PADANG, AmanMammur —Suatu peristiwa yang berulang-ulang bisa disebut dengan peristiwa budaya. Bukan hanya kesenian semata, sebagaimana yang dimaksud dalam debat capres tempo hari.
Prilaku koruptif para pejabat, baik di eksekutif, yudikatif maupun legislatif, terus berlangsung secara berulang-ulang. Korupsi yang terus berlangsung ini disebut dengan budaya koruptif.
Jadi peristiwa budaya itu tidak hanya kesenian yang mentradisi, tetapi juga mencakup ke persoalan politik, ekonomi, pertahanan, hukum, teknik dan lainnya.
Demikian disampaikan Dr Andria Catri Tamsin, MPd dalam orasi budaya-nya pada acara Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya, yang dilaksanakan Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar, Sabtu (24/2/2024), di pelataran parkir Taman Budaya Sumbar, Jl Diponegoro Padang.
“Budaya tipu menipu pada konteks tertentu, kecurangan atau alih fungsi tanpa uji publik juga sudah mem-budaya di negeri ini. Saya sebut ini sebagai peristiwa budaya kontekstual,” terang dosen Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Padang (UNP) ini.
Lebih jauh disebutkan Andria, bahwa semua harus mengawal peristiwa budaya kontekstual ini dengan berlandaskan moral dan etika. “Di sini yang bicara adalah nurani,” tegasnya.
Kemudian masuk ke soal manajemen pertujukan seni, dikatakan Andria C Tamsin bahwa siasat publikasi digital harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, dan pihak Taman Budaya Sumbar jangan kaku menyiasatinya.
Hal ini, tambah Andria, karena penonton kesenian di Taman Budaya berbeda dengan penonton konser atau film.
“Banyaknya penonton bukan jaminan bahwa kesenian disukai. Penikmat kesenian itu tidak banyak, namun mampu menyerap nilai-nilai filosofi yang ditampilkan”, tukasnya.
Sementara itu, disampaikan salah seorang Presidium FPS Sumbar Syarifuddin Arifin, Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya yang biasanya digelar setiap tanggal 13, selanjutnya akan dilaksanakan setiap Sabtu akhir bulan genap, dan diselingi dengan diskusi pada bulan ganjil selama tahun 2024 ini.
Pada Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya kali ini, disampaikan Syarifuddin, turut dimeriahkan oleh K Jamm Band yang bermaterikan anak-anak muda, mahasiswa UPI Padang.
“Kemudian pertunjukan pantomim oleh Akio dan pembacaan puisi Leon Agusta oleh Adisty yang cukup berhasil, serta diselingi oleh Dadang Leona yang membacakan sajak satire Mustafa Bisri,” terang Syarifuddin.
“Pada saat bersamaan, di sayap kanan panggung, 3 pelukis; Jon Wahid, Herisman Tojes dan John Hardi terus menggoreskan kuas atau palet ke kanvas. Melukis spontan yang cukup mendapatkan perhatian penonton,” pungkas Penyair Senior Ranah Minang ini.
(Rel/SA)