaya Sumbar Itu Pengawal Peradaban!

Jumat, 14/6/24 | 20:18 WIB
“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

“78 Tahun Makmur Hendrik”, Rektor Unand: Kaya akan Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

Kamis, 05/6/25 | 01:41 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”, Hary: Unand Dukung Gerakan Berkesenian dan Berkebudayaan

Jumat, 16/5/25 | 12:12 WIB
“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

“78 Tahun Sang Maestro Penulis Indonesia Makmur Hendrik”: Hamas Apresiasi Komitmen Fadly Amran Terhadap Pemajuan Kebudayaan

Minggu, 11/5/25 | 19:31 WIB
  • Aman Makmur
  • Beranda
  • Tim Redaksi

© 2025 - Amanmakmur.com

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Artikel
  • Opini
  • Advertorial

© 2025 - Amanmakmur.com